H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Wiraswasta

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Hikmah Ramadan dan Covid-19, Memicu Revolusi Mental Bangsa

20 Mei 2020   05:15 Diperbarui: 20 Mei 2020   05:17 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hikmah Ramadan dan Covid-19, Memicu Revolusi Mental Bangsa
Ilustrasi: Kebangkitan Nasional | Salni Setyadi /Beritagar.id

Hari Kebangkitan Nasional yang disingkat dengan Harkitnas diperingati setiap tanggal 20. Harkitnas sebagai hari nasional yang tidak dinyatakan sebagai hari libur oleh pemerintah. Sesuai Keppres No. 316 Tahun 1959 tanggal 16 Desember 1959 untuk memperingati peristiwa Kebangkitan Nasional Indonesia.

Momentum hari kebangkitan nasional dan Ramadan dalam masa pandemi Covid-19 ini harus dijadikan peringatan yang besar bagi bangsa. Jangan hanya sebatas memperingati saja tanpa mengambil makna besar dibalik musibah pandemi dengan semangat Ramadan dan Idul Fitri 1441 Hijriah.

Sedikit merefleksi bahwa kebangkitan pergerakan nasional Indonesia bukan berawal dari berdirinya Boedi Oetomo, tetapi sebenarnya diawali dengan berdirinya Sarekat Dagang Islam pada tahun 1905 di Pasar Laweyan, Solo (Ref: Wikipedia)

Tokoh-tokoh yang mempelopori Kebangkitan Nasional, antara lain yaitu: Sutomo, Dr. Tjipto Mangunkusumo, Raden Mas Soewardi Soerjaningrat (EYD: Suwardi Suryaningrat, sejak 1922 menjadi Ki Hajar Dewantara) dan Dr. Douwes Dekker.

Semua komponen bangsa seharusnya mengambil peran masing-masing untuk pembangunan bangsa dan negara dari kemerosotan moral yang ditandai dengan maraknya korupsi, kolusi dan nepotisme. Agar bisa bangkit kembali dari keterpurukan dan menyatakan perang melawan korupsi. 

Harus berani jujur untuk tidak korupsi di masing-masing bidang pekerjaan, kita harus menjadi pelopor kebangkitan untuk bangun kembali bangsa ini. Semua harus menjadi dalang kebangkitan pada aktifitas internal menuju kebangkitan nasional untuk kawal perubahan dan kepentingan bersama secara nasional.

Perjuangan Boedi Oetomo dan kawan-kawan dulu mungkin tidak seberat dan sebesar perjuangan kita sekarang. Karena dulu sangat jelas musuhnya adalah bangsa asing. Sekarang sangat berat karena penjajahnya dari dalam sendiri, melawan bangsa sendiri sebagai penjajahnya.

Perjuangan kita saat ini sangat berat, karena melawan kaum hedonisme pejabat penguasa dan pengusaha korup, yang sudah tanpa malu dan terang benderang melakukan kecurangan di dalam posisinya sebagai pelayan masyarakat.

Dalam menghadapi penjajah lokal tersebut, hanya satu cara yaitu bersatu dalam semangat persatuan, kesatuan, dan nasionalisme yang kuat serta kesadaran prima untuk selalu berjuang meraih kemerdekaan atas hak azasi manusia yang tercabik-cabik oleh bangsanya sendiri.

Banyak gerakan dan pergolakan yang ada di masyarakat dewasa ini, itu karena rakyat sudah mulai bergejolak dan melawan. Begitu banyak masalah yang ada di bangsa kita. Seperti tidak selesai karena nampak ada kesengajaan ingin terus membungkam kebenaran demi memuaskan syahwat materi dan kuasa para penjajah bangsa.

Covid-19 Batu Loncatan Kebangkitan

Sesungguhnya bila kita hayati dengan ilmu dan iman maka pandemi virus Corona atau Covid-19 bukan meluluhlantakkan sendi kehidupan berbangsa, bernegara, dan beragama di negara yang kita cintai Indonesia. 

Justru Ramadan dalam suasana pandemi Covid-19 akan menata ulang (restart) hidup kehidupan yang lebih baik lagi. Mental berbangsa dan bernegara harus segera direstorasi demi kesejahteraan dan kemasyalahatan bersama. Mari kita bersahabat dengan Covid-19 agar secepatnya pergi dari muka bumi.  

Termasuk berbagai tradisi kebangsaan, tradisi bernegara, dan tradisi beragama yang banyak kalangan tidak menerima keputusan yang tegas dari pemerintah untuk tetap #diRumahAja untuk mencegah penyebaran pandemi Covid-19. 

Tapi yakin dan percaya, semua akan membawa berkah, termasuk pandemi Covid-19. In Syaa Allah, kita dan Indonesia akan kembali kepada roh kearifan lokalnya. Karena semua itu juga telah hilang ditelan masa modernisasi yang kebablasan.

Ramadan ditengah pandemi Covid-19 sedapat mungkin dijadikan momentum kebangkitan nasional yang jatuh pada tanggal 20 hari ini, bukan hanya sekedar momentum, tapi kita memang harus bangkit dari permasalahan yang ada di masyarakat dan harus menjadi agen perubahan yang solutif. 

Kita harus buktikan bahwa apakah kita sudah benar-benar merdeka yang bebas dari penjajahan. Jika kita ingin bangkit dari keterpurukan, maka bersama dengan jiwa nasionalisme yang harus terpatri untuk segera memulainya. Kita harus merubah cara pandang atau mindset untuk menjadi pribadi yang berani bangkit, menjadi manusia kritis, berani untuk melawan penjajah kaum sendiri.

Bulan Ramadan merupakan kesempatan untuk penyegaran terhadap ilmu, emosi dan spiritual. Kita harus menjadi manusia paripurna untuk peningkatan keteladanan dan kesalehan sosial, serta meningkatkan kepedulian kepada sesama manusia. Ramadan menjadi sarana untuk mencapai taqwa, yang merupakan puncak kualitas kemanusiaan dan berketuhanan.

Peristiwa ini menandai bangkitnya kesadaran nasional untuk berubah menjadi bangsa yang berdaulat, merdeka, adil dan makmur serta sejajar dengan bangsa lainnya. Semoga perjuangan kemerdekaan atas bangsa sendiri agar tidak terkotak-kotak oleh sekat perbedaan.

Selama ini kita banyak keluar dari tuntunan agama. Harus kembali lagi karena agama adalah sikap dan perilaku. Semua agama telah mengajarkan kesantunan, belas kasih, dan kepedulian terhadap sesama. Nabi Muhammad Saw. berkata, "sesungguhnya sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya" (HR. Ahmad).

Marilah kita jadikan puasa dan kebangkitan nasional sebagai momentum untuk bergerak bersama dalam membantu sesama agar dapat keluar dari krisis yang terjadi akibat pandemi Covid-19. Prinsip bhineka tunggal ika selalu dipertahankan dan dijaga dengan sikap saling menghormati dan menghargai.

Kenapa Indonesia agak susah bangkit ? Karena sifat sportifitas luntur karena keserakahan materi. Ahirnya tidak ada saling menghargai dan mengakui kelebihan orang lain. Sikap kuasa yang terlalu menonjol, ahirnya lupa dasar kebangkitan yaitu gotong royong. 

Kondisi pandemi Covid-19 tidak harus membuat masyarakat dan bangsa ini berkecil hati dan pesimis. Justru harus dihadapi dengan jiwa besar, ihlas dan sabar dalam menghadapi pandemi sebagai ujian dari Tuhan Ymk. Kita harus berprasangka baik kepada Tuhan Ymk. Bahwa pandemi Covid-19 tujuannya pasti baik.

Kesadaran bersama ini penting agar upaya segera keluar dari pandemi dapat lebih terorganisir dan terstruktur secara baik. Sehingga kita dapat lulus dari ujian kesabaran di bulan suci Ramadan pada suasana pandemi Covid-19 dengan sehat dan selamat.

Seiring kebangkitan nasional, yang patut direncanakan sebagai tindak lanjut dari hikmah di bulan suci Ramadan ini, ialah bagaimana suasana tersebut dapat dijadikan tonggak yang terpancang kuat untuk membangun karakter umat dan bangsa agar semakin kokoh, bersatu, dan penuh kedamaian.

Terus optimis dan berfikir positif, terlebih kepada umat muslim dalam masa pandemi Covid-19, sepantasnya bersyukur telah melewati hari demi hari melakukan ibadah puasa sampai di ahir bulan Ramadan. Semoga menjadi berkah di penghujung bulan suci Ramadan yang tentunya lebaran sebentar lagi.

Surabaya,27 Ramadan 1441H | 20 Mei 2020M

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun