Dodi Kurniawan
Dodi Kurniawan Guru

Pengajar di SMA Plus Al-Wahid

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Tempus Fugit

8 April 2022   09:58 Diperbarui: 8 April 2022   10:04 1092
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tempus Fugit

Tempus fugit. Waktu itu terbang. Rasanya baru beberapa saat saja kita menanti kapan tibanya awal Ramadan. Kini kita telah menjalaninya selama enam hari. Dan untuk menyadarkan kita akan betapa melenakannya hari-hari ini, saya kutipkan renungan Imam Hasan al-Bashri:

Ya (i)bna Adam, innama anta ayyam, dhahaba yaumun dhahaba ba'dhuka

"Wahai anak Adam, kamu tidak lebih dari serangkaian hari. Kapanpun satu hari berlalu, maka begitu pun sebagian dari kamu telah berlalu."

Ternyata, setidaknya, kita telah ditinggalkan oleh enam hari dari hari-hari milik kita sejauh Ramadan ini!

Jumlah kehilangan ini akan terus bertambah seiring terbenamnya matahari yang ironisnya kadang kita rayakan dengan beraneka ragam sajian dan camilan. Kegembiraan saat suara beduk bertalu menandai tibanya saat berbuka seolah paralel dengan degup jantung terakhir kita saat tersibaknya tirai kematian.

Saya harus merehatkan sejenak jemari ini atas sensasi yang diciptakan oleh paragraf di atas.

Rekonsiliasi Kesedihan dan Kegembiraan Hati

Lalu bagaimana halnya dengan kegembiraan saat berbuka sebagai hiburan dari Tuhan atas hamba-hamba-Nya yang berpuasa?

Tidak ada yang salah sama sekali dengan kegembiraan saat berbuka. Itu adalah fitrah. Ifthar (berbuka) adalah simbol kembalinya kita kepada fitrah kemanusiaan setelah sepanjang pagi hingga petang kita memasuki alam 'Ketuhanan'. Bayangkan bila tanpa ifthar kita akan tersesat dalam labirin 'Ketuhanan' yang menjadikan kita mabuk dan lupa untuk pulang seperti halnya Al-Hallaj atau Syekh Siti Jenar. Itulah makna sejati dari kegembiraan saat berbuka.

Berkenaan dengan kesedihan atas berkurangnya hari-hari kita sebagaimana dinasihatkan oleh al-Bashri tentu bukan kesedihan atas enggannya kita bersua dengan Sang Khaliq. Al-Bashri menyadarkan kita untuk selalu memperhatikan dengan saksama perbekalan kita selama menempuh perjalanan pulang ke alam keabadian. Saat bersua dengan Sang Kekasih betapa malangnya kita bila bertangan hampa atau bahkan berbuah tangan keburukan. Inilah makna sejati dari kesedihan saat berlalunya hari. Seorang pecinta sejati hanya merasakan bahagia atas kesenangan Kekasihnya. Adalah dusta bila tidak demikian adanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun