Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.
Memaknai Tradisi Menyambut Ramadan pada Masyarakat Sunda
Umat Islam di Indonesia adalah umat beragama yang menjunjung tinggi tradisi. Oleh karenanya, tradisi mewarnai ritual keagamaan, termasuk tradisi dalam menyambut datangnya bulan Ramadan. Tradisi tersebut diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya dan berlangsung secara turun temurun. Hal ini pun berlaku pada masyarakat Sunda yang beragama Islam, karena bulan Ramadan merupakan bulan yang memiliki kedudukan yang khusus, bukan hanya dalam konteks agama, juga dalam konteks tradisi dan budaya yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat.
Di masyarakat Sunda, ada beberapa tradisi yang dilakukan dalam menyambut Ramadan. Antara lain; (1) ziarah kubur dan tabur bunga, (2) papajar, (3) munggahan, (4) kuramas. Ziarah Kubur adalah mendatangi kuburan anggota keluarga yang telah meninggal, lalu membaca doa bagi yang telah meninggal dan surat-surat tertentu dalam Alquran, misalnya surat Yasin. Di pemakaman umum, selain bisa dilakukan oleh sendiri, juga bisa meminta bantuan kepada ustaz yang biasa membantu membacakan doa.
Pada awalnya Rasulullah Saw. melarang umatnya melakukan ziarah kubur karena khawatir akan terjerumus kepada kemusyrikan, meminta-minta kepada kuburan, kemudian membolehkannya karena menilai bahwa akidah umatnya sudah cukup kuat, hingga tradisi ziarah kubur berlangsung hingga kini.
Hikmah dari ziarah kubur disamping mendoakan orang yang telah meninggal, juga menjadikan peziarah mengingat mati. Ingat bahwa hari ini dia ziarah kubur, tapi suatu saat dia pun akan bernasib sama, diziarahi oleh keluarganya. Dengan mengingat mati, seorang peziarah merenungi apa saja bekal yang sudah disiapkan untuk memasuki alam kubur? Apakah hidupnya banyak diwarnai amal kebaikan atau amal keburukan?
Pada kelompok masyarakat tertentu, ziarah kubur disertai dengan tabur bunga. Hal ini bertujuan untuk menghormati orang yang telah meninggal. Tabur bunga merupakan sebuah tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Hindu dan Buddha yang kemudian terakulturasi dalam tradisi masyarakat Islam. Bunga adalah simbol keindahan dan mengeluarkan bau yang harum. Setiap orang pasti menyenangi bunga, karena bentuknya indah, harum, dan indah dipandang.
Agama Hindu dan Buddha masuk ke Indonesia sebelum masuknya agama Islam. Agama Hindu berasal dari India, masuk ke Indonesia sekitar abad ke-4 masehi. Hal ini ditandai dengan berdirinya kerajaan Kutai dan Tarumanegara yang bercorak Hindu. Agama Buddha masuk sekitar abad ke-5 masehi. Diduga disebarkan pertama kali oleh Fa Hsien, seorang pengelana dari Cina. Sedangkan agama Islam masuk ke Indonesia sekitar abad 13 masehi. Dibawa oleh para pedagang dari Gujarat India, lalu disebarluaskan oleh para wali yang dikenal dengan Wali Sembilan (wali songo) keseluruh nusantara hingga agama Islam menjadi agama yang dipeluk oleh mayoritas bangsa Indonesia.
Papajar pada awalnya merupakan sebuah tradisi yang dilakukan oleh ulama di Cianjur Jawa Barat, yaitu kegiatan berkumpul mapag fajar (menunggu datangnya waktu puasa Ramadan) di Masjid Agung (kaum) selama beberapa hari hingga mereka mendapatkan kepastian datangnya waktu puasa. Selain diisi dengan aktivitas ibadah dan musyawarah, mereka pun makan bersama.
Zaman dahulu, istilah papajar yang dikenal di Cianjur dan juga Sukabumi identik dengan hal yang bersifat religius, sosial, dan kultural, tetapi seiring dengan perjalanan waktu, istilah papajar juga digunakan di daerah lain, seperti di Bandung. Maknanya pun sudah mengalami perubahan menjadi hal yang bersifat materialistis dan konsumtif, bahkan pamer di media sosial.
Papajar identik dengan kegiatan piknik, kulineran, acara makan-makan atau hiburan di tempat tertentu. Mumpung belum puasa, mumpung masih bisa makan di waktu siang, dan berbagai alasan lainnya. Walau memang masih ada sisi silaturahimnya, tetapi sisi materialistis dan konsumtifnya tidak dapat dipungkiri. Pada akhirnya hal ini memang dikembalikan kepada niat masing-masing.
Munggahan pada dasarnya relatif sama dengan tradisi papajar. Saya ingat waktu kecil dibawa ke pasar untuk munggahan. Suasana pasar sangat ramai oleh pembeli yang membeli makanan, minuman, dan barang-barang untuk persiapan bulan Ramadan. Selain itu, munggahan juga diisi dengan acara makan-makan, botram bersama keluarga dan teman-teman.
Munggah berasal dari kata unggah yang memiliki arti "kecap pagawean nincak ti han-dap ka nu leuwih luhur, naek ka tempat nu leuwih luhur", yaitu beranjak dari bawah ke yang lebih atas, naik ke tempat yang lebih atas. Secara filosofis, jika dikaitkan dengan bulan Ramadan, maka munggah dapat diartikan sebagai persiapan untuk meningkatkan amal ibadah selama bulan Ramadan. Dengan meningkatnya amal ibadah, maka diharapkan meningkat pula keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt.
Hal ini sesuai dengan tujuan dari ibadah puasa itu sendiri, yaitu melahirkan hamba-hamba yang bertakwa pada-Nya. Makna seperti ini perlu disampaikan kepada umat Islam, utamanya generasi muda agar mereka paham bahwa munggahan bukan sekedar kegiatan yang sifatnya materialistis dan konsumtif, tapi penuh dengan hikmah.
Kuramas atau keramas adalah mandi, membersihkan seluruh badan dengan air karena akan menyambut Ramadan. Ada yang melakukannya di rumah masing-masing, dan ada pula yang melakukanya bersama-sama di sungai. Hal ini dilakukan bukan hanya di masyarakat Sunda saja, tapi juga dilakukan oleh suku bangsa lainnya di Indonesia. Saya masih ingat ketika anak-anak, disuruh keramas (mandi menggunakan sabun dan shampoo) oleh orang tua sebelum mengikuti taraweh malam pertama Ramadan.
Makna dari kuramas atau keramas ini adalah Bulan Ramadan jika diibaratkan tamu, harus disambut bukan hanya dengan fisik yang bersih, tetapi juga disambut dengan hati yang bersih. Bulan Ramadan pun sejatinya adalah bulan untuk membersihkan manusia dari segala dosa sehingga kembali kepada kesucian (fitrah).
Diluar tradisi di atas, ada juga tradisi tarhib atau tradisi menyambut Ramadan. Bentuknya pawai, tabligh akbar, pentas seni Islami, bakti sosial, saling memaafkan, dan sebagainya. Ramadan memang bulan yang membawa kabar gembira bagi umat Islam, karena pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup, dan setan-setan dibelenggu. Ampunan dan pahala pun "diobral" oleh Allah Swt atas setiap amal kebaikan yang dilakukan oleh setiap hamba-Nya.
Berdasarkan kepada hal tersebut, bulan Ramadan perlu disambut dengan gembira. Walau demikian, berbagai tradisi penyambutan tersebut harus bertujuan untuk memantapkan niat dan hati untuk menyambut Ramadan, bukan justru sebaliknya, banyak menonjolkan sisi materialistis dan konsumtif, karena hal ini tidak sesuai dengan hikmah puasa itu sendiri, yaitu menahan hawa nafsu dan berempati terhadap kesulitan dan kesusahan kaum dhuafa.
Berbagai tradisi menyambut Ramadan disamping sebuah pertanda datangnya bulan tersebut, juga merupakan sebuah syiar bahwa bulan Ramadan adalah bulan yang agung, bulan yang mulia, bulan yang di dalamnya ada malam lailatulqadar, yaitu malam yang lebih mulia dari seribu bulan. Selamat menyambut datangnya bulan Ramadan.
MEMAKNAI TRADISI MENYAMBUT RAMADAN PADA MASYARAKAT SUNDA
Oleh:
IDRIS APANDI
(Praktisi Pendidikan, Pengamat Masalah Sosial)