RAMADAN Pilihan

Ramadan di Penghujung Bulan, Semangat Beribadah Harus Tetap Jalan

7 Mei 2021   15:27 Diperbarui: 8 Mei 2021   00:59 1907
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ramadan di Penghujung Bulan, Semangat Beribadah Harus Tetap Jalan
Sumber gambar: unsplash.com/David Monje

Tidak terasa Ramadan sudah mendekati penghujung bulan. Ada yang semakin gencar berburu pahala, ada pula yang mulai berkurang semangatnya. Ya namanya saja manusia, kadang naik kadang turun imannya. Oleh karena itu, sudah selayaknya semangat dalam beribadah ini dipertahankan sebisa mungkin, terlebih di bulan yang suci dan penuh berkah ini. 

Kita pun tahu bahwa pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadan, ada suatu malam yang istimewa, yakni Lailatul Qadr. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam surah Al-Qadr, bahwa Allah telah menurunkan Al-Qur'an pada malam kemuliaan (Lailatul Qadr), yang mana malam kemuliaan ini lebih baik daripada seribu bulan. Pada surah Al-Qadr juga memuat penjelasan bahwa malaikat-malaikat serta malaikat Jibril turun ke bumi untuk mengatur segala urusan atas seizin Allah Swt. Malam tersebut akan penuh dengan kesejahteraan hingga fajar tiba.

Sementara itu, menurut keterangan yang dijabarkan oleh Wahbah Az-Zuhaili dalam kitab Tafsir Munir, Lailatul Qadr merupakan suatu malam yang penuh kemuliaan karena pada malam tersebut, kitab suci Al-Qur'an diturunkan. Pada malam itu juga, para malaikat dan malaikat Jibril turun untuk memohon kepada Allah Swt. untuk memberikan cahaya-cahaya, keutamaan, keberkahan, dan kebaikan kepada hamba-hamba Allah Swt. yang melakukan ibadah di malam itu.

Maka berdasarkan surah Al-Qadr serta tafsir tersebut, dapat kita ketahui betapa istimewanya malam Lailatul Qadr, malam yang penuh kemuliaan dan selalu dinanti serta diincar umat muslim untuk menambah tabungan amal ibadah serta meraih ridha-Nya.

Nah, yang dimaksud dengan Lailatul Qadr lebih baik daripada seribu bulan yaitu berarti amal ibadah yang kita lakukan seperti shalat, membaca Al-Qur'an, dzikir, sedekah, dan amal-amal sholeh lainnya (contohnya membantu orang lain dalam kebaikan) akan dinilai lebih baik dibandingkan dengan amal-amal serupa yang dilakukan selama seribu bulan—seribu bulan yang dimaksud ialah bulan-bulan di luar bulan Ramadan atau bulan yang di dalamnya tidak terdapat Lailatul Qadr. Bila dihitung, seribu bulan ini sama dengan 83 tahun lebih 4 bulan. Bayangkan, kita bisa memperoleh balasan amal-amal ibadah kita yang bahkan lebih baik daripada ibadah selama 83 tahun lebih 4 bulan tersebut. Tentu ini suatu balasan kebaikan yang begitu besar yang bisa kita dapatkan di malam penuh kemuliaan, yakni Lailatul Qadr.

Lalu, kapan malam Lailatul Qadr ini terjadi? Lailatul Qadr hadir di satu malam pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadan. Namun, tidak dapat dipastikan kapan Lailatul Qadr ini terjadi. Para ulama pun memiliki pendapat yang berbeda-beda mengenai waktu yang menjadi kemungkinan hadirnya Lailatul Qadr sehingga tidak bisa ditetapkan secara pasti kapan Lailatul Qadr tersebut terjadi. 

Meskipun demikian, hal tersebut membawa suatu hikmah bagi umat muslim agar memaksimalkan ibadah pada setiap waktu yang bisa menjadi kemungkinan hadirnya Lailatul Qadr. Jadi, orang-orang yang bersungguh-sungguh dalam meraih keutamaan Lailatul Qadr akan menggunakan waktunya sebaik mungkin. Namun ini berbeda ketika malam Lailatul Qadr dapat ditetapkan. Orang-orang bisa saja akan giat beribadah pada hari itu saja, sedangkan pada hari lain mulai kendor semangatnya.

Sebenarnya, rasa semangat dalam ibadah ini juga harus dibiasakan dalam keseharian, tidak hanya menjelang akhir bulan Ramadan atau sepuluh hari terakhir Ramadan saja. Berakhirnya bulan Ramadan tak lantas membuat semangat kita berakhir juga. Semangat ini tetap harus berlanjut di setiap harinya dalam hidup kita. Ketika semangat beribadah ini telah melekat dalam diri dan menjadi suatu kebiasaan, maka beribadah pun akan terasa ringan dan diharap mampu meningkatkan kualitas ibadah kita. 

Misalnya, menunaikan salat dengan semangat beribadah yang tinggi—yang memungkinkan kita untuk menyegerakan salat dan mengerjakannya dengan khusyuk karena mengetahui keutamaan salat serta rasa semangat beribadah itu sendiri, akan berbeda dengan menunaikan salat tanpa ada rasa semangat—yang biasanya dipicu karena rasa malas sehingga membuat kita menunda-nunda waktu untuk mengerjakan salat. Menyegerakan salat, atau lebih tepatnya salat tepat waktu tentu saja lebih utama dibandingkan dengan menunda-nunda melaksanakan salat. Pahala yang kita dapat pun lebih besar ketika melaksanakan salat tepat waktu. Dari hal ini dapat disimpulkan bahwa semangat beribadah itu perlu dibiasakan. Selain pahala yang lebih besar, semangat dan niat yang ikhlas dalam beribadah ini juga dapat meningkatkan kualitas ibadah kita serta membentuk karakter yang lebih baik pada diri kita.

Menyinggung kembali topik Lailatul Qadr, malam Lailatul Qadr ini sesungguhnya memiliki tanda-tanda yang dapat umat muslim jadikan perkiraan. Mengutip dari laman muslim.or.id, Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya tanda Lailatul Qadr adalah malam cerah, terang, seolah-olah ada bulan, malam yang tenang dan tentram, tidak dingin dan tidak pula panas, pada malam itu tidak dihalalkan dilemparnya bintang, sampai pagi harinya, dan sesungguhnya tanda Lailatul Qadr adalah matahari di pagi harinya terbit dengan indah, tidak bersinar kuat, seperti bulan purnama, dan tidak pula dihalalkan bagi setan untuk keluar bersama matahari pagi itu" (HR. Ahmad).

Mengetahui berbagai keutamaan Lailatul Qadr, rasanya akan sangat disayangkan apabila kita lewatkan begitu saja. Alangkah baiknya apabila kita manfaatkan waktu sebaik mungkin di bulan yang suci ini, mempersiapkan tabungan amal kebaikan dan berusaha meraih ridha Allah Swt. Lalu, bagaimana caranya memaksimalkan ibadah pada sepuluh hari terakhir Ramadan ini? Memaksimalkan ibadah bisa dilakukan dengan menunaikan salat tepat waktu, menunaikan salat sunnah (seperti salat qabilyah dan ba'diyah, salat tahajud, salat dhuha), membaca Al-Qur'an, i'tikaf (bila keadaan memungkinkan), sedekah dan infak, membantu orang lain dalam kebaikan, berdoa dengan sungguh-sungguh, dan masih banyak amalan lainnya yang dapat dilakukan. 

Sumber gambar: unsplash.com/Masjid Pogung Dalangan
Sumber gambar: unsplash.com/Masjid Pogung Dalangan

Untuk itu, mari jadikan bulan Ramadan ini sebagai kesempatan emas bagi kita untuk memperbanyak amal saleh serta meraih ridha-Nya. Jangan sampai kesempatan emas ini terbuang sia-sia. Ramadan hadir hanya sekali dalam setahun, sedangkan kita tak tahu sampai kapan umur kita. Maka dari itu, hendaknya Ramadan diisi dengan ibadah serta hal-hal yang bermanfaat sebagai tabungan kita di akhirat. Jangan lupa juga untuk berusaha istikamah dalam beribadah—tetap giat, semangat, serta beribadah dengan hati yang lapang. Insya Allah, kita akan senantiasa mendapatkan ridha-Nya dan diberikan hati yang tenang.

Demikian uraian dalam artikel ini, semoga bermanfaat~

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun