Halal Bihalal: Tradisi Tahunan tiap Lebaran, Ajang Silaturahmi Merefresh Kebersamaan dengan Bermaaf-maafan
Dan ketika H Ashari ditanyai mengapa tradisi ini cocok dengan masyarakat Indonesia, beliau menjawab, "tradisi lebaran ini memang cocok dengan masyarakat muslim Indonesia terlebih Jawa karena memang sesuai dengan nilai-nilai yang diajarkan nenek moyang bangsa ini tetapi masih dalam koridor ajaran agama". Beliau juga mengumpamakan seperti adat orang jawa dalam melakukan hajatan layaknya seperti tuan rumah dari acara Halal bihalal tersebut.
Apabila istilah halal bihalal dihadapkan dengan istilah haram. Ketika melihat sesuatu, muncullah pertanyaan halal atau haram. Haram adalah sesuatu yang dilarang, sehingga ketika melanggar mendapat dosa. Sedangkan halal adalah sesuatu yang diperbolehkan sehingga yang berbuat mendapat pahala.
Dari semua penjelasan di atas dapat ditarik kesan bahwa halal bihalal menuntut pelaku yang terlibat di dalamnya agar menyambungkan hubungan yang putus, mewujudkan keharmonisan dari sebuah konflik, serta berbuat baik secara berkelanjutan.
Kesan yang berupaya diejawantahkan Kiai Wahab Chasbullah di atas lebih dari sekadar saling memaafkan, tetapi mampu menciptakan kondisi di mana persatuan di antara anak bangsa tercipta untuk peneguhan negara. Sebab itu, halal bihalal lebih dari sekadar ritus keagamaan, tetapi juga kemanusiaan, kebangsaan, dan tradisi yang positif.
Terlepas dari makna sebenarnya kegiatan halal bihalal tergantung pada niat orang yang menggelarnya dan perspektif setiap masyarakat dari mana menilainya.
Jangan sampai silaturahmi hanya sebatas simbol kepedulian dan ajang pencitraan untuk memenuhi agenda tahunan dalam rangka memeriahkan hari raya kemenangan. Wallahu 'alam bisshowab.