Khalayan
Khalayan
Suatu waktu ketika pandangan mata terbuka menatap hamparan tanah yang ditumbuhi besi, senyum kecil ini mengembang, menikmati setiap angin yang pergi membawa harapan-harapan, suasana malam yang masih bisa aku rasakan dan suara bising kendaraan yang bersabar melaju dalam kemacetan yang semakin melengkapi sudut pandang. Aku menutup mataku sejenak, menghela nafas berat, menunduk selayaknya diriku yang tidak mempunyai apa-apa, Senyumku telah pudar.
Dengan apa aku harus membawa semua ini pergi? Baiknya seperti apa yang harus aku lakukan ketika maksiat bertebaran dimana-mana? bahkan dalam diri sendiri ini masih banyak yang harus diperbaiki. Akankah aku harus menunggu? Apa yang harus lakukan?
Beberapa bangunan tinggi itu tertata rapi, menghiasi kota yang aku pijaki saat ini. Namun, bukan itu permasalahannya, tapi apa yang tertera jelas dalam abjad kata yang tercahayai. Bahwa dibalik itu semua terdapat sistem yang merugikan negeri, menggerogoti celah dalam keindahan alam, memberi yang selayaknya tak harus dimiliki, perselisihan yang seharusnya ditebas lebih dalam lagi, dan semua ini semakin ngeri jika terus dibiarkan terjadi.
Adalah jantung perekonomian negeri yang tak di ridhoi.
Tersebab riba yang sudah jelas diharamkan oleh sang pencipta.
Adalah kemaksiatan berjamaah yang selalu mewarisi generasi penerus negeri ini.
Mendzalimi, menindas, dan merugikan manusia yang katanya mempunyai hak
Disisi lain menjunjung tinggi adab dan etika, disisi lain menginjak harga diri manusia yang berhak
Masihkan aku diam? Melihat kemungkaran yang jelas terlihat oleh mata ini, bagaimana aku bisa menjawab pertanyaan malaikat nanti?
Akankah aku masih terhenti? Melihat kemaksiatan yang jelas ada dalam tempat dimana aku ditakdirkan berdiri, bagaimana aku bisa melewati shirath dengan cepat?
Andai Rosulullah masih ada di bumi ini...
Mungkin dunia ini tak menjadi sekeras ini...
Andai Aturan Allah ditegakkan kembali...
Mungkin dunia ini akan menjadi sebaik-baik tempat selain syurga-Nya...
Padahal telah kutaui bahwa kita adalah umat terbaik
Padahal jelas sudah seketika mata ini terpejam kan ada bayangan bagaimana tempat indah-Nya yang telah di janjikan
Keras sekali, dan merasa sulit serta tak mungkin
Berapa ayat yang harus aku ingkari lagi, ya Allah.
Sebanyak mana lagi dosa yang aku harus tanggung nanti.
Pasrahkah jika aku terus terpenjara dalam sistem yang merugikan umat?
Terlebih mengkhianati setiap apa yang diperintahkan pencipta?
Kenapa sesekali dengan percaya dirinya merasa akan memasuki surga?
Sedang ujian berat belum pernah aku lalui, pengorbanan harta dan jiwa bahkan belum pernah tergadaikan.
Bergeraklah wahai diri, kuatkan iman, percayakan sepenuhnya, berbaliklah langkah, dan pilihlah jalan apapun yang di ridhoi oleh-Nya
Jalan yang benar, terbaik, dan paling bermanfaat.
Maksimalkan semua ini, meski lawan tak pernah reda untuk menggempur pertahanan.
Lelah, bangkit, sakit, semangat, future, yang terpenting kau sudah berperan.
Sampai mati atau menang.....
Jakarta, 150718
Fiiya Amzya