Blogger dan Content Creator. Member Kompasiana sejak Juni 2010. Aktif menulis di blog bangdzul.com dan vlog https://www.youtube.com/@bangdzul/
Kini Semua Orang Merasakan (Tak) Enaknya Kerja dari Rumah
Jujur entah harus bilang enak atau tidak, sebagai orang yang sudah pernah mengalami bekerja di sebuah startup, kondisi saat ini sebenarnya bukan hal yang asing lagi buat saya.
Memang sih, pengalamannya amat berbeda. Remote workingnya tidak selama ini sampai menghabiskan lebih dari dua pekan di rumah saja.
Tetapi, bagi sebagian pekerja formal yang mendambakan bisa bekerja secara jarak jauh kini bisa merasakan bagaimana sebenarnya kerja dari rumah pun sebenarnya tak mudah.
Apa alasannya? Cukup banyak lho hal yang membuat kita justru tidak bisa maksimal bekerja dari rumah.
Pertama, bagi yang sudah punya anak dan istri biasanya ada saja permintaan anak atau istri yang harus dipenuhi. Mau tidak mau bekerja pun harus diselingi dengan melayani mereka.
Kedua, bagi yang rumahnya terbatas dan berada di lokasi yang padat, terpaksa harus mencari suasana yang benar-benar kondusif. Bayangkan jika dalam waktu yang bersamaan, ayah, istri dan anak sama-sama melakukan zoom meeting di pagi hari sementara si kecil ikut nimbrung bermain. Pokoknya rasanya udah nano-nano deh.
Ketiga, buat saya yang sudah lebih dari tiga tahun pernah mencicipi kursi di sebuah startup saja sudah dilanda kebosanan. Bersyukur masih ada banyak kesibukan yang berbeda sehingga waktu ini rasanya terasa begitu cepat. Sampai-sampai kadang-kadang saya belum bisa fokus membantu Komunitas Kompasianer Tangerang Selatan secara inten.
Kerja di rumah vs Kantor
Teman saya bilang bahwa sebenarnya ia lebih memilih bekerja secara normal di kantor. Apa pasal? Dia merasa jam kerja di rumah jadi tidak beraturan. Seharusnya sudah istirahat setelah jam kerja, tetapi ada saja permintaaan atasan yang harus dipenuhi. Beda dengan saat kondisi di kantor.
Pulang dari kantor, semua urusan sudah ditinggalkan di kantor, tidak ada lagi urusan yang dibawa ke rumah. Lah sekarang buat dia sungguh menjadi cilaka dua belas, karena semua pekerjaan kantor beraduk dan bercampur dengan pekerjaan di rumah alias hobinya bermain gim, hahahaha.
Urusan kantor dan urusan di rumah sebenarnya memang harusnya dipisah. Tetapi, sebagai anak startup rasanya sudah kebiasaan buat saya membawa pekerjaan dari kantor ke rumah. Jadi, bagi saya pribadi tidak ada perbedaan antara bekerja di rumah dan di kantor. Toh, anak dan istri saya juga sudah paham dengan kebiasaannya. Ya, pastilah ada bumbu dramanya sedikit hahaha.
Kondisi Social Distancing
Soal hubungan dengan rekan kerja mungkin memang ada yang sedikit berbeda, karena semua harus serba online. Yang tadinya bisa jajan bareng, gosip bareng, hingga makan siang bareng, kini semua benar-benar sedikit hambar, terutama buat yang jomblo dan hidup di kosan. Beda dong dengan yang sudah punya keluarga. Makan siang masih bisa di rumah sebelum Ramadan. Sekarang apalagi memasuki Ramadan bisa buka bersama terus di rumah.
Soal urusan kerjaan pun sebenarnya tidak ada masalah, hanya saja untuk urusan yang sifatnya administratif dan membutuhkan proses tanda tangan berjenjang dari atasan inilah yang cukup menyulitkan. Apalagi jika terkait dengan pengajuan bujet. Walhasil mau tak mau sesekali dalam kondisi yang mendesak, akhirnya membuat saya harus tetap ke kantor juga dengan prosedur yang ketat.
Hanya saja memang ada momen yang hilang yaitu kumpul-kumpul bareng teman-teman blogger dan Kompasianer. Biasanya kami di Ketapels selalu ada waktu paling tidak satu atau dua bulan sekali untuk berkumpul dan mengadakan acara regional bersama. Sekarang, apalagi dalam kondisi PSBB, semua benar-benar harus patuh dengan anjuran dari pemerintah agar kondisi pandemi ini segera berakhir. Ini yang justru malah bikin kangen, ketemu teman-teman lama, berbincang, bergosip dan saling bertukar pikiran bersama.