Belajar Moderasi Berpuasa dari Ramadan
Universalitas Ibadah Puasa
Puasa berasal dari bahasa Sansekerta upavasa yang berasal dari gabungan dua kata: upa (dekat) dan vasa (hidup). Lebih jauh lagi, dalam tulisan berjudul Upavasa, Puasa Menurut Veda disebutkan:
"Upavasa berasal dari gabungan dua kata dalam bahasa Sansekerta yaitu upa dan vasa. Upa artinya "dekat atau mendekat" dan vasa artinya "Tuhan atau Yang Maha Kuasa". Jadi puasa atau upavasa artinya mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.
Menurut Veda, puasa itu tidak sekedar menahankan rasa haus dan lapar, tidak hanya untuk ikut merasakan kemiskinan dan kelaparan, juga tidak untuk menghapus segala bentuk dosa dengan janji-janji surga. Akan tetapi lebih dari hal tersebut. Tujuan utama upavasa adalah untuk mengendalikan nafsu indria, mengendalikan keinginan dan mengandalikan Sad Ripu (enam musuh yang bersemayam di dalam diri kita). Indria harus berada di bawah kesempurnaan pikiran dan pikiran berada di bawah kesadaran budhi. Jika Indria terkendali dan pikiran terkendali maka kita akan dekat dengan kesucian, dekat dengan Tuhan."
Inilah jejak-jejak pewajiban puasa dalam agama-agama sebelum Islam sebagaimana disebutkan dalam ayat ke-183 dari Surah Al-Baqarah:
"Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kalian agar kalian bertakwa."
Sisi Ekstrem Ibadah Puasa
Dalam bahasa Jawa dan Sunda, puasa disebut pasa (baca: poso) yang artinya mati. Orang Sunda saat menggambarkan usaha mati-matian dengan mengerahkan segenap daya dan kekuatan sebagai paeh poso. Puasa mengisyaratkan sebentuk kematian yang melaluinya kita akan bertemu dengan Tuhan. Inilah yang menjadikan puasa berpotensi sebagai bentuk ibadah yang ekstrem. Terlebih lagi, Allah Ta'ala dalam sebuah hadits Qudsi berfirman:
"Setiap amal manusia untuk dirinya sendiri, kecuali puasa. Sesungguhnya puasa itu untuk-Ku. Dan Akulah yang akan membalasnya."
Mengapa puasa itu dinyatakan sebagai untuk Allah? Dan mengapa saat Allah menjanjikan untuk membalasnya menjadi begitu istimewa? Bukankah lazim atas Allah untuk membalas setiap amalan hamba-Nya?