Ada Apa dengan Malang dan Tradisi Ramadan? Kita Intip, yuk!
Alhamdulillah, Beib. Bagi Nyai, Kota Malang masih tetap nomor satu di hati. Tetap paling menawan. Itulah sebab sampai detik ini Nyai masih betah tinggal dan menetap di kota berhawa sejuk ini. Menikmati segala keindahannya dan mengagumi keragaman seni budaya serta tradisi uniknya.
Oh, ya, Beib, mau tahu apa saja apa saja tradisi menarik yang dilakukan masyarakat Kota Malang saat bulan Ramadan? Aku kirimin foto-foto plus sedikit ulasannya, ya.
1.Tradisi Maleman
Tradisi ini sudah mendarah daging. Khususnya bagi penduduk yang tinggal di daerah pinggiran kota, yang masih memegang teguh nilai leluhur. Dinamakan Maleman karena memang tradisi ini dilakukan di setiap malam-malam tertentu selama bulan Ramadan. Tradisi Maleman yang dihelat jelang sehari sebelum berpuasa biasa disebut juga dengan istilah Megengan.
Saat Megengan tiba, ibu-ibu terlihat sangat sibuk. Mereka memasak makanan dalam jumlah yang lumayan banyak. Ada nasi. lauk pauk dan jajanan. Makanan dan jajanan itu kemudian ditlaning-tlaning. Ditata sedemikian rupa. Bagi yang tinggal di pedesaan, wadah yang digunakan cukup dari lembaran daun pisang. Oh, iya, Beib. Untuk jajanan, keberadaan kue apem tidak boleh ketinggalan.
Ketika ibu-ibu sudah rampung memasak untuk Megengan, giliran bapak-bapaknya yang sibuk bersiap-siap. Bakda Magrib mereka berkumpul dan berkeliling dari satu rumah ke rumah yang lain untuk melaksanakan hajatan atau kenduri. Tradisi kenduri ini dimaksudkan sebagai bentuk rasa syukur atas hadirnya bulan suci Ramadan. Sekaligus mengirim doa keselamatan bagi leluhur dan sanak keluarga yang sudah meninggal.
Dan tradisi Maleman ini nanti akan berlanjut sesuai dengan puasa yang sudah dijalani. Ada Malem Selikuran. Yakni malam yang memiliki tanggal ganjil, yaitu tanggal 21, 23, 25, 27, dan berakhir tanggal 29 Ramadan.
Beib. Kalau pas dolan ke Malang di bulan puasa trus terjebak macet jelang berbuka, mendadak serombongan mbak-mbak cantik datang menghampiri, jangan keburu ge-er, ya. Mbak-mbak itu bukan ngefans sama Bebeib. Tapi mereka mau bagi-bagi takjil gratis. Terima saja, ya, Beib. Jangan sungkan-sungkan. Ini termasuk salah satu tradisi unik masyarakat Kota Malang di setiap bulan Ramadan.
Kalau hari-hari biasa, orang-orang pasti akan marah saat mendengar suara ribut-ribut di tengah malam. Nah, di bulan Ramadan, kami--khususnya ibu-ibu, malah girang bukan main saat mendengar tetabuhan seadanya bertalu-talu membangunkan tidur. Tradisi Gugah Sahur atau patrol ini sangat membantu. Terutama jelang minggu-minggu terakhir di bulan Ramadan. Di mana semangat menyiapkan makan sahur mulai mengendur.
Eits, jangan salah, Beib. Permainan musik patrol yang kelihatannya sepele ini mendapat perhatian dari pemerintah setempat, loh. Setiap tahun bahkan digelar festival patrol sebagai salah satu bentuk kesenian tradisional.
Ini yang paling membedakan suasana antara bulan Ramadan dengan hari-hari biasa di Kota Malang, Beib. Telinga kita akan dimanjakan oleh lantunan merdu ayat-ayat suci Al Quran mulai dari pagi usai sholat Subuh, sore jelang sholat Magrib dan bubar sholat Tarawih.
Kegiatan ini dilakukan oleh segala umur. Lelaki dan perempuan. Dan tidak harus mereka yang sudah fasih membaca Al Quran. Bagi yang baru belajar atau pemula bahkan sangat dianjurkan menderes, meramaikan masjid dan surau-surau dengan niat menambah amalan ibadah.
Ini dia, Beib. Salah satu tempat paling favofit masyarakat Kota Malang untuk bersantai menikmati senja, ya, di alun-alun kota. Tempat ini memang sengaja dibangun untuk umum.
Suasananya nyaman dan letaknya sangat strategis. Berdekatan dengan segala fasilitas umum. Serta berhadapan langsung dengan Masjid Agung Jami, masjid tertua di Kota Malang. Tidak salah kalau di setiap bulan Ramadan, alun-alun kota menjadi tempat paling disukai untuk ngabuburit.
***
Malang, 09 Mei 2019
Lilik Fatimah Azzahra