TRADISI Pilihan

Ramadhan Penuh Keajaiban di Kaki Gunung Ciremai Era 80-an

2 April 2023   08:56 Diperbarui: 2 April 2023   09:14 1583
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gunung Ciremai tampak gagah terpasak kuat di kejauhan. Saat mobil Colt T-120 berguncang menerjang jalan menanjak dan berbatu menuju sebuah desa di kaki gunung tertinggi di Jawa Barat itu. Aku masih berumur 10 tahun dan duduk di kelas 4 sebuah sekolah dasar di Jakarta Selatan. 

Keajaiban pertama yang aku rasakan adalah tampak orang-orang melintas berjalan kaki dengan punggung memanggul karung besar sekali. Terlihat santai saja sambil bercakap-cakap bahkan bercanda di jalanan yang menanjak tajam. Wooow ... Luar biasa.

Rumah kakek dan nenekku dari pihak ayah berada di Desa Tegaljugul, Jalaksana, Kuningan. Oya ... Aku biasa memanggil mereka dengan sebutan Apa dan Ibu. Jika di Jakarta tentu tak asing lagi kita dengan lampu listrik, televisi, dan kulkas, jangan harap menemukan tiga benda itu di rumah Apa yang menjadi tempatku menikmati bulan Ramadhan 1400 Hijriyah (bertepatan dengan 13 Juli - 11 Agustus 1980 Masehi). Ajaib ya ... Mereka bisa tetap happy dengan segala keterbatasan itu.

Kaka, Mas, dan Teteh di depan rumah Apa dan Ibu saat liburan sekolah dua belas tahun lalu. Dokumen pribadi.
Kaka, Mas, dan Teteh di depan rumah Apa dan Ibu saat liburan sekolah dua belas tahun lalu. Dokumen pribadi.

Nah ... Mobil yang mengantarku itu milik Aki dan Eni (sebutan untuk kakek dan nenekku dari pihak ibu). Mereka tinggal di pusat Kabupaten Kuningan dekat masjid raya dan alun-alun, bukan di desa. Sebelum berlibur di Desa Tegaljugul, aku berlibur di rumah mereka yang besar dan tentu saja sudah ada listrik. Jadi ... Saat berada di rumah Apa dan Ibu sungguh aku harus beradaptasi dengan keajaiban lainnya he3 ...

Mobil Colt T-100. Sumber: https://www.madjongke.com/ 
Mobil Colt T-100. Sumber: https://www.madjongke.com/ 

Oya ... Aku juga lihat ada mobil Colt T100 yang dijadikan angkutan pedesaan. Selain mengangkut orang ternyata di atas kap mobil juga ada sayuran yang akan dibawa ke pasar. Ajaibnya lagi di bagian pintu belakang pun masih digunakan orang bergelantungan -hanya berpegang pada semacam besi di ujung kap. Ya aaampuuun ... 

Akhirnya ... Sensasi naik angkutan pedesaan semi horor itu pun aku jalani bersama bibiku. Ia mengajakku ke pasar di kecamatan untuk membeli bahan-bahan membuat kue lebaran. Aku dipangku Bibi karena bagian dalam penuh sesak penumbang bergabung karung dan keranjang hasil bumi yang akan dijual di pasar. Kata Bibi karung itu berisi bawang, ubi, jagung, labu parang, dll. 

Nah ... Sepulang dari pasar berganti yang dibawa adalah tepung, gula, minyak goreng, kopi, dan Supermi. Atap mobil tak ada barang.  Ajaib yang ada adalah beberapa penumpang rela duduk di kap mobil demi segera bisa pulang ke rumah. Maklumlah mobil angkutan pedesaan ini sangat terbatas jumlah dan waktu operasinya.

Teteh  berjalan-jalan di pematang sawah menikmati suasana Desa Tegaljugul. Dokumen pribadi.
Teteh  berjalan-jalan di pematang sawah menikmati suasana Desa Tegaljugul. Dokumen pribadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun