Herry Mardianto
Herry Mardianto Penulis

Suka berpetualang di dunia penulisan

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Memahami Tumbuhan dan Kewarasan Cak Dlahom

27 Maret 2024   20:43 Diperbarui: 27 Maret 2024   20:50 504
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Memahami Tumbuhan dan Kewarasan Cak Dlahom
Buku adalah jendela dunia/Foto: Hermard

Lebih dari itu, ternyata nama tumbuhan dilekatkan menjadi nama jalan yang tidak semua orang menyadarinya. Sebagai contoh Bulungan (Metroxylon spec), Wangon (Olax scandes), Walikukun (Schoutenia ovata/Actinophora buurmani), Sampang (Evodia latifiola), dan Kedu (Planchonella nitida). 

Jadi jangan heran jika pribahasa Jawa pun merujuk pada tumbuhan, misalnya aja kaya godhong trembesi, turu angler saben bengi-jangan seperti  daun trembesi yang tidur nyenyak setiap malam sehingga meninggalkan kewaspadaan (beribadah) yang seharusnya tetap dijaga dalam keadaan apa pun.

Jangan berpura-pura/Foto: dokpri Hermard
Jangan berpura-pura/Foto: dokpri Hermard
Buku kedua adalah Merasa Pintar, Bodoh Saja Tak Punya (Rusdi Mathari, 2019), berisi anekdot mengenai tokoh Cak Dlahom  (dalam tiga puluh cerita) yang oleh orang kampungnya dianggap kurang waras. 

Buku mengenai  ajaran Islam ini disampaikan dengan guyonan parikena-diceritakan dengan tidak serius, tapi menghujam di hati. 

Setelah membaca beberapa cerita di dalam buku ini, kita bisa bertanya pada diri sendiri, apakah kita sudah menunaikan ajaran Islam dengan sesungguhnya, atau begitu naifnya kita merasa sudah benar sebenar-benarnya dalam menjalankan ibadah dengan ikhlas?

Buku setebal lebih dari dua ratus halaman ini terbagi dalam  dua bagian: Ramadan Pertama (terdiri atas empat belas cerita mutiara hikmah) dan Ramadan Kedua (terdiri atas enam belas cerita mutiara hikmah). 

Bukan tanpa alasan kalau buku ini dibuka dengan cerita "Benarkah Kamu Merindukan Ramadhan?" Menceritakan bagaimana Cak Dlahom mengkritisi spanduk yang terpasang di masjid kampungnya dengan bertanya kepada sahabatnya, Mat Piti, apakah  ia benar-benar rindu atas datangnya Ramadan? 

Tentu pertanyaan nylekete ini tidak hanya menjadi perenungan Mat Piti, tetapi bagi semua yang membaca buku ini: apakah kita benar-benar merindukan Ramadan atau justeru kita merasakan Ramadan hanya sebagai kewajiban melakukan tarawih, zakat, memperbanyak membaca Al Qur'an, dan sedekah?

Kehebohan lain terjadi saat Cak Dlahom (dalam cerita "Membakar Surga, Menyiram Neraka") mengatakan bahwa orang-orang yang melaksanakan salat di masjid merupakan orang-orang yang celaka. 

Mereka hanya khusyuk berdoa, tetapi  tidak peduli kepada nasib orang desa yang hidupnya sengsara.  Hal ini memberi kesadaran kepada pembaca bahwa beribadah tidak hanya sibuk memanjatkan doa kepada Allah SWT, tetapi juga peduli dengan sesama.

Pertanyaan lain dilontarkan Cak Dlahom,
bagaimana kamu akan mengenali Allah, sementara salatmu baru sebatas gerakan lahiriah. Sedekahmu masih kau tulis di pembukuan laba rugi kehidupanmu. Ilmumu kau gunakan mencuri dan membunuh saudaramu. Kamu merasa pintar sementara bodoh saja tak punya ("Ikan Mencari Air, Mat Piti Mencari Allah").

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun