Tradisi Bukber dan Silaturahmi Politik Menuju Koalisi Besar
Tradisi buka puasa bersama atau sering disingkat dengan "bukber", sudah berlangsung sejak zaman dahulu kala di negara kita, bahkan diperkirakan di zaman penjajahan pun sudah ada.
Tapi, tentu saja, di zaman dahulu konteks bukber bermakna tunggal, yakni semata-mata ajang saling berbagi sambil menjalin silaturahmi.
Makanya, kelaziman yang sudah mentradisi itu berupa sumbangan makanan dari mereka yang punya kemampuan, untuk diserahkan kepada pengurus masjid tertentu.
Lalu, warga di lingkungan masjid tersebut dipersilakan ikut bukber sambil melaksanakan salat magrib berjamaah.
Bahkan, siapa pun yang datang, termasuk warga yang dalam perjalanan dan singgah sejenak di masjid itu, dipersilakan ikut bukber.
Dalam perkembangannya, bukber bercampur dengan dunia lain, seperti kepentingan koordinasi antar instansi pemerintah, dengan mengambil momen acara bukber.
Hanya saja, untuk tahun ini sudah ada larangan bukber bagi aparatur sipil negara (ASN) yang diumumkan langsung oleh Presiden Joko Widodo di awal bulan puasa.
Namun demikian, bukber bagi pihak swasta tetap dibolehkan. Maka, jangan heran kalau bukber menjadi ajang bisnis antar pengusaha dan pelanggan.
Nah, berhubung sekarang kita sudah memasuki tahun politik dalam rangka menuju Pilpres 2024, acara bukber pun sudah dimasuki oleh berbagai kepentingan politik.
Beberapa parpol tingkat cabang diberitakan menggelar bukber dengan mengundang anak yatim. Ini tentu sesuatu yang positif.