Syawalan Rica-rica, Rumah, dan Kenthongan
Ons Utoro, komandan Sastra Bulan Purnama, selalu tidak kehilangan cara dan akal mengumpulkan para praktisi seni-sastra guna bersilaturahmi, ngobrol ngalor-ngidul.
Lewat pesan WhatsApp, lelaki humble ini mengirimkan pesan ke Bey Saptomo (praktisi kethoprak, penulis), Krishna Mihardja (sastrawan Jawa), Yuli Purwati (kreator digital), Dhanu Priyo Prabowo (pengamat sastra Jawa), Agus Suprihono (ketua karawitan Arumsari), dan Hendro (fotografer).
"Hari ini, Minggu (30/4/2023), jam 16.30 diajak syawalan rica-rica di rumah Dedet Setiadi. Ketemu di sana ya."
Dedet Setiadi yang dimaksud adalah penyair (sastrawan) kelahiran Magelang, 12 Juli 1963, lulusan Universitas Sebelas Maret yang telah malang-melintang berkesastraan di Jawa Tengah.
Antologi yang memuat puisinya antara lain Puisi Indonesia 87 (DKJ), Konstruksi Roh ( UNS 1984), Vibrasi Tiga Penyair ( Tiwikrama, 1996 ), Jentera Terkasa (Forum Sastera Surakarta-TBJT,1998), Rekontruksi Jejak (TBJT,2011 ), Equator ( Yayasan Cempaka Kencana Yogyakarta, 2011), Requim bagi Rocker ( Taman Budaya Jawa Tengah --Forum Sastera Surakarta, 2012 ), Antologi Penyair Indonesia dari Negeri Poci 4 Negeri Abal-Abal (2013), dan Apokalipsa Kata (2021).
Rumahnya terletak di desa Candi, Pakunden, Ngluwar-daerah perbatasan Magelang (Jawa Tengah) dan Sleman (Yogyakarta). Pengalaman hidup di desa, dengan lingkungan masyarakat agraris Jawa, selalu terabstraksikan dalam puisi-puisinya.
Rumah Ibu
Rumah Ibu
tiangnya tak pernah kropos
tegak menyangga kenangan
centong kayu, centhing bambu
tabah menunggu matang beras di tungku
teko dan cangkir di meja kayu
menatapku setajam aroma teh pahit ibu
dari jendela separuh pintu
ke sumur belakang aku mencari-cari wajahku