Iradah haris
Iradah haris Asisten Pribadi

Wanita yang selalu hidup di tengah keriuh-riangan rumah dan sekitar lingkungan. "Happy live is about happy wife" 😍

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Menulis di Kompasiana, Aktifitas Ramadhan di Rumah Saja

27 April 2021   09:55 Diperbarui: 27 April 2021   10:17 1351
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menulis di Kompasiana, Aktifitas Ramadhan di Rumah Saja
Menulis di kompasiana, aktifitas Ramadhan di rumah saja. journal.sociolla.com

Keinginan menulis saya sedang terkekang keadaan. Sejak lama. Semakin hari, hasrat menulis makin liar saja. Ada keinginan membukukan tulisan seperti orang lain. Buku kecil tentang orang hebat di sekitar saya. Lagi-lagi, untuk memulai selain berat juga banyak yang menghambat. Keputusan akhirnya, aktifitas Ramadhan di rumah saja saya pilih menulis di kompasiana.

-----

TUBAN. Akun ini baru tervalidasi. Saya terdaftar sebagai kompasianer baru 5 bulan. Mulai menulis artikel tepat pada Hari Pahlawan, 10 November setahun silam. Ngeblog pertama kali ya di platform blog milik Kompas Cyber Media ini.

Iseng menulis saja. Mencari kesibukan setelah berbulan-bulan melewati masa pandemi. Saya mulai menulis juga saat di rumah saja. Ketika seluruh warga negara dianjuran untuk stay at home. Demi mencegah penularan virus covid-19 pada tahun lalu.

Efek di rumah saja membuat saya mencari-cari kesibukan. Lebih tepatnya, berusaha mencari jalan untuk mengurai stress. Tiba-tiba saja berbagai kemahiran yang lama terlupakan muncul semua. Menemani anak belajar daring sambil menanam sayuran di kebun teras, memasak/ baking, menjahit dan akhirnya menulis di blog. Semua saya kerjakan.

Aktifitas ini membuat orang di sekitar saya terkaget-kaget. Tentu ada juga yang berpendapat bahwa, saya bisa mengerjakan hal di luar kebiasaan karena efek stay at home, "kurang kerjaan". Bisa jadi demikian. 

Sebab mereka tak pernah melihat saya bercocok tanam walau pernah dibesarkan di lingkungan petani. Sebab tidak nampak saya mengakrabi mesin jahit, padahal sejak kecil saya belajar menjahit dari ibu. Tentang menulis, sebab saya pun sudah lama tak serius menulis.

Menulis di kompasiana hanya dapat beberapa artikel saja dan mandeg. Kemudian hingga berbulan-bulan sudah tidak pernah menulis lagi karena sibuk urusan sendiri, juga karena satu dan lain hal.

Kalau ada salah satu artikel saya November 2020 yang masuk AU (Artikel Utama), sungguh saya tidak tahu. Tahunya baru awal April lalu. Setlah 6 bulan kemudian. Dari sahabat kompasianer lain di sebuah grup kepenulisan.

TRAGEDI

Sebelum pandemi pernah terpikir untuk nekat membuat buku. Mungkinkah? Mulai rajin menulis baru saja, sudah hendak "meraih bulan". Untuk melahirkan sebuah buku, butuh banyak kekuatan dan juga modal. Sedang keinginan besar saya akan membukukan tulisan, hingga kini baru terkumpul modal nulis saja. 

Hanya modal menulis saja sudah berani mengumumkan tekad untuk membukukan tulisan. Biar orang bilang lucu, saya sih mau meningkatkan kepercayaan diri saja. Tidak ada yang tak mungkin kalau kita mau.

Dengan demikian saya sudah mengumumkan, bahwa saya memiliki keinginan menulis dan membukukan tulisan. Supaya saya ingat bahwa ini akan selalu menjadi hutang. Dan saya harus membayarnya, bila waktunya tiba.

Sebetulnya sudah ada starting yang bagus tahun lalu. Dari agenda kerja saya mulai membuat sketsa. Kemudian perencanaan. Kemana saja saya akan mulai inveatigasi dan wawancara ringan. Seringan-ringannya pekerjaan wawancara yang harus dilakukan lewat rumah itu sungguh tidak menarik. 

Akhirnya saya buat daftar-daftat pertanyaan yang saya titipkan ke orang terdekat kepada sumber yang ingin saya wawancara. Sudah terpecahkan satu jalan keluar. Namun itu pun jauh dari memuaskan. Rasanya ingin lari sendiri mencari narasumber-narasumber yang diingini.

Kondisi stay at home membuat saya harus menahan diri. Praktis saya hanya memulai menulis bab demi bab dengan modal keterangan yang saya dapat lewat telepon. Saya kok jadi ingat istilah wartel alias wartawan telepon. 

Istilah ini biasanya ditujukan kepada wartawan pemalas yang tidak mau berusaha menemui langsung nara sumbernya. Hanya melakukan wawancara lewat telepon saja. Tidak ada investigasi. Tidak perlu jumpa saksi. Konfirmasi sana ini dan jadilah berita. Mirip-mirip ya antara kegiatn saya selama di rumah saja dengan kebiasaan "wartel" tersebut. Menggelikan!

Allah akhirnya membuka jalan. Setelah hampir setahun menyusun bab demi bab dengan menelepon, karena satu dan lain hal, saya ditaqdirkan bisa keluar "kandang". Menyeberangi lautan menuju nara sumber-narasumber yang saya impikan selama pandemi. 

Beberapa nara sumber diantaranya sudah meninggal. Aduh sayang sekali memang. Namun menjumpai yang masih ada saja, bahagia sekali. Pasti tak lama lagi saya akan segera menulis berbab-bab dan menyeleaikan bab terakhir saya. Targetnya sebelum Ramadhan tiba.

Sungguh, sampai di rumah, saya langsung tancap gas. Sehari, dua hari sampai seminggu hingga sebulan berkutat di depan laptop. Baru saja saya terpikir memindahkan catatan ke flashdish segera. Kareana bab-bab yang ada sebelumnya belum ada back up. 

Nah inilah awal tragedi. Laptop jadul saya mulai rewel. Entah bagaimana mulanya, ia mogok. Tidak mau masuk ke windows lagi. Saya harus membawanya segera ke programmer. Disanalah saya menjadi lemas.

Kehidupan hard disk laptop saya benar-benar tidak bisa diselamatkan. Ibarat mendengar penjelasan Dokter ke keluarga pasien kritis. "Ibu/bapak, kami sudah berusaha semaksimal mungkin, namun tuhan berkata lain. diihlaskan saja ya. Didoakan, semoga husnul khotimah". Sekujur tubuh seperti tak bertulang.

Terus saya harus bagaimana? Menangis pun tak keluar air mata. Mau marah, sama siapa? Mau guling2 di tempat servis laptop, ya malu lah. Saya hanya diam saja sepanjang perjalanan pulang. Rasanya seperti kehilangan susunan skripsi yang sudah beberapa kali koreksi dan sudah di acc dosen pembimbing. Hemh sakitnya tuh di sini nih.... depresi!

Michael J. Breus, Ph.D., seorang psikolog yang fokus menangani masalah gangguan tidur, mengatakan menulis jurnal adalah cara terbaik untuk mengeluarkan isi pikiran sebelum tidur.

Aktivitas menulis dapat meringkan beban pikiran yang selama ini mengganggu, sekaligus memberi perspektif baru untuk menghadapi beban atau persoalan yang tengah dihadapi

Sedang Didik Komaidi penulis buku Aku Bisa Menulis dalam bukunya (2007:12-13) menyebutkan bahwa manfaat menulis salah satunya adalah, secara psikologis akan mengurangi tingkat ketegangan dan stres

Selain manfaat lainnya, antara lain : meningkatkan rasa ingin tahu dan melatih kepekaan dalam melihat realitas lingkungan sekitar, menambah wawasan DNA pengetahuan karena biasanya kita akan mencari referensi-referensi lain yang menunjang, melatih untuk menyusun pemikiran secara sistematis dan logis dan terpenting adalah mendatangkan kepuasan.

Tentu saya masih harus menggunakan akal sehat. Terus menulis untuk menepikan stress.  "Hard disk di laptop boleh tak berfungsi. Tapi kalau hard di kepala kita yang diminta pembuatnya, itu wassalam namanya," mungkin begitu kalimat tepatnya kalau mau dibuat status di medsos.

Beberapa sahabat menyarankan, luahkan perasaan di dapur saja. Masak, baking apa saja, pokoknya tetap berkarya. Untuk baking, saya setuju. Masak? Ini bertentangan dengan hati nurani. Saya kalau masak harus dengan sepenuh hati. Bila tidak, rasa masakannya akan jalan-jalan entah kemana. Gak karuan. 

Beruntung saya masih punya tekad untuk menyusun tulisan lagi nanti setelah menenangkan diri. Saat ini saya butuh waktu hibernasi. Tidak mau diganggu.

Walau menunggu nanti, setiap hari saya butuh berolah kata. Supaya keahlian menulisnya tidak karatan lagi. Menjaga tetap tune in di frekwensi menulis yang benar. Saya tetap harus menulis tiap hari. Apa saja, tentang hal yang ringan-ringan misalkan. Asal roh dan semangat menulisnya tetap hidup.

Hidup kadang butuh alasan. Matinya hard disk inilah alasan saya mengingat blog pribadi yang lama tak pernah diisi. Menjelang Ramdhan tiba, saya ingat kompasiana. Apakabar blog saya ya? 

Sudah berbulan2 saya tidak menjenguknya. Mungkin saya harus belajar dan meniru semangat menulisnya sahabat2 kompasianer. Senang melihat mereka yang rajin berkarya. "Any time is deadline"

Saat buka kompasiana, terbaca pengumuman program Tebar Hikmah Ramadhan (THR). Menulis tiap hari dengan tema-tema yang ditentukan Kompasiana. Ada hadiahnya dengan total puluhan juta pula. Melatih disiplin, diiming-imingi hadiah pula. Cocok sekali ini! 

Untuk kesempatan Tebar Hikmah Ramadan, saya menantang diri sendiri menulis tiap hari. Mulailah kegiatan saya saat Ramadhan di rumah saja dengan menulis di sini. Dan ini sudah masuk tema ke 14. Semoga bisa lanjut sampai tema di hari terakhir. Supaya saya tidak seperti tentara yang desersi. Melarikan diri dari medan pertempuran. Tidak terhormat.

Salam 15 Ramadhan 1442 H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun