Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331
Hilal Telah Tampak, Ingat Tiba Masa Akhir Bayar Zakat Fitrah
Hilal telah tampak, sebagai bukti umat muslim berada diujung bulan Ramadan dan menuju awal bulan Syawal. Setelah Sidang Isbat hari Jumat kemarin (22/5), secara bulat Menteri Agama Fachrul Razi menetapkan bahwa 1 Syawal 1441 Hijriah jatuh pada hari Ahad atau Minggu (24/5).
Walau bangsa Indonesia masih suasana darurat pandemi Covid-19, tapi Alhamdulillah dalam penentuan hilal Idul Fitri kali ini tidak ikut terdampak. Tidak terjadi kritis yang penuh potensi perbedaan. Justru umat muslim bersatu dan bersama melaksanakan Idul Fitri di hari yang sama, setelah sebulan penuh menunaikan ibadah puasa Ramadan.
Teringat masa-masa nostalgia di kampung halaman, ketika menjelang Idul Fitri atau sehari sebelumnya. Semua pada sibuk, ada yang menyiapkan makanan tradisional dan ada pula yang mengurus pembayaran zakat fitrah. Karena orang kampung itu sangat ekstra hati-hati terhadap zakat fitrah.
Nah, ada tradisi di kampung atau di pelosok desa (baca: Bugis Bone) bila hari Idul Fitri tidak terjadi "pemotongan hewan" misalnya ayam atau sapi/kambing. Berbeda dengan Idul Adha, pasti "berkorban" minimal memotong seekor ayam di setiap rumah. Mungkin karena hanya batasan pemahaman hari berkorban itu.
Tapi tradisi itu sudah mulai tergerus dengan perkembangan peradaban. Bahkan orang kampung lebih heboh menyiapkan menu makanan atau masakan tradisionalnya, dibanding masyarakat urban atau perkotaan yang sudah serba perhitungan.
Yakin pula saat ini, masyarakat perdesaan atau masyarakat rural tidak terpengaruh kuat dengan pandemi Covid-19 untuk menurun semangatnya dalam menyiapkan menu lebaran. Pasti sedikit saja terpengaruh dan tetap membuat menu Bugis berupa "burasa dan nasu likku" serta kue "barongko".
Juga tradisi bayar zakat fitrah di kampung halaman, masih kental bayar dengan beras mengikuti makanan pokok sebagai syarat utama. Tidak afdol rasanya bila bukan dengan beras. Biasanya memilih beras yang terbaik dari apa yang biasa di sajikan atau dikonsumsi setiap harinya. Beras itu sudah disiapkan jauh hari sebelum hilal tampak.
Berikut penulis sertakan video terkini dikirim kemarin dari keluarga di kampung (Baca: Bugis Bone, Sulawesi Selatan) dalan menyiapkan makanan tradisional "burasa" setelah hilal telah tampak di masa pandemi Covid-19 sebagai berikut:
Sebaiknya Bayar Zakat Lebih Awal
Sebenarnya membayar zakat fitrah bukan harus di ahir Ramadan, tapi sejak masuknya bulan puasa Ramadan sudah bisa tunaikan zakat fitrah. Namun kebiasaan para amil zakat (petugas pengumpul atau penyalut zakat) nanti minggu terahir puasa Ramadan baru aktif, baik di masjid maupun di surau atau musalah. Karena pemerintah baru pula menetapkan nominal pembayaran zakat fitrah.
Beda lagi di kampung-kampung atau bahkan di perkotaan masih terjadi cara membayar zakat langsung kepada (dianggap) yang berhak dan memilih langsung orang yang bersangkutan. Hal ini tidak dilarang oleh agama. Biasa diantar langsung ke Imam masjid terdekat dari rumah atau tempat lainnya.
Menunaikan atau membayar zakat fitrah ini sangat penting diperhatikan karena menjadi kewajiban bagi semua umat muslim tanpa melihat atau berdasar usia. Mulai bayi sampai orang tua wajib membayar zakat fitrah. Termasuk si penerima zakat, bisa menzakati dirinya pula setelah menerima zakat.
Namun sedapatnya orang yang berlebih, turut serta membayarkan zakat fitrah bagi yang lemah. Datangilah panti asuhan atau panti jompo untuk bersedekah atau berbagai kelebihan, agar mereka yang tidak mampu dapat ikut membayar zakat fitrahnya.
Bukan Zakat tapi Sedekah
Menjadi catatan penting bahwa bilamana kita membayar zakat fitrah setelah Shalat I'dil Fitri dilaksanakan. Maka bukan lagi dikategorikan sebagai zakat fitrah, tapi hanya tergolong sebagai sedekah biasa. Idul Fitri adalah hari yang suci dari segala dosa dan sempurnakan kesucian itu dengan membayar zakat fitrah sebelum tiba Idul Fitri.
Jadi segera tunaikan kewajiban yang maha penting dalam rangkaian pelaksaanaan ibadah puasa. Zakat Fitralah menjadi pelengkap atau penyempurna dan penghubung antara bulan Ramadan dan Syawal. Sekaligus pembuktian kepedulian kepada sesama untuk merasakan kegembiraan kefitrian secara bersama setelah sebulan berpuasa.
Perintah menunaikan zakat fitrah telah disampaikan dalam hadis Nabi Muhammad Saw:
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitrah, sebagai pembersih bari orang yang puasa dari segala perbuatan sia-sia dan ucapan jorok serta sebagai makanan bagi orang miskin. Siapa yang menunaikannya sebelum shalat id maka zakatnya diterima, dan siapa yang menunaikannya setelah shalat id maka hanya menjadi sedekah biasa." (HR. Abu Daud)
Sedikit Tentang Penentuan Hilal
Sesuai hadits yang digunakan dasar para perukyat adalah "jika tertutup (tidak terlihat), maka genapkanlah" bahkan sekalipun hilal memang benar-benar ada di sana.
Selanjutnya merujuk penentuan hilal di zaman Nabi Muhammad Saw. dan beberapa tahun setelahnya, cara menentukan bulan baru sangat sederhana. Karena dalam kalender Hijriah perhitungan hari dimulai saat matahari tenggelam (waktu magrib), maka cukup menanti matahari terbenam di hari ke-29. Setelah itu, tinggal mencari kemunculan bulan sabit.
Jika ada "minimal" dua orang yang melihatnya, sudah bisa dipastikan bahwa malam itu sudah masuk tanggal 1. Sebaliknya, jika saat itu hilal tidak terlihat, maka jumlah hari dalam bulan tersebut akan digenapkan menjadi 30 hari.
Sebagai contoh kelompok yang tidak pernah bisa ketemu hasil penampakan bulan baru atau sabit, penanda dimulainya bulan baru dalam kalender Hijriah atau disebut hilal adalah Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah.
Penyebab utama perbedaan antara NU dan Muhammadiyah, bukan pada perbedaan metode hisab (perhitungan) oleh Muhammadiyah dan rukyat (pengamatan) oleh NU. Tetapi pada perbedaan kriterianya.
Lebih spesifik merujuk akar masalah, adalah Muhammadiyah yang masih menggunakan hisab wujudul hilal. Bila posisi bulan sudah positif di atas ufuk, tetapi ketinggiannya masih sekitar batas kriteria visibilitas hilal (imkan rukyat, batas kemungkinan untuk diamati) atau lebih rendah lagi, dapat dipastikan terjadi perbedaan.
Walau perbedaan tidak mengurangi nilai dan keberkahan beribadah, karena semua terpulang pada Allah Swt yang paling menentukan amal seseorang. Tapi sebaiknya demi tidak terjadi kebingungan pada masyarakat dan khususnya umat muslim, lebih baik bersatu kriteria dalam menentukan hilal Idul Fitri.
Pada akhirnya, seperti yang sudah dijalankan selama bertahun-tahun, pemerintah Indonesia menggabungkan dua metode ini secara bersamaan. Pendekatan rasional dengan hisab dan pendekatan empirik dengan rukyat.
Jujur kami umat muslim yang bukan ahli agama dan mungkin juga masyarakat diluar sana dibuat bingung dengan perbedaan yang tidak terlalu berbobot untuk didiskusikan, karena soal kriteria saja. Mari kita saling menghormati untuk mencari solusi.
Adakah solusinya ?
Tentu ada, sebaiknya NU dan Muhammadiyah bersama ormas-ormas Islam lainnya, harus berani dan bersepakat untuk mengubah kriteria dan menyepakati satu piliha metode dalam penentuan hilal.
Agar para Ormas Islam tidak saling bertahan pada sikap yang kurang patut demi atas nama perubahan yang terus bergerak. Sebaiknya duduk bersama, untuk merumuskan masalah penentuan kriteria hilal, supaya ibadah tahunan Idul Fitri tersebut tidak diperdebatkan lagi. Melengkapi info ini bisa baca perbedaan diantaranya, klik di Sini.
Kalaulah cara beribadah yang lain mau berbeda terserah sajalah. Tapi dengan beribadah Idul Fitri yang sekali setahun ini dan dilaksanakan secara terbuka, lebih baik disamakan saja.
Namanya juga ibadah tahunan. Karena kami umat muslim yang lugu agama tidak juga ikut terpengaruh dengan segala perdebatan tingkat elit tersebut.
Masih dalam suasana pandemi Covid-19, Idul Fitri segera tiba dan mengahiri Ramadan yang telah dilewati dengan penuh khusyu berpuasa. Kita kembali menjadi suci setelah berperang melawan diri sendiri dan menanti hari yang fitri atau hari yang suci. Semoga kita semuanya berada pada kefitrian tersebut.
Taqobballahuminna wa minkum, taqobbal ya Kariim. Sambut kemenangan di bulan Syawal, Selamat Hari Raya Idul Fitri 1441 H. Minal Aidil Wal Faidzin, mohon maaf lahir dan bathin.
Surabaya,30 Ramadan 1441H | 23 Mei 2020M