Blogger dan Content Creator. Member Kompasiana sejak Juni 2010. Aktif menulis di blog bangdzul.com dan vlog https://www.youtube.com/@bangdzul/
Cara Redakan Marah ala Nabi
Marah memang salah satu emosi yang dianggap negatif. Padahal, jika kita tahu bahwa semua emosi yang kita miliki pasti ada sebab musababnya.
Oleh karena itu, marah tidak melulu berkonotasi negatif. Ada kalanya marah memang diperlukan, asal bisa menempatkan secara adil.
Contoh sederhana, ketika keluarga kita dihina dan dipermalukan di depan umum, pantaslah kita marah membela keluarga.
Jika kompasiener pernah menonton salah satu film animasi Inside Out, digambarkan betapa emosi di dalam jiwa ini saling berkelindan. Jika seseorang menahan sedih karena tidak mau dianggap cenegeng, justru akan menjadi tekanan batin yang efeknya berdampak kepada kejiwaan.
Begitu pula dengan marah. Jika terbiasa memendam marah, ibarat seperti menunggu bom waktu meledak.
Jadi, marah pun harus jelas sebab musababnya. Tidak jelas juga jika marah tanpa sebab atau hanya karena salah paham, dan sebab sepele lainnya.
Beberapa pakar kejiwaan malah menyarankan untuk melampiaskan kemarahan lewat olahraga seperti berlari, berenang, atau meluapkan emosi yang tertahan pada aktivitas fisik yang nenguntungkan.
Artinya, marah juga sebetulnya bisa diatur. Terkait dengan bulan puasa seperti ini, tentu kita tidak bisa meluapkan kemarahan dengan olahraga.
Bisa juga sebetulnya diluapkan dengan cara lain yang tidak desktruktif atau merugikan orang lain. Kecuali memang sudah disediakan tempatnya.
Marah tetap harus dikeluarkan, tapi ada caranya. Tidak asal marah-marah lalu merusak atau melempar handphone misalnya. Apalagi sampai menyakiti orang lain.