Membiasakan diri dengan secangkir kopi sebagai wacana membangun jati diri!
Membangun Habits Takwa di Bulan Ramadan
Ramadan merupakan bulan penuh kebaikan. Di dalamnya, umat Islam didorong untuk memperbaiki dan memperbanyak kebaikan dan menahan dari sesuatu yang buruk. Banyak wahana ibadah yang harus, bahkan sangat dianjurkan untuk dilakukan, seperti berpuasa di siang hari, bersedekah, melaksanakan salat tarawih, dan yang lainnya.
Sudah menjadi keyakinan bagi umat Islam bahwaDemikian, Allah swt menyeru di bulan Ramadan tersebut sebagai proses bagi hamba-Nya agar menjadi lebih baik lagi. Maka tidak heran jika Ramadan disebut juga sebagai Madrasah at-Tarbiyah, yakni bulannya pendidikan dalam meningkatkan kualitas hidup.
Yang dimaksud kualitas hidup itu ukurannya adalah takwa. Karena pencapaian tertinggi seorang muslim di Ramadan ialah la’allakum tattaquun (al-Baqarah:183), yakni agar semua kita yang bersungguh-sungguh selama Ramadan menjadi pribadi yang mempunyai karakter takwa. Lalu bagaimana kita memahami konteks takwa tersebut. Apakah ia hanya gelar tak kasat mata saja? Ataukah ia merupakan karakter khas dari seseorang yang sukses di bulan Ramadan? Atau bahkan takwa itu bagaikan kunci yang akan membuka pintu-pintu kehidupan setelah bulan Ramadan?
Menurut hemat penulis, takwa bukan hanya sekedar gelar semata yang kita semua tidak tahu bagaimana perwujudannya. Jika dipahami demikian, maka berapa banyak orang yang kesehariannya tidak merasakan atau ada perubahan setelah kepergian Ramadan. Kata “takwa” dalam ayat perintah berpuasa (al-Bawarah:183) harus dimaknai secara kontekstual. Sehingga ia mampu memberi respons positif, khususnya bagi umat Islam dan seluruh manusia.
Bagi saya, takwa pada konteks berpuasa di bulan Ramadan ialah “habits” atau karakter yang dibiasakan selama Ramadan berlangsung. Kita dididik menjadi pribadi yang berkarakter unggul dan kreatif dalam menyelesaikan problem hidup dengan berbagai aktivitas positif yang biasa dilakukan selama Ramadan. Tidak berhenti di sana, habits takwa seharusnya menjadi kunci bagi semua aktivitas kehidupan setelah kepergian Ramadan. Habits takwa akan menjadi gambaran dari seorang muslim yang saleh. Sekaligus menjadi ukuran bagi setiap jejak langkah dan tingkah laku hidupnya.
Lalu bagaimana kita menghubungkan takwa sebagai habits yang bersifat berkelanjutan itu? Di sini kita akan menguraikan dengan beberapa contoh konkret, yakni berbagai aktivitas positif yang biasa dilakukan selama bulan Ramadan.
Beberapa pelajaran dari aktivitas positif yang lumrah di bulan Ramadan itu ialah;
- Hidup Sederhana
Aktivitas puasa tidak hanya menuntut kita menahan lapar saja. Puasa menuntut kita menahan dari apa yang belum waktunya dan bukan miliknya. Orang yang tadinya serba ada, ketika puasa statusnya menjadi sama dengan orang biasa, bahkan sama dengan yang tidak mampu. Yakni, sama-sama menahan hal yang dilarang selama puasa. Sama-sama hanya diberi jatah makan dua kali dalam satu hari.
Kita belajar menjadi manusia yang harus bisa merasa cukup dengan segala yang kita punya. Kebiasaan ini seharusnya menjadi habits yang berkelanjutan, sehingga kita dijauhkan dari hidup yang hedonis.
- Sedekah sebagai Aktivitas Kemanusiaan
Di bulan Ramadan juga umat Islam dianjurkan untuk memperbanyak sedekah. Sedekah itu beragam sekali, ada yang berbentuk uang atau makanan. Kita tahu selama Ramadan sering mendengar “berbagi takjil”. Ada yang di jalanan, dan biasanya di masjid-masjid.
Aktivitas sedekah itu bisa kita lihat sebagai gerakan kemanusiaan. Karena dalam bersedekah, orang yang punya harus mempunyai kesadaran dan perasaan simpati sesama manusia. Sehingga ia terdorong untuk berbagi sesuatu yang ia punya dengan orang-orang yang kiranya lebih membutuhkan.