Erni Purwitosari
Erni Purwitosari Wiraswasta

Pesepeda dan pemotor yang gemar berkain serta berkebaya. Senang wisata alam, sejarah dan budaya serta penyuka kuliner yang khas.

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN

"Connecting Happiness" Dalam Sekeranjang Telur

8 Mei 2020   21:26 Diperbarui: 8 Mei 2020   21:27 296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
"Connecting Happiness" Dalam Sekeranjang Telur
20-05-08-20-29-02-394-deco-5eb56d0e097f3640c0051262.jpg

Salah satu hal yang membuat hati serasa tersayat adalah melihat kepapahan tanpa bisa berbuat apa-apa.

Hal ini yang sempat saya rasakan ketika mendengar keluhan seorang kerabat mengenai kehidupannya saat ini.

"Beli beras gue dong berapa aja Lo mau. Biar jadi duit. Buat beli lauk. Gue bener-bener enggak ada duit. Beras mah banyak nih."

Bayangkan? Bagaimana rasanya ketika mendengar keluhan seperti itu. Sedih pastinya. Untuk seketika mengulurkan tangan memberi bantuan berupa uang rasanya tak mungkin.

Kondisi keuangan keluarga pun sedang tak menentu. Selain itu, memberi uang sekadarnya pun tak elok. Karena dia bukan peminta-minta.  Jika memberi, tentu harus bisa untuk dimanfaatkan sampai beberapa hari.

Sempat bingung juga. Bagaimana baiknya agar bisa tetap membantu? Setelah dipikir-pikir sambil melihat kondisi rumah, barangkali ada yang bisa disumbangkan. Akhirnya pilihan jatuh pada sekeranjang telur yang tersusun rapi di meja.

Ya, saya langsung terpikir untuk menyumbang beberapa kilo telur untuk kerabat yang kondisinya seperti itu.

Kenapa telur? Tentu saja agar bisa digunakan sebagai lauk makan. Terserah bagaimana cara mengolahnya. Sebab mereka yang kondisinya seperti itu biasanya memang mendapatkan bantuan dari sana-sini. 

Namun bantuan yang datang hampir semua sama isinya. Beras, minyak, gula dan mie instan. Sepuluh saja bantuan yang diterima. Sudah bisa buka toko sembako seloroh kawan saya. 

"Iya, juga sih. Pantas si kawan meminta saya untuk membeli berasnya. 

Pekerjaan sehari-hari  mereka yang hanya pekerja serabutan, membuat mereka kehilangan mata pencaharian di kondisi seperti ini. Itulah kenapa mereka butuh uang? Sebab memang tak ada. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun