Refleksi Ramadan: Momentum Perbaikan Diri, Hati, dan Pola Pikir
Sungguh tidak terasa bulan Ramadhan yang penuh akan kebarokahan telah berada di minggu terakhirnya. Hari demi hari dalam bulan suci ini telah kita lewati secara seksama dengan usaha untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Sang Maha Pencipta dan Penguasa sekalian alam. Di bulan Ramadhan 1444 Hijriah kali ini menjadi istimewa karena dapat menjadi sebuah momentum untuk perbaikan diri, hati, dan pola fikir yang konstruktif.
Jika kita tengok kembali di awal masuknya bulan yang penuh berkah ini juga bertepatan dengan perayaan Hari Raya Nyepi 1945 Saka bagi umat Hindu. Dipertengahan juga terdapat Hari Raya Paskah bagi umat Kristiani. Hal ini menandakan bahwa Ramadhan kali ini begitu spesial dan istimewa seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya. Ramadhan saat ini tidak hanya menjadi momentum bagi yang muslim untuk melakukan pendekatan diri kepada sang khalik, akan tetapi juga menjadi proses peribadatan dan usaha untuk nyawiji terhadap Tuhan Yang Maha Esa bagi umat yang lain.
Satu hal lain yang perlu diperhatikan adalah bahwa pada Ramadhan saat ini sangat minim sekali adanya berita yang menyebutkan kalau ada penutupuan warung makan disiang hari secara paksa oleh oknum tertentu dengan alasan harus menghargai orang yang melakukan ibada puasa. Padahal seyogyanya, orang yang berpuasalah yang harusnya bisa menahan diri dari segala pantangan saat berpuasa tanpa mematikan usaha orang lain. Dari hal tersebut kita bisa melihat indahnya toleransi dan keberagaman Nusantara serta kedewasaan diri yang telah diperlihatkan oleh semua insan yang bisa saling menghargai satu dengan yang lain tanpa ada gontok-gontokan.
Bulan Ramadhan ini juga bisa disebut bulan yang penuh ampunan. Dalam artian segala ibadah yang dilakukan akan mendapatkan ganjaran kebaikan bagi orang yang melakukannya. Oleh sabab itulah, banyak orang berbondong-bondong melakukan berbagai kebaikan, entah itu dengan memperbanyak pendekatan terhadap Tuhan ataupun memperbanyak kebaikan terhadap sesama manusia.
Ramadhan juga merupakan sebuah bulan dimana kita sebagai manusia dapat melakukan perbaikan diri. Tentunya perbaikan diri yang diharapkan adalah sebuah perbaikan diri yang menuju ke arah yang positif dan sebisa mungkin untuk menanggalkan berbagai hal yang cenderung negatif.
Semua manusia tentu pasti memiliki berbagai keburukan dan kekurangan dalam dirinya. Dan terkadang sebagai manusia kita lupa bahwa kita juga tak luput akan kekurangan. Ramadhan seolah menjadi pengingat dan alarm terhadap kita bahwa kita harus menengok dan masuk jauh kembali ke dalam relung-relung diri kita untuk dapat melihat dan merasakan apakah selama ini diri kita sudah dalam jalan kebenaran atau justru telah melesat jauh dari kebenaran yang sudah ditetapkan oleh Sang Kuasa.
Jalan kebenaran seperti apakah yang dimaksud oleh-Nya? Tentu saja jalan kebenaran yang dimaksud adalah sebuah jalan yang telah ditetapkan oleh garis-garis dan haluannya, dimana sudah barang tentu kita harus menghindari segala macam keburukan yang justru menjerumuskan diri kita kepada jurang kegelapan dan kenestapaan.
Dan sudah seyogyanya diri kita melalui Ramadhan ini berusaha kembali dan melaju secara bersama-sama dan berbondong-bondong secara gotong royong ke dalam garis dan haluan yang telah ditetapkan yakni sebuah jalan kebenaran dan kebaikan yang sejati. Dengan harapan nantinya kita akan mendapatkan segala kebaikan dan keberkahan hidup dari-Nya dengan rasa syukur yang selapang-lapangnya.
Selain itu, Ramadhan tahun ini juga menjadi sebuah momentum untuk perbaikan hati. Kenapa kok menjadi momentum perbaikan hati? Karena dalam Ramadhan ini kita semua berkesempatan untuk menghilangkan segala rasa jelek dan penyakit yang ada dalam hati kita. Tidak bisa dipungkiri juga realitanya bahwa sebagai manusia yang penuh akan dosa dan kekurangan kita juga harus sadar bahwa masing-masing dari kita pasti memiliki semacam penyakit hati.
Banyak macamnya penyakit hati, misalnya iri hati dan dengki serta rasa saling tidak suka dan benci terhadap segelintir manusia lainnya. Dalam kasus hidup bermasyarakat contohnya, tak sedikit dari kita mungkin ada yang merasa iri hati dan tidak suka ketika ada tetangga atau sanak famili kita meraih kesuksesan dan menjadi riang hati ketika tetangga atau sanak famili kita mengalami kesusahan dalam hidupnya.