Melalui Puasa Mampukah Meredam Sifat Syaithaniyah, Bahimah, dan Sabi'iyah pada Diri Manusia
Melalui Puasa Mampukah Meredam Sifat Syaithaniyah, Bahimah, dan Sabi'iyah Pada Diri Manusia
Puasa secara fiqh adalah menahan (imsak) dari yang membatalkan misalkan makan, minum dan bersenggama suami istri disiang hari tetapi disamping itu puasa juga harus meninggalkan (tarqu) sesuatu yang dapat menghilangkan potensi pahala puasa seperti perbuatan berbohong/berdusta, ghibah/bergunjing, adu domba, sumpah palsu, dan memandang dengan syahwat lima hal inilah yang harus dijaga betul supaya potensi pahalanya tidak berkurang atau malah hilang sama sekali suatu kerugian besar bagi orang yang berpuasa jika yang didapat hanya mendapatkan rasa lapar dan haus saja ini juga sudah diingatkan oleh Rasulullah SAW melalui hadistnya "betapa banyak orang yang berpuasa hanya mendapatkan lapar dan haus saja saja" karena itu disamping meninggalkan yang dilarang maka puasa harus mengoptimalkan untuk memupuk semaian amal kebaikan terlebih disaat pahala berlipat ganda kesadaran ini dapat terlihat dari maraknya tadarrusan Al-Qur'an diberbagai tempat , tarawih, dan sedekah yang mengalami lonjakan luar biasa ini mencirikan bahwa orang berpuasa itu sedang berada pada pusaran kebaikan yang maksimal
Tidak hanya level ibadah yang mengalami lonjakan tetapi puasa juga tidak mengurangi aktifitas rutin lainnya bahkan terlihat bisa sangat produkif ini mengingatkan akan ungkapan Arab, alwuquf bishakl mustaqim duna 'akl 'aw Shirbi, kuda itu berdiri tegak tanpa makan dan minum dari analogi sederhana ini maka ummat Islam yang sedang menjalankan ibadah puasa meskipun tidak makan dan minum disiang hari ia tetap mampu berdiri tegak lurus dan bisa melakukan berbagai aktifitas yang bermanfaat tanpa hambatan apapun bahkan bisa lebih produktif jika dibandingkan dengan bulan lainnya modal spirit inilah yang mestinya dirawat setiap saat agar tetap pada posisi qiyaam dalam kebaikan,
Disamping semakin produktif puasa juga mendapatkan julukan sebagai "alriyah barida" atau angin yang menyejukkan dengan demikian ibadah puasa secara substantif bermakna bahwa seorang hamba Allah yang berpuasa adalah selalu tampil dengan sosok bersahaja, sederhana, tenang , sabar,tulus ikhlas, selalu merunduk tawadu' dan pada setiap kehadirannya selalu memberikan kesejukkan bagi diri dan orang lain bahkan ketiadannya sangat dirindukan
Dok. Pribadi bersama salah satu anggota kel. Punk
Namun demikian manusia dengan sifat yang dimilkinya tidak bisa dipungkiri memiliki dua potensi baik dan jahat sebagaimana dalam Firman-Nya "fa al-hamah fujrah wa taqwh"maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya (QS. As Syamsu 8) dua kekuatan ini yang mewarnai manusia persoalannya kekuatan mana yang paling dominan menguasai manusia apakah sifat takwanya atau sifat fujur nya kemudian sifat fujur ini menjelma dalam bentuk sifat syaitoniyah, bahimah, dan Sabi'iyah yang dapat menjerumuskan manusia kedalam kehinaan berikut penjelasannya
Pertama, sifat Syaithaniyah;
Sifat ini identic dengan kecemburuan, hasad, iri, dengki, tertanam sifat merasa hebat, merendahkan dan meremehkan orang lain, merasa paling suci, paling sholeh, paling benar, menuduh yang lain salah, sesat, dan suka menjatuhkan dengan target bagaimana membuat peta jalan kesesatan pada diri dan orang lain cenderung menjerumuskan bukankah makhluk bernama iblis diusir karena keangkuhannya yang mengklaim dirinya lebih baik "Qaala ana khairum min hu khalaqtanii min naari wa khalaqtahuu min thiin". Aku lebih baik daripada dia, Engkau telah menciptakanku dari api dan menciptakan dia (Adam) dari tanah."QS. Al. A'raf 7 : 12 dengan begitu aku lebih tinggi derajatnya dari adam begitulah contoh buruk yang diperankan Iblis dengan menyatakan penuh keangkuhan "Haadza Lii" (Ini Aku) lebih baik, lebih hebat, lebih sempurna di banding Adam yang hanya diciptakan dari tanah
Kedua, sifat kebinatangan 'Bahimah'
Sifat binatang ternak. dari sifat ini yang muncul dari diri manusia, adalah: sifat loba, tamak, selalu melampiaskan syahwat perut dan kemaluan, berzina, liwath (bersetubuh sesama jenis), mencuri, makan harta anak yatim, menumpuk-numpuk harta dunia, tanpa rasa malu, rakus, , memakan apapun yang ada didepannya tanpa bisa memilah dan memilih apakah menjadi haknya atau bukan, bagi binatang sifat seperti itu lumrah adanya tetapi kalau manusia yang diberi aqal, hati diberi kekuatan olah rasa dan olah pikir masih bersikap dengan sikap bahimah, maka ini alamat terjadi tsunami dalam kehidupan manusia
Ketiga, sifat buas "Sabi'iyah"
Ingat ini bukan binatang ternak biasa tapi lebih tinggi, binatang liar dan sangat buas. "Kita tahu persis sifat-sifat identiknya adalah perlakukan yang semena-mena, tak punya rasa kasihan, tidak ada rasa iba malah ia akan menerkam siapa saja yang mencoba-coba menghalangi kepentingannya , membunuh lawan yang berpotensi menjadi penghalang andalannya adalah keberingasan, kekuatan otot , tenaga, kuku tajam dan taringnya. karakternya mengembangkan kedzaliman, tidak ada keadilan, selalu akan melenyapkan yang dianggap perintang, berkuasa dengan kejam, yang lemah akan binasa, tidak ada ukuran kebenaran yang ada adalah unjuk kekuatan diri Ini yang kita kenal dengan hukum rimba yang kuat selalu menjadi pemenang, sebaiknya yang lemah akan tersingkir dan tersungkur , yang berani akan selalu menindas, dan memakan kelompok yang lemah. Dengan kondisi ketiga sifat ini seseorang akan menjelma sebagai sosok manusia yang merasa lebih hebat, merasa lebih pintar, merasa lebih kuat, lebih kaya, merasa lebih sholeh, merasa paling benar, menyesatkan orang lain, menghina dan merendahkan, meremehkan orang lain, merasa lebih tampan/cantik, dan sebagainya, karena virus itu yang menguasai dalam diri manusia .
Lalu mampukah puasa meredam sifat syaithaniyah, bahimah, dan sabi'iyah yang bersarang pada diri manusia ? Jawabannya tentu bisa.
Jika puasa kita maknai sebagai sebuah arena pertandingan maka mau tidak mau kita harus menjadi juara tetapi juara dalam hal ini tidak ada musuh lain yang akan dikalahkan karena musuh sesungguhnya adalah diri kita sendiri dengan cara meredam sikap egois, meredam sikap sombong, angkuh, merasa hebat, dan seabreg sifat negative lainnya melalui puasa dapat merubah semua itu sehingga kita menjadi orang yang sangat tawadu', rendah hati, empati, dari sikap pemarah menuju pemaaf, dari meminta menuju berbagi, dari merampas ke memberi. dari menyulitkan menuju memudahkan dari kejumudan dan berpikir picik, sempit menuju syumuliyah fiqriyah (berpikir luas) , dari kekerasan menuju kelembutan, dari sikap berlebihan menuju kesederhanaan, dari sikap fanatisme menuju toleransi (saling menghargai) atas keragaman , dari ikhtilaf,perpecahan menuju ukhuwah, dari memperluas masalah menuju a'damu tafriiq/menghilangkan perbedaan , dari perilaku dzalim menuju adil, dari meremehkan, dan merendahkan menuju saling menghargai, dari merasa baik/sholeh menuju olah diri, dari pemarah menjadi pemaaf, dari menyalahkan menuju tanggung jawab, dari pamrih menuju ikhlas, dari berbohong menuju jujur, dari ingkar menuju amanah, lisan keruh menjadi lisan bertutur, dan itulah bukti dasyatnya kekuatan puasa bisa menguapkan seluruh virus negative yang ada pada manusia menjadi virus positif karena dengan begitu dapat menjamin prasangka negative akan menguap menjadi positif selalu menjadi orang yang merunduk tawadhu tak merasa lebih dari yang lainnya, dan senantiasa mensujudkan diri di titik ketha'atan sehingga dapat melembutkan cara hidupnya dan lembut pula cara mengakhirinya.
Wallahu A'lamu
Rabu, 27 Maret 2024
Kreator Inay thea Cileungsi