fatmasari titien
fatmasari titien Penulis

ibu profesional, pembelajar dan pegiat sosial.

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN

Maafkanlah dan Lapangkanlah Dada

5 Mei 2021   20:25 Diperbarui: 5 Mei 2021   20:30 1974
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Maafkanlah dan Lapangkanlah Dada
Maafkanlah dan Lapangkanlah Dada, gambar Dok. pribadi

Ibnu Rajab rahimahullah memberi penjelasan menarik,
"Dianjurkan banyak meminta maaf atau ampunan pada Allah di malam lailatul qadar setelah sebelumnya giat beramal di malam-malam Ramadhan dan juga di sepuluh malam terakhir. Karena orang yang arif (bijak) adalah yang bersungguh-sungguh dalam beramal, namun dia masih menganggap bahwa amalan yang ia lakukan bukanlah amalan, keadaan, atau ucapan yang baik. Oleh karenanya, ia banyak meminta ampun pada Allah seperti orang yang penuh kekurangan karena dosa."

Yang perlu dianalisa, mengapa Rasulullah shalallahu 'alaihi wassalam menggunakan kata al 'afwu dalam redaksi doa tersebut di atas dalam momen puncak di bulan ramadhan.

Rasulullah shalallahu 'alaihi wassalam ingin mengajarkan agar setelah benar-benar memohon maaf kepada Allah, lalu bertafakkur apakah kita telah memiliki sifat pemaaf atau malah kita kaya dengan sifat pendendam.

Bagaimana mungkin kita memohon maaf kepada Allah sementara pada saat yang sama kita dipenuhi sifat permusuhan dengan sesama? Bila kita ingin dimaafkan Allah ta'ala, tentunya kita juga harus memaafkan manusia.

Biasanya salah dan khilaf orang lain lebih mudah dimaafkan bila tak sering berinteraksi dengannya. Jarak memang bisa membuat orang menjadi rindu dan menghilangkan rasa marah.

Namun, akan terasa sulit untuk memaafkan ketika yang tersalah senantiasa intens kita temui. Dan yang bersangkutan tidak merasa berbuat salah dan khilaf. Demikianlah jamaknya dengan keluarga, orangtua, pasangan dan anak-anak. Level marahnya bisa naik beberapa tingkat, karena merasa telah banyak berbuat dan berkoran, tapi tetap saja disakiti hatinya. Nyesek banget dah.

Maka maafkanlah, dan lapangkanlah dada. Apa untungnya memelihara amarah dalam dada? Hanya akan semakin membuat penuh dan sesak dada kita. Lagipula tak ada seorang pun yang steril dari salah dan khilaf.

Oleh sebab itu, jadilah pemaaf. Ini merupakan kado terpenting dari terselesaikannya gemblengan bulan ramadhan. Terutama hasil muhasabatunnafs (introspeksi diri) pada malam Lailatul Qodar. Ini sejalan dengan perintah Allah dalam QS Al a'raf : 199

"Jadilah pemaaf dan suruhlah orang lain agar melakukan perbuatan yang tidak bertentangan dengan tradisi masyarakat [selama tidak melanggar aturan syariat, pent] serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh".

Tentunya dalam bermu'amalah dengan orang lain kita akan mendapati kekeliruan dan kesalahan, baik orang lain kepada kita, atau kita kepada orang lain. Maka dari itu sudah selayaknya kita saling memaafkan dan menjalin hubungan baik karena Allah ta'ala .

"Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan." (QS. Ali Imran: 133-134)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun