PNS pada Satuan Polisi Pamong Praja di Kab. Barito Utara Kalimantan Tengah. Inisiator Komunitas Beras Berkah di Muara Teweh Kalteng dan Ketua Yayasan Beras Berkah Muara Teweh.
Mensyukuri Desak Anies, Kompasiana dan Panji Sakti
Setelah Acara Desak Anies, tersisa Kompasiana dan Panji Sakti yang menambah bagian dari otak untuk berpikir, merenung dan menambah rasa syukur atas hal-hal sederhana yang dibuat manusia akhir-akhir ini.
Desak Anies, Kampanye Bermanfaat.
Di usia mendekati setengah abad saya bersyukur sempat merasakan kampanye yang berbeda dan bermanfaat (meskipun hanya menonton online). Bukan kampanye yang isinya dangdutan atau konvoi-konvoi dengan knalpot bong yang meraung-raung. Rakyat Indonesia pun seharusnya bersyukur kita akhirnya punya tempat untuk mendialogkan masalah bangsa kepada calon pemimpin yang akan kita pilih.
Desak Anies adalah kampanye cerdas, bukan hanya tersosialisasinya misi visi calon Amin yang dapat disebarkan tapi saya banyak mendapatkan pencerahan bagaimana menjalankan fungsi pemerintahan yang melayani/mengayomi masyarakat.
Bagaimana Anies menjawab pertanyaan tentang benturan kepentingan antara politik dan birokrasi, bagaimana mengambil keputusan yang tidak mungkin menyenangkan semua orang, men-deliver pekerjaan dan menkomunikasikan gagasan dan masalah atau kesulitan dalam memberikan pelayanan.
Dengan biaya yang murah kampanye semacam Desak Anies dapat diikuti oleh calon-calon pemimpin lain. Calon pemimpin hanya membutuhkan kapasitas intelektual dan emosional yang memadai. Kerelaan hati untuk mendengar kritik yang kadang terasa sangat tajam dan pertanyaan yang menguliti semua masa lalu calon pemimpin.
Meskipun tidak berhasil mendapatkan suara dari mayoritas masyarakat Indonesia, kampanye politik semacam ini bisa menjadi model kampanye di masa yang akan datang. Dengan biaya yang lebih murah, gagasan visi misi lebih tersosialisasikan dan lebih adil bagi calon pemimpin mumpuni tapi tidak memiliki harta yang berlimpah.
Kompasiana, Lingkungan Yang Asri.
Sejak November tahun 2022 bergabung dengan Kompasiana, saya bersyukur sekali. Di Kompasiana saya bisa belajar menulis lagi. Saya seperti menemukan saluran untuk menuliskan hal-hal yang saya pikirkan, serasa meringankan beban di otak.
Banyak hal yang saya tulis di Kompasiana, tidak dapat saya sampaikan di kantor, kadang berbeda dengan kebijakan pemerintah daerah namun tidak dalam rangka menghakimi, karena kebijakan pimpinan atau pemerintah memiliki preferensi sendiri.
Saya juga sering menyampaikan hal-hal di belakang layar kenapa sebuah kegiatan kami lakukan. Semacam sosialisasi agar masyarakat memahami tindakan, tugas dan fungsi yang dilakukan, karena jangankan masyarakat biasa, aparat birokrasi pun sering tidak begitu memahami tupoksi kami di satpol PP.
Dengan pekerjaan yang kebanyakan di lapangan, Kompasiana menyediakan ruang bagi saya untuk terus berpikir kemudian menuliskan dan membaginya serta mengabadikan pikiran tersebut.
Apalagi di Kompasiana saya seperti menemukan lingkungan yang teduh, diisi tulisan-tulisan yang bermanfaat dan inspiratif, yang lebih berguna daripada ledakan informasi di media media sosial lainnya.
Kompasiana berhasil mengumpulkan orang-orang baik yang dengan senang hati membagikan informasi, pengetahuan dan cerita inspiratif. Menjadi semacam tetangga di dunia nyata, menjadi guru, senior dan teman.
Kompasiana adalah platform yang luar biasa, wajar bila hadirnya Kompasiana di kehidupan saya adalah sebuah keadaan yang perlu di syukuri bukan?
Panji Sakti, Religius Mencintai
Religiusitas lagu Panji Sakti, bukan musiman. Tidak melonjak hanya di bulan Ramadhan, namun Ramadhan saya tahun ini terasa lebih syahdu di-soundtrack-i dengan lagu-lagu Panji Sakti di Spotify.
Sebut saja "Kepada Noor", "Jiwaku Sekuntum Bunga Kamboja", "Tanpa Aku" atau "Sang Guru" diiringi dengan alat musik minimalis adalah paket lengkap nan sederhana dari musik dan lirik.
Lirik-lirik lagu Panji Sakti sangat puitis, bisa pula musikalisasi puisi. Selain puitis liriknya sangat religius dan sufistik. Usia saya sekarang membuat lirik-lirik cinta manusia kurang berkesan apalagi kalo dibungkus musik koplo.
Berikut salah satu bait dari lirik Tanpa Aku-nya Panji Sakti :
Bantu aku mencintai jalan pulang
Demi bertemu dengan-Mu, Lumbung Keabadian
Bantu aku merindukan-Mu
Tanpa apa, tanpa aku, hanya Engkau
Bagus banget kan?
Mendengarkan petikan gitar Panji Sakti, kita dilarutkan dalam perjalanan yang membuat tenang pikiran. Setelah menjalani hiruk pikuk kehidupan atau penertiban PKL, mampu mendengarkan Panji Sakti adalah kemewahan yang perlu disyukuri.
Sangat sedikit bahkan mungkin tidak ada bedanya mendengarkan Panji Sakti secara Live dengan mendengarkannya di dalam kamar yang hening dengan memejamkan mata dan merenung, tentu saja sebelum Alisha Kayana Cinta (8 bulan), anak bungsu saya, menangis minta gendong.