Praktisi dan pemerhati pengembangan sumber daya manusia melalui konsultansi, pelatihan, asesmen. Menyukai sepakbola, otomotif dan jalan-jalan.
Bertetangga dengan Pemeluk Agama Berbeda
Masa Kecil
Sewaktu masih bersekolah di SD sampai SMA, (1966-1978) penulis tinggal bersama Ayah dan Ibu di kawasan belakang Pasar Anyar Tangerang yang masih lengang. Pemukimannya sudah seperti blok-blok yang biasanya ada di kompleks-kompleks perumahan saat ini. Satu blok terdiri dari 30 rumah dengan masing-masing luasnya 250 m2. Waktu itu mendapatkan tanah yang luas masih sangat mudah. Posisi tanah berada di huk dan rumah dibangun agak ke sudut dalam. Di pinggir jalan sudah ada selokan yang airnya mengalir dan belum berpolusi.
Penulis mulai ingat tentang diri sendiri ketika mulai bersekolah di SD yang jaraknya sekitar 2 km dari rumah dan ditempuh dengan berjalan kaki. Waktu itu berjalan kaki sangat menyenangkan karena jalannya tidak berdebu dan suasananya nyaman. Sore hari penulis mengaji di Madrasah di sebelah lapangan bola Persita Tangerang.
Dari rumah hanya berjalan kaki selama 10 menit dengan melalui jembatan yang menyeberangi sungai kecil, namun airnya cukup jernih dan deras. Sepulang dari mengaji, kadang diajak sama sama berenang di sungai itu dengan hanya membuka baju saja dan tetap memakai celana pendek. Pas sampai rumah dengan celana pendek yang masih basah, ketahuan mandi di sungai, biasanya kena hukuman dari Ibu. Masa Kecil yang membahagiakan dan sama sekali tidak ada polusi dari asap kendaraan bermotor.
Sampai masa SMA pun suasana masih sama, hanya berbeda cara bermainnya dengan teman-teman. Suasana nyaman tetap ada di sekitar rumah. Dan saya tinggalkan kota kesayangan untuk kuliah di kota lain.
Para Tetangga
Lingkungan tetangga bervariasi dari segi suku bangsa. Ada warga Betawi, Bogor, Tangerang, ada juga dari Medan dan Kota lain dari Sumatra. Dari aspek agama juga bervariasi, tetangga di sisi Utara ada 4 yang beragama konghucu, di arah Timur 3 rumah beragama Kristen, 1 beragama Konghucu, di ujung huk selatan dan sebelahnya ada 4 keluarga dengan sebutan haji. Di Ujung jalan ada rumah kerajinan topi anyaman khas Tangerang beragama Konghucu. Di Bagian Barat ada juga keluarga muslim lainnya. Secara umum suku dan agama bervariasi.
Kalau sore hari setelah mengaji biasanya bersama teman teman kecil dari yang beragam suku dan agama, sekitar 8-15 orang berkumpul di pinggir jalan dan bermain bentengan atau petak umpet. Kadang permainan di lakukan setelah sholat magrib sampai agak malam. Maklum kalau malam malam itu bermain petak umpet lebih seru karena tidak mudah kelihatan dan lampu jalan masih terbatas. Meskipun agak gelap, tapi suasana terasa aman dan nyaman. Belum ada cerita penculikan anak atau yang lain yang menyeramkan.
Teman bermain juga ada yang kakinya terkena polio, sehingga agak sulit untuk berlari, namun oleh teman teman lainnya tidak dianggap masalah. Dia bermain seperti biasa main petak umpet, main bola, main gala asin. Seru lah permainan yang menjunjung kejujuran, dan kekuatan fisik anak-anak.
Kegiatan hari hari besar
Ada hari hari besar keagamaan yang dilewati dengan sukacita. Biasanya kalau ada acara bulan puasa, para tetangga saling berkirim penganan mulai dari kue sampai dengan cincau untuk berbuka. Pada waktu lebaran atau hari raya Idul Fitri juga saling berkirim ketupat dan kue-kue lebaran. Beberapa tetangga sering hadir ke rumah untuk mengucapkan selamat. Kalau ada hari raya imlek, keluarga mengucapkan selamat kepada yang merayakan dan biasanya malah pas kembali dapat kue keranjang khas imlek. Ketika natalpun biasanya akan mengucapkan selamat ketika bertemu. Namun karena tidak banyak keluarga yang beragama kristen di daerah itu, keluarga itu biasanya pergi ke gereja utk merayakannya. Suasana bertetangga sangat menyenangkan dan tidak ada yang mengganjal sama sekali. Tidak ada perlecehan apalagi suasana tidak nyaman beribadah.
Sekarang
Sekarang penulis tinggal di tempat yang penduduknya beragama Islam, Kristen, Konghucu/Budha, Hindu, dengan perbandingan yang seimbang. Dengan semangat kebersamaan dalam satu kompleks perumahan, suasana yang tercipta aman dan nyaman. Di dalam kompleks juga sudah ada masjid dan sebelumnya ada gereja yang berlokasi di rumah.
Di awalnya ada suasana yang kurang kondusif karena pembangunan rumah ibadah sering menimbulkan konflik. Bukan hanya pembangunan rumah Ibadah, tapi juga pembuatan fasilitas umum sering jadi masalah karena dampak yang dialami oleh warga yang lokasinya dekat dengan fasilitas tersebut.