PNS pada Satuan Polisi Pamong Praja di Kab. Barito Utara Kalimantan Tengah. Inisiator Komunitas Beras Berkah di Muara Teweh Kalteng dan Ketua Yayasan Beras Berkah Muara Teweh.
Mau Puasa Media Sosial? Coba Kompasiana
Kompasiana menuntun saya berpuasa media sosial (medsos). Gara-gara Ramadan Bercerita saya harus menulis setiap hari. Otomatis saya harus mengurangi kegiatan tak berguna di medsos.
Dan karena topik selalu berkaitan dengan Ramadan, saya semakin tahu banyak kekurangan saya dalam menjalankan ibadah Ramadan. Selain itu, saya menyadari bahwa saya bisa belajar banyak di Kompasiana, bukan hanya belajar menulis.
Saya mengkategorikan Kompasiana sebagai medsos tapi beyond blogging, menggunakan Kompasiana sebagai cara puasa medsos bisa dicoba, seperti yang saya rasakan.
Sejak saya mengikuti Ramadan Bercerita di Kompasiana, wajah media sosial saya berubah total. Postingan di Facebook (FB), Instagram (IG) Youtube (Yt) dan Tiktok sebagian besar adalah share-sharean dari tulisan/artikel saya di Kompasiana atau materi yang terkait dengan Kompasiana.
19 hari Ramadan, wajah medsos saya tampak seperti angka-angka berikut ini :
Dari 48 postingan di FB hanya 9 postingan yang tidak terkait dengan Kompasiana. Dan dari 28 postingan di IG hanya 5 postingan yang tidak terkait dengan Kompasiana.
Dua postingan di TikTok satu terkait Kompasiana dan satunya tidak. Terakhir di Youtube (Yt) dari 4 postingan semuanya adalah video yang berkaitan dengan Ramadan Bercerita di Kompasiana.
Media Sosial dan Hobi
Media sosial (medsos) saya tampak seperti perpanjangan tangan akun Kompasiana. Kesibukan menulis di Kompasiana membatasi aktivitas saya di medsos-medsos, khususnya FB dan IG.
Dengan kata lain, salah satu cara kita berpuasa dari medsos adalah dengan mengerjakan apa yang kita sukai. Kita yang suka menulis bisa memilih Kompasiana, yang suka menyulam atau hobi lainnya bisa menambah kuantitas aktivitas kesukaannya sehingga mengurangi aktivitas di medsos.
Video tangkapan layar FB penulis/Dokpri
Saya beruntung di Ramadan tahun ini saya mengikuti Ramadan Bercerita. Di Ramadan Bercerita, kita bisa membagikan kebaikan, siapa tahu cerita kita bisa berguna untuk orang lain, dan yang pasti untuk diri kita sendiri.
Media Sosial dan Kerjaan Kantor
Sebenarnya saya sudah lama menjadikan medsos sebagai bagian dari kampanye/sosialisasi kegiatan kantor. Apalagi salah satu tugas kami di Satpol PP adalah sosialisasi peraturan daerah atau peraturan kepala daerah.
Sayangnya, pesan-pesan yang ingin di sampaikan tidak terpaparkan dengan cukup gamblang di medsos-medsos tadi. Susah sekali menjelaskan peraturan daerah dan peraturan kepala daerah dengan foto atau video.
Begitu pula Hambatan dan tantangan kegiatan, alasan atau dasar kegiatan, maupun kontroversi atas suatu kegiatan di lapangan. Saya mengalami kesulitan menjelaskannya semua itu dengan foto atau video (mungkin karena ketidakmampuan pribadi).
Sementara di Kompasiana saya bisa menjelaskan dengan lebih gamblang permasalah yang saya alami berhubungan dengan kegiatan atau pekerjaan kami di Satpol PP.
Semoga saya bisa istiqamah menulis di Kompasiana, apalagi sejak awal tahun ini, FB dan IG Satpol PP sudah aktif kembali, saya bisa melanjutkan puasa medsos lebih lama.
Stop Medsos sebagai Refensi Keputusan
Meskipun dari dahulu saya tahu bahwa alogaritma media sosial akan menyajikan tulisan, video dan gambar/foto mengikuti kecenderungan penggunanya, tapi saya baru merasakan pengaruhnya yang luar biasa ketika pemilihan presiden kemarin.
Banyak keputusan pemilih yang dibuat karena refensi dari medsos. Saya sering menemukan argumentasi mendukung kawan-kawan sama persis seperti share-sharean di medsos, sepertinya tidak ada argumen yang benar dari pihak lain, medsos sudah menyaring informasi yang dia sukai saja, bahkan tanpa memeriksa kebenaran berita atau kejadian.
Berbeda dengan di Kompasiana argumen penulisnya bisa kita verifikasi dan kalo perlu dibantah, dan penulis Kompasiana bertanggungjawab atas apa yang ditulisnya.
Semenjak itu saya berpendapat untuk tidak menjadikan Medsos sebagai Refensi dalam mengambil Keputusan apapun, apalagi keputusan yang berhubungan dengan hajat hidup orang banyak.
Dengan menghentikan medsos sebagai referensi, kita mengurangi peran dan waktu kita ber-medsos ria.
Alarm dari Medsos
Sangat sulit untuk tidak bermedsos di zaman sekarang. Semua orang memiliki medsos dengan bermacam tujuan. Tidak sedikit pengguna medsos memiliki tujuan mulia, tapi tentu saja ada yang bertujuan jelek juga.
Bagi kita yang sudah kecanduan medsos, interaksi yang terlalu lama di depan hape dan komputer bisa menyebabkan bermacam penyakit, misalnya penyakit mata, atau gangguan tidur.
Saya men-setting penggunaan medsos saya hanya untuk satu jam setiap harinya. Meskipun sering saya abaikan tapi alarm seperti itu tetap dibutuhkan sebagai pengingat kita bahwa kita sudah bermain di medsos itu, satu jam. Kemudian ingin kita lanjutkan atau tidak tergantung kebutuhan apalah ada yang penting yang harus dikerjakan atau cuma scroll-scroll buang waktu saja.
Secara pelan-pelan kita mengendalikan diri melalui pengingat tersebut. Awalnya kita sering abaikan akhirnya kita bisa langsung matikan dan lanjut mengerjakan yang lain yang lebih penting atau lebih kita sukai, misalnya menulis di Kompasiana.
Tapi kenyataannya kemampuan kita mengendalikan diri tetap lebih berpengaruh pada akses kita menggunakan medsos. Pengendalian diri saya sangat terbantu dengan adanya tanda peringatan dari medsos itu sendiri, silahkan dicoba.