Lailatul Qadar dan Pengharapan
Keistimewaan bulan Ramadhan diantaranya karena di dalamnya ada malam Lailatul Qadar. Malam yang diinginkan oleh seluruh kaum muslimin untuk mendapatkannya. Sebab malam itu adalah malam yang lebih baik dari seribu bulan.
Lailatul qadar terdiri dari dua kalimah yakni lailah dan al qadr. Secara bahasa, lailah artinya adalah hitam pekat. Karenanya malam dan rambut hitam sama-sama disebut lail. Malam dimulai dari terbenamnya matahari hingga terbitnya fajar.
Sedangkan al qadr artinya adalah kemuliaan atau penetapan. Dengan demikian, lailatul qadar secara bahasa artinya adalah malam kemuliaan atau malam penetapan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman yang artinya; “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan” (QS. Al Qadr: 1)
Kerahasiaan turunnya malam lailatul qadar menjadi pengharapan bagi orang-orang yang beriman untuk meningkatkan kualitas ibadah di sepuluh hari terakhir ramadhan. Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak memberi tahu siapa yang bisa meraih lailatul qadar supaya hati senantiasa rindu selalu beristighfar karena merasa belum mendapat ampunan.
Dibalik kerahasiaan turunnya lailatul qadar hendaknaya menjadi motivasi bagi kita untuk memperbanyak amalan ibadah. Menghidupkan qiyamul lail dengan shalat isya, tarawih dan witir dan shalat subuh berjamaah.
Disebutkan dalam hadis riwayat imam Bukhari dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa Nabi SAW bersabda: “Barangsiapa menghidupkan malam Lailatul Qadar (dengan beribadah) karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.”
Selama bulan Ramadan setiap kaum Muslim dianjurkan untuk memperbanyak membaca Al-Qur’an, terutama pada malam Lailatul Qadar. Sebagian besar ulama menyebutkan Al-Qur’an diturunkan pada malam Lailatul Qadar. Bahkan Nabi SAW setiap malam bulan Ramadan selalu membaca dan mempelajari Al-Qur’an bersama malaikat Jibril.
Dalam hadis riwayat imam Bukhari dari Ibnu Abbas, dia berkata; “Rasulullah SAW adalah orang yang paling dermawan, dan beliau bertambah kedermawanannya di bulan Ramadan ketika bertemu dengan malaikat Jibril, dan Jibril menemui beliau di setiap malam bulan Ramadan untuk mudarosah (mempelajari) Al-Qur’an.”
Beribadah dan menghidupkan malam lailatul qadar dari rumah. Kebiasaan Nabi SAW yang meningkatkan ibadah dengan cara beri’tikaf pada sepuluh hari di akhir Ramadan. Dalam hadis riwayat imam Bukhari dan Muslim dari Aisyah, dia berkata; “Nabi SAW ketika masuk sepuluh terakhir bulan Ramadan, mengencangkan kain bawahnya, menghidupkan malamnya, dan membangunkan keluarganya.”
Dengan melakukan amalan ibadah tersebut diharapkan bertepatan dengan malam Lailatul Qadar dalam keadaan beribadah kepada Allah. Sehingga seluruh amalan ibadah tersebut menjadi amalan terbaik yang dinilai lebih baik dari beribadah seribu bulan. (https://www.madaninews.id/11346/meraih-malam-lailatul-qadar-dari-rumah.html)
Selagi masih di sepuluh terakhir Ramadhan, mari kita tingkatkan kualitas ibadah kita dengan puasa, shalat malam, tadabbur Alquran, sedekah, iktikaf, dan tentu perbanyak istighfar, dengan harapan kita merasakan malam lailatur qadar.