Wanita yang selalu hidup di tengah keriuh-riangan rumah dan sekitar lingkungan. "Happy live is about happy wife" 😍
Menulis di Kompasiana, Aktifitas Ramadhan di Rumah Saja
Hanya modal menulis saja sudah berani mengumumkan tekad untuk membukukan tulisan. Biar orang bilang lucu, saya sih mau meningkatkan kepercayaan diri saja. Tidak ada yang tak mungkin kalau kita mau.
Dengan demikian saya sudah mengumumkan, bahwa saya memiliki keinginan menulis dan membukukan tulisan. Supaya saya ingat bahwa ini akan selalu menjadi hutang. Dan saya harus membayarnya, bila waktunya tiba.
Sebetulnya sudah ada starting yang bagus tahun lalu. Dari agenda kerja saya mulai membuat sketsa. Kemudian perencanaan. Kemana saja saya akan mulai inveatigasi dan wawancara ringan. Seringan-ringannya pekerjaan wawancara yang harus dilakukan lewat rumah itu sungguh tidak menarik.
Akhirnya saya buat daftar-daftat pertanyaan yang saya titipkan ke orang terdekat kepada sumber yang ingin saya wawancara. Sudah terpecahkan satu jalan keluar. Namun itu pun jauh dari memuaskan. Rasanya ingin lari sendiri mencari narasumber-narasumber yang diingini.
Kondisi stay at home membuat saya harus menahan diri. Praktis saya hanya memulai menulis bab demi bab dengan modal keterangan yang saya dapat lewat telepon. Saya kok jadi ingat istilah wartel alias wartawan telepon.
Istilah ini biasanya ditujukan kepada wartawan pemalas yang tidak mau berusaha menemui langsung nara sumbernya. Hanya melakukan wawancara lewat telepon saja. Tidak ada investigasi. Tidak perlu jumpa saksi. Konfirmasi sana ini dan jadilah berita. Mirip-mirip ya antara kegiatn saya selama di rumah saja dengan kebiasaan "wartel" tersebut. Menggelikan!
Allah akhirnya membuka jalan. Setelah hampir setahun menyusun bab demi bab dengan menelepon, karena satu dan lain hal, saya ditaqdirkan bisa keluar "kandang". Menyeberangi lautan menuju nara sumber-narasumber yang saya impikan selama pandemi.
Beberapa nara sumber diantaranya sudah meninggal. Aduh sayang sekali memang. Namun menjumpai yang masih ada saja, bahagia sekali. Pasti tak lama lagi saya akan segera menulis berbab-bab dan menyeleaikan bab terakhir saya. Targetnya sebelum Ramadhan tiba.
Sungguh, sampai di rumah, saya langsung tancap gas. Sehari, dua hari sampai seminggu hingga sebulan berkutat di depan laptop. Baru saja saya terpikir memindahkan catatan ke flashdish segera. Kareana bab-bab yang ada sebelumnya belum ada back up.
Nah inilah awal tragedi. Laptop jadul saya mulai rewel. Entah bagaimana mulanya, ia mogok. Tidak mau masuk ke windows lagi. Saya harus membawanya segera ke programmer. Disanalah saya menjadi lemas.
Kehidupan hard disk laptop saya benar-benar tidak bisa diselamatkan. Ibarat mendengar penjelasan Dokter ke keluarga pasien kritis. "Ibu/bapak, kami sudah berusaha semaksimal mungkin, namun tuhan berkata lain. diihlaskan saja ya. Didoakan, semoga husnul khotimah". Sekujur tubuh seperti tak bertulang.