Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Dosen

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Artikel Utama

Mata Air, Puasa, dan Kesadaran Ekologis

12 April 2023   00:08 Diperbarui: 12 April 2023   13:23 1629
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mata Air, Puasa, dan Kesadaran Ekologis
Pancuran yang airnya berasal dari mata air di kawasan Jambuan, Jember. Dokumentasi penulis

Sementara, para mahasiswa, tidak hanya terbatas pada pecinta alam, bisa kita ajak untuk mengunjungi mata air untuk mendiskusikan cara-cara bijak untuk merawat dan melestarikannya, sesuai dengan sudut pandang mereka. Tentu, mereka memiliki beragam pandangan berdasarkan basis pengetahuan masing-masing.

Memberikan contoh-contoh tentang kerakusan pemodal besar yang merusak hutan hujan tropis demi mengeksploitasi sumber daya mineral dan membuka perkebunan sawit bisa menjadi bahan untuk diskusi kritis bagi para mahasiswa. Mereka perlu kita ajak untuk mengembangkan nalar kritis dalam menyikapi relasi antara eksploitasi pemodal besar dengan hancurnya hutan dan hilangnya mata air. 

Sesajen untuk ritual di mata air. Dokumentasi penulis
Sesajen untuk ritual di mata air. Dokumentasi penulis

Kepada para pelajar SMP dan SMA serta para mahasiswa kita juga bisa menjelaskan bahwa ritual-ritual yang dilakukan untuk merawat mata air bukanlah tindakan syirik. Alih-alih, ritual tersebut merupakan wujud syukur kepada Tuhan yang telah melimpahkan rezeki berupa air, selain mengajak warga untuk selalu melestarikan lingkungan alam dan mata air.

Apa yang tidak kalah penting adalah kita bisa menantang aara mahasiswa untuk membuat tulisan, karya sastra, desain kaos, ataupun konten kreatif untuk mengkampanyekan kesadaran ekologis secara menarik. Tujuannya, mereka akan menjadi subjek yang secara aktif, kritis, dan kreatif terus mengajak publik membangun kesadaran ekologis.

Setidaknya, dengan ngabuburit ke mata air, kita bisa membiasakan anak-anak dan generasi penerus bahwa ibadah puasa yang diperintahkan Tuhan memiliki dimensi kompleks terkait dengan refleksi posisi manusia dalam hubungannya dengan sesama manusia, sesama makhluk, dan dengan lingkungan alam.

Ngabuburit bukan semata-mata menjadi momen untuk menunggu waktu berbuka puasa sembari jalan-jalan. Lebih dari itu, kita bisa memanfaatkan ngabuburit sebagai momen untuk menjalankan pedagogi ekologis sebagai alternatif yang berdampak bagi pemikiran dan tindakan generasi penerus untuk terlibat aktif dalam misi perawatan dan pelestarian lingkungan hidup.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun