Dia (Kita) yang Bukan Dirinya (Kita)
Namun, ada juga yang berpendapat bahwa etimologi Afrika berasal dari bahasa Yunani. Phrike adalah kata dalam bahasa Yunani yang berarti tanah yang dingin dan mengerikan. Ketika didahului dengan awalan "A-", terbentuklah kata Aphrike, yang memiliki arti sebaliknya: "tanah yang bebas dari rasa dingin dan kengerian." Hal ini secara tepat mendefinisikan benua dan iklimnya yang berbeda dengan musim dingin di Eropa."
Alkebulan sendiri, menurut beberapa tulisan, berasal dari kata Arab al-Qabl (yang ada sebelumnya). Ini sangat menarik. Mengingat Afrika populer dikenal sebagai the Cradle of Humankind alias tempat buaian manusia yang darinya menyebar ras manusia menyebar.
Tibalah kita di benua paling selatan, Australia.
Adalah penjelajah Inggris Matthew Flinders yang menyarankan nama yang kita gunakan saat ini. Dia adalah orang pertama yang mengelilingi benua ini pada tahun 1803, dan menggunakan nama 'Australia' untuk mendeskripsikan benua ini pada peta yang digambar tangan pada tahun 1804, tulis Perpustakaan Nasional Australia. Australis dalam bahasa Latin artinya selatan.
Sebuah pernyataan 'nyentrik' sempat muncul. Guru spiritual Hindu, tulis Varun Borugadda di laman Factly, Sri Sri Ravi Shankar, mengatakan bahwa selama periode Mahabharata, Australia dikenal sebagai Asthralaya, yang berarti gudang senjata.
Kita tidak berhak untuk mentertawakan satu versi dari teori. Toh penamaan bangsa Aborigin untuk penduduk asli Australia pun tidaklah seaman versi lainnya dalam penamaan.
Dia yang Bukan Dirinya
Kembali kepada sang lelaki di foto yang saya sematkan di atas, kita seringkali bukanlah diri kita yang sebenarnya. Banyak atribusi yang tidak tepat tentang diri kita. Atau, seringkali kita mengidentifikasi secara keliru diri kita sendiri. Kalimat Dia yang bukan dirinya juga berlaku untuk kita. Ya, adakalanya kita bukanlah diri kita yang sesungguhnya.
Momentum Ramadan merupakan waktu yang tepat untuk kita menemukan siapa diri kita sebenarnya.