Ngabuburit ke Tempat Bersejarah, Sebuah Alternatif
Puasa hari pertama, putra kedua saya yang duduk di bangku kelas 3 SD, mengajak ngabuburit, menunggu waktu berbuka. Kalau pada puasa tahun kemarin saya mengajaknya berkeliling di kawasan dekat kota Jember, puasa hari pertama tahun ini saya mengajaknya mengunjungi sebuah situs peninggalan sejarah di kawasan selatan Jember yang tidak jauh dari tempat tinggal nenek-kakeknya.
Kami memilih ngabuburit di situs Candi Deres yang terletak di Desa Purwosari, Kecamatan Gumukmas, Jember.
Candi Deres merupakan candi peninggalan zaman Majapahit ketika dipimpin oleh Raja Hayam Wuruk. Meskipun candi ini sudah rusak parah, tetapi tumpukan batu bata merah besar khas Majapahit masih lumayan banyak.
Di tengah-tengah mengamati reruntuhan candi itulah saya menjelaskan kepada anak dan istri sejarah singkat Candi Deres.
Menurut beberapa informasi, candi ini dibangun ketika Hayam Wuruk melakukan tirtayantra, perjalanan panjang ke arah Jawa bagian timur. Salah satu rute yang disinggahi adalah kawasan selatan Jember.
Mengenal Candi Deres
Menurut Hadi (2019), candi yang terletak di sebuah bukit kecil ini dicatat dalam Notulen van de Algemeene en Directievergaderingen van Het Bataviaasch Genootschap van Kunsten and Wetenschappen (1900). Dalam laporan tersebut, Candi Deres juga disebut Tjandi Retja (Candi Reco). Mengapa disebut demikian?
Sementara, beberapa patung lain dan relief candi di impan di Gudang Penyimpanan Benda Cagar Budaya Kabupaten Jember yang terletak lokasi Kantor Pendidikan Nasional (Diknas) Jember.
Berdasarkan foto yang dibuat sekira tahun 1904, kondisi candi masih relatif utuh, berdiri. Sayangnya, kondisinya saat ini sudah rusak parah. Setidaknya ada beberapa faktor yang menyebabkan kerusakan tersebut.
Pertama, faktor musim dan lingkungan. Pergantian musim hujan dan kemarau menjadikan bangunan candi yang tak terawat sejak dulu itu mudah lapuk. Struktur batu bata mudah runtuh. Selain itu, tumbuhnya beberapa pohon di sela-sela batu-bata candi ikut merusak susunan candi. Batang dan akar akan memudahkan susunan batu bata mudah runtuh.
Kepada putra dan istri, saya mengatakan bahwa sentimen karena ketidaktahuan dan kebencian terhadap tradisi yang berbeda dari tradisi agama yang umum merupakan faktor yang bisa memunculkan naluri destruktif, bahkan terhadap bangunan bersejarah yang memiliki nilai penting dalam penyelidikan masa lalu Majapahit.
Selain itu, faktor manusia yang lain adalah tindakan sebagian kecil warga yang mengambil batu bata dari Candi Deres untuk membuat bangunan serta adanya tindakan pencurian oleh pencuri barang antik. Tindakan seperti itu juga banyak menimpa situs purbakala atau peninggalan kerajaan di wilayah lain. Dampaknya, bangsa ini kehilangan harta peradaban yang tak ternilai harganya.
Padahal, dari keberadaan Candi Deres dan peninggalan-peninggalan lain di kawasan Jember dan sekitarnya, anak-anak dan generasi muda bisa belajar banyak hal. Mereka bisa belajar peristiwa sejarah yang mengubungan wilayah dan masyarakat di Jember dengan kebesaran kerajaan Mapajahit.
Tidak mungkin Raja Hayam Wuruk da berkunjung ke kawasan timur Jawa kalau wilayah ini tidak menyimpan kekuatan yang luar biasa. Dalam catatan Negarakertagama, di kawasan ini Hayam Wuruk melewati beberapa desa seperti Desa Sadeng dan Sarampwan (Puger), Desa Balung, Kotta Blater (Ambulu), Desa Kotta Bacok (Watu Ulo/Ambulu), Desa Renes (Wirowongso/Jember), serta Desa Besini (Puger).
Selain itu, kawasan Candi Deres sejatinya bisa dikembangkan menjadi destinasi pariwisata sejarah yang merupakan wisata minat khusus. Seandainya bentuk candi masih relatif bagus, tentu banyak siswa dan mahasiswa yang bisa diajak berkunjung di mana mereka juga bisa mendapatkan informasi sejarah, budaya, dan pengetahuan.
Budaya dan pengetahuan bisa dikenalkan melalui model bangunan candi dan bahan batu bata yang sangat khas. Para pengunjung bisa diajak membayangkan dan memikirkan kehebatan para ilmuwan, seniman, dan teknokrat di masa Majapahit yang mampu membangun candi berbahan batu-bata dengan karakteristik lokal seperti patung dan relief.
Ngabuburit sekaligus Belajar
Saya selalu meyakini bahwa bejalar yang menyenangkan akan berdampak sangat baik kepada anak-anak. Mereka tidak pernah merasa dipaksa untuk belajar dengan metode pembelajaran di ruang kelas. Momen ngabuburit bisa kita manfaatkan untuk melakukan proses pembelajaran secara lebih lentur.
Pemberian informasi dengan cara santai sambil mengamati batu bata dan pohon yang tumbuh di antara mereka setidaknya menjadikan putra kedua saya tertarik untuk menanyakan hal-hal yang menurutnya perlu diperdalam lagi. Ketertarikan tersebut karena penjelasan langsung berhadapan dengan material candi yang tentu menjadi hal baru baginya.
Dari model interaksi dan observasi tersebut proses pembelajaran akan mengalir, tanpa menghadirkan banyak tuntutan kepada anak. Para pendidik tinggal mengembangkannya dengan memberikan pertanyaan sederhana kepada para peserta didik.
Ngabuburit, bagi saya, bisa dimanfaatkan untuk mengajak anak-anak dan anggota keluar lain untuk mendapatkan banyak informasi sekaligus berbahagia menunggu saat berbuka puasa.
Situs sejarah menjadi salah satu rekomendasi karena mereka bisa menambah wawasan dan pengetahuan untuk melengkapi apa-apa yang mereka peroleh di sekolah.
Dengan cara demikian, ngabuburit bukan semata-mata menjadi kegiatan untuk menghibur diri sembari mengabaikan rasa haus dan lapar menjelang buka puasa. Lebih dari itu, ngabuburit juga bisa menjadi momen untuk melaksanakan perintah Tuhan, "memperoleh dan memperjuangan ilmu pengetahuan."
Tentu, Tuhan tidak membatasi hanya pada ilmu agama. Perintah untuk menuntut ilmu pengetahuan juga berupa ilmu-ilmu lain yang bisa bermanfaat untuk kehidupan manusia, masyarakat, dan bangsa selain memperdalam keimanan kita kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.
Rujukan
Hadi, Y. Setiyo. (2019). Riwayat Penemuan Candi Deres / Candi Retja. Jember: Boemi Poeger.
Content Competition Selengkapnya
MYSTERY TOPIC
Bercerita +SELENGKAPNYA
Ketemu di Ramadan

Ketemu di Ramadan hadir kembali. Selain sebagai ajang buka puasa bersama Kompasianer, ada hal seru yang berbeda dari tahun sebelumnya. Penasaran? Tunggu informasi selengkapnya!