H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Wiraswasta

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Apakah Mendidik Bila Memberi Sedekah Pengemis ?

14 Mei 2019   03:00 Diperbarui: 14 Mei 2019   03:13 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Apakah Mendidik Bila Memberi Sedekah Pengemis ?
Ilustrasi: Pengemis. Sumber: Bintang.com

Dalam Al-Quran Allah SWT berfirman: "Mereka bertanya kepada engkau tentang apa yang mereka infakkan, Jawablah! Apa saja harta yang kamu infakkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan. Dan apa saja kebajikan yang kamu buat, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui" Al-Baqarah (2):215.

Pada umumnya umat Islam mengalami
perasaan dilematis bersedekah kepada pengemis yang masih sehat. Niatnya ingin membantu mereka yang kurang beruntung tapi di lain sisi muncul uneg-uneg dalam hati serta teringat adanya pengemis terorganisir oleh kelompok tertentu. Maka hilanglah keihlasan.

Pengemis yang terorganisir itu, bukan karena miskin, tapi mereka jadikan sebagai mata pencaharian dan umumnya mereka dalam kondisi sehat. Ada anak-anak, perempuan hamil atau membawa bayi, berpura-pura sakit dan beberapa kelompok berkedok pelajar atau mahasiswa.

Bahkan ditemukan penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) yang melakukan penipuan dengan menggugah rasa iba masyarakat untuk diberi sedekah. Nampak kelihatan pengemis asli atau pengemis yang sakit atau tubuh tidak sempurna, mereka ini biasanya pengemis perorangan.

Selain untuk meraih ganjaran pahala, bersedekah tentunya juga dari panggilan hati. Namun ada yang perlu kita waspadai ketika akan memberi sedekah pada pengemis atau gelandangan yang ada di jalanan. Itu karena akan berpotensi menambah semangat atau motivasi masyarakat menjadi malas bekerja.

Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda:"Engkau menyingkirkan batu, duri atau tulang dari jalan termasuk sedekah." (HR. Imam Tirmidzi).

Bersedekah pada pengemis di perempatan jalan. Khususnya di ibu kota Jakarta, sesungguhnya bukannya membawa kebaikan dan manfaat atau barakah, tapi justru bisa membuat si pemberi melanggar Pasal 40 (c) Peraturan Daerah (Perda) Nomor 8 tahun 2008 tentang Ketertiban Umum Jakarta.

Perda tentang Ketertiban Umum itu bahkan ditegaskan larangan memberi kepada pengemis, pengamen, pedagang asongan, dan pengelap mobil. Ancaman hukumannya adalah denda maksimal Rp. 2 juta atau kurungan maksimal 60 hari.

Sejalan dengan perda tersebut, Majelis Ulama Indonesia (MUI) DKI Jakarta yang didukung oleh MUI Pusat, telah mengeluarkan "fatwa haram" atas segala aktivitas yang menganggu ketertiban seperti mengemis, berdagang asongan, mengelap mobil atau memberi uang di jalan raya.

Aktivitas mengemis ini haram dan dilarang oleh agama karena didominasi unsur negatif. Berpotensi merugikan banyak orang dan menimbulkan kerawanan. Apapun alasannya, memberi uang kepada peminta-minta atau pengemis itu tidak dibenarkan. Tidak hanya yang menerima saja, tapi yang memberi juga masuk sebagai pelanggar hukum.

Ilustrasi: Stop mahasiswa minta sumbangan, memberi contoh yang keliru. Sumber: Tempo
Ilustrasi: Stop mahasiswa minta sumbangan, memberi contoh yang keliru. Sumber: Tempo
Stop Beri Pengemis = Stop Pro Kontra 

Banyak daerah di Indonesia telah mengeluarkan perda tentang larangan memberi dan menerima "sedekah" kepada pengemis di pinggir jalan tersebut. Memang sebenarnya perda tersebut perlu didukung bersama masyarakat demi membangun peradaban Indonesia yang berkarakter, guna mencegah dan meninggalkan budaya malas.

Juga perda ini bertujuan mencegah eksploitasi anak-anak atau golongan tertentu lainnya di masyarakat agar tidak melakukan kegiatan "mengemis" di tengah jalan tersebut. Anak-anak tersebut dimanfaatkan oleh sebuah kelompok terstruktur. Membagi dan mendrop para pengemis di beberapa tempat.

Salah satu cara mencegah pengemis yaitu jangan membiasakan memberi kepada pengemis di jalan atau perempatan jalan tersebut. Atau setidaknya pemerintah dan pemda menegakkan aturan hukum demi mencegah tumbuh-suburnya para pengemis. Begitulah salah satu cara kolaborasi atau mendukung pemerintah dalam menegakkan kebijakkan dan pengentasan kemiskinan.

Jadi sebaiknya jangan berikan sedekah ke mereka yang mengemis tersebut. Lebih baik sedekah disalurkan pada lembaga yang resmi atau masjid serta pondok yatim piatu atau panti jompo. Termasuk pada panti sosial karena umumnya menjadi tempat penampungan para gelandangan dan pengemis serta pekerja seks komersial yang terjaring razia. Pada tempat-tempat inilah, pengelola panti butuh biaya.

Banyak sudah terjadi pengemis datang dari desa ke ibu kota, bukan karena faktor kemiskinan, namun mereka telah menjadikan kegiatan mengemis sebagai sebuah pekerjaan. Warga desa yang mengemis itu, banyak yang memiliki rumah mewah di desanya, sehingga tidak layak disebut warga miskin yang harus hidup dengan belas kasihan orang lain.

Pastinya orang miskin sebenarnya bisa atau diperbolehkan diberi sedekah, tapi tentu dengan cara manusiawi pula. Jangan risau dan takut, bahwa mereka tidak ada yang peduli. Karena negara berkewajiban menanggung beban hidup mereka melalui berbagai program pemberdayaan masyarakat, jadi sesungguhnya pemerintah dan pemda yang tentunya harus didukung oleh masyarakat untuk mencegah praktek mengemis dengan tidak membiasakan memberi di jalan raya.

Termasuk seperti kelompok mahasiswa yang sering minta sumbangan di jalan-jalan raya, sebaiknya pihak kampus tidak memberi izin. Perlakuan ini tidaklah menggambarkan sebagai orang terpelajar. Tapi justru mempertontonkan kemalasan dan tidak mempunyai kreatifitas untuk memperoleh dana bantuan secara profesional dan terhormat.

Mari bersama mencegah dan menghentikan praktek "mengemis" di jalan dan/atau ruang terbuka. Adakan rasia kepada para pengemis tersebut dengan cara manusiawi lalu berdayakan dengan memberi pelajaran dan wawasan kemandirian serta keterampilan selama dalam masa rehabilitasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun