Papajar, Tradisi Menyambut Ramadan di Sukabumi
Dalam hitungan hari seluruh umat Muslim di seluruh dunia akan menjalani ibadah puasa. Ibadah puasa pada bulan Ramadan di Indonesia bukan hanya perjalanan spiritual menuju ketaqwaan tetapi banyak dihiasi ornamen-ornamen kultural yang intinya pada mensucikan diri, saling bermaafan, dan menjalin silaturahmi.
Hari-hari menjelang bulan Ramadan biasanya selalu diiringi berbagai tradisi, yang pada dasarnya memberikan semacam ritual pembeda untuk memperlihatkan betapa istimewanya bulan Ramadan tersebut bagi umat Muslim.
Terdapat banyak tradisi dalam menyambut Ramadan di Indonesia, di Aceh ada tradisi Meugang, Sumatera Utara ada Punggahan, di Sumatera Barat ada tradisi Malamang, di Jawa Tengah dan Yogyakarta ada istilah Nyadran.
Nah lain di Betawi tradisi ini dinamakan Nyorog, di Sulawesi Selatan dinamakan tradisi Suru Maca. Saya sendiri karena lahir dan dibesarkan di wilayah Jawa Barat, tepatnya di sebuah kota kecil bersuhu cukup sejuk Kota Sukabumi, akrab dengan tradisi Papajar.
Papajar itu sederhananya pergi berekreasi ke sebuah daerah bersama keluarga atau teman untuk makan siang bersama sekaligus bersilaturahmi.
Di Sukabumi sendiri Papajar pada umumnya dilakukan ke Palabuhan Ratu, Salabintana atau beberapa tempat wisata lain.
Secara teknis biasanya para keluarga membawa makanan (seperti nasi timbel lengkap dengan lauknya) ke tempat rekreasi dan makan bersama di sana, baik di rerumputan maupun membawa tikar yang digelar di atas pasir pantai.
Papajar sendiri menurut cerita turun temurun yang saya dengar dari orang tua, berasal dari kata mapag pajar, tentu saja yang di papag atau disambut itu Fajar Ramadan.
Papajar memang berakar dari tradisi masyarakat Sukabumi, meski saat ini telah mengalami pergeseran.
Menurut buku 'Soekaboemi The Untold Story' yang ditulis Irman Firmasnyah, tradisi Papajar awalnya dilakukan oleh para ulama saat menunggu pengumuman hilal bulan Ramadan, di masa kekuasaan Wiratanudatar III pada tahun 1720-an.
Para ulama dan sebagian masyarakat biasanya menunggu hasil keputusan pemerintah dengan berkumpul di masjid, saling bermaafan, dan membawa makanan. Di sanalah mereka menunggu keputusan sambil makan bersama.