Puasa Ramadan, Pengendalian Diri, dan Nafsu Kekuasaan
Hakikat puasa tidak semata-mata menahan haus dan lapar. Mengendalikan nafsu makan dan minum bagi orang dewasa mungkin tidak terlalu berat.
Mengendalikan emosi ketika berinteraksi dengan orang lain, baik di dunia nyata maupun di dunia maya, rasanya relatif lebih sulit.
Bayangkan saja ketika banyak kendaraan yang sama-sama satu tujuan, katakanlah mudik lebaran ke Sumatera dari Jabodetabek, terjebak macet parah menjelang pelabuhan Merak.
Pemudik dari Jawa ke Sumatera lewat jalan darat mau tak mau harus naik kapal feri dari Merak di Provinsi Banten ke Bakauheni di Provinsi Lampung.
Saat puncak arus mudik, banyak mobil yang menunggu sekitar 5-6 jam sebelum bisa naik kapal. Bila itu di tengah panas terik, tentu sangat mengesalkan.
Lalu, jika ada mobil di belakang yang berusaha menyalip mobil di depannya, pengemudi yang disalip spontan saja mengeluarkan ucapan sumpah serapah.
Itulah salah satu contoh bahwa betapa tidak gampangnya mengendalikan emosi ketika ada tekanan dari pihak lain atau dari kondisi yang tidak diharapkan terjadi.
Nah, ada lagi hal yang jauh lebih sulit lagi untuk dikendalikan. Hal ini menjadi materi ceramah Ramadan Wapres Ma'ruf Amin dalam Safari Ramadan tahun ini.
Beliau mengatakan nafsu kekuasaan sebagai hal yang harus dikendalikan, apalagi di bulan puasa ini. Para pejabat negara tentu paham betapa nikmatnya kekuasaan.
Fasilitas yang berlimpah dan penghormatan dari anak buah dan para relasi, terkadang bisa membuat seseorang terlena, bahkan bisa memabukkan.