Bukber Hemat, Tetap Nikmat, In Syaa Allaah Berkah Melekat
Ramadan tiba, pertanda bukber ada. Sejak Ramadan beberapa tahun yang lalu, saya dan keluarga memiliki program buka bersama atau bukber dengan anak-anak panti asuhan. Rentang usia mereka bervariasi dari usia SD sampai SMA.
Biasanya kami yang datang ke panti membawa makanan berbuka sesuai jadwal yang telah disepakati. Konsep bukbernya semi prasmanan. Saya memesan menu bukber ke salah seorang teman yang memiliki usaha katering.
Saya pernah memesan paket menu bukber yang terdiri dari nasi, sayur sop, ayam, sop buah, dan krupuk. Pernah juga memesan paket baso tahu kuah ke kenalan yang lain. Setelah pesanan diantar ke panti asuhan yang dituju, saya, suami, dan anak-anak, dibantu pengurus panti menata makanan di atas piring atau mangkok.
Sebelum berbuka, acara diawali dahulu dengan tausyah oleh pengasuh panti asuhan. Tema tausyahnya berbeda-beda tergantung keperluan dan situasi saat itu. Lalu, acara dilanjutkan dengan doa bersama.
Pada mulanya, biaya untuk bukber menggunakan dana pribadi. Namun, setelah beberapa teman tahu program bukber ini, mereka ikut berpartisipasi. Biasanya menyumbang uang. Yang awalnya dana ditanggung sendiri, sekarang bisa bareng-bareng. Secara pribadi sudah terjadi penghematan biaya.
Kami bekerja sama dengan panti asuhan yang berbeda-beda setiap tahunnya. Paling tidak panti asuhan yang ada di sekitar lingkungan kami tinggal. Sehingga, kehadiran kami di tengah masyarakat bisa sedikit memberi arti.
Suatu ketika, saya pernah kesulitan memesan menu bukber. Tidak ada yang mau mengelola dana donasi 850 ribu untuk sekian porsi makanan. Walaupun saya coba dengan pendekatan sosial kedermawanan, tawaran saya tetap ditolak.
Saya harus bergerak cepat agar dengan dana terbatas tetap bisa diadakan acara bukber. Kali ini kami bukber dengan santri-santri TPA dan beberapa warga kurang mampu dari perumahan sebelah.
Salah satu teman mengajar saya sanggup membantu masak. Menunya ada nasi putih, capcay, dan ayam goreng. Kami berbagi daftar belanjaan. Proses memasak dan mengemas makanan dilakukan di rumah saya. Setelah beres, kami menuju masjid tempat bukber jam 4 sore. Wah, senangnya hati ini! Rasa lelah mendadak sirna.
***
Saya pernah mendengar ceramah yang mengatakan bahwa sebaik-baik rumah adalah yang ada anak yatim di dalamnya. Namun, di zaman now tidak banyak anak yatim yang tinggal serumah dengan orang tua asuhnya. Mereka biasanya dititipkan di panti asuhan atau di pondok pesantren.
"Jika kondisi ini yang terjadi, kita tetap bisa koq berinteraksi dengan anak-anak yatim di rumah kita. Bagaimana caranya? Undanglah mereka bukberan ke rumah kita. Dengan begitu, rumah kita telah pernah didiami oleh anak-anak yatim. Meskipun sifatnya diam sementara, nggak apa-apa," begitu kata Pak Ustadz.
Wah, bener juga! Solusinya mudah, tetapi tetap bisa. Maka, Ramadan tahun berikutnya saya mengundang dua puluhan anak yatim laki-laki usia SD untuk bukber di rumah. Pengurus panti juga tidak keberatan. Mereka bersedia mengantar anak-anak panti ke rumah saya dengan menggunakan mobil operasional panti. Alhamdulillah, rumah kami yang mungil bisa menampung mereka.
Saya dibantu suami dan anak-anak memasak sendiri hidangan bukber untuk mereka. Menunya terdiri dari nasi putih, sayur sop, nugget ayam goreng, kerupuk, buah, dan air mineral. Menu bukbernya sederhana. Bukber hemat, tetap nikmat.
Sebelum berbuka, saya putarkan tayangan film dokumenter tentang Kota Mekkah dan Kota Madinah melalui overhead projector pinjaman dari tetangga. Suami yang menyiapkan. Saya yang memandu acara dan memberi penjelasan tambahan. Anak-anak saya yang berusia SD juga saat itu ikut bergabung menyaksikan tayangan tersebut.
Saya sengaja memutarkan film dokumenter tersebut agar anak-anak yatim ini tetap semangat mewujudkan cita-cita besar mereka. Melanglangbuanakan pikiran dan perasaan mereka ke negeri Mekkah dan Madinah. Negeri Nabi Muhammad SAW tercinta. Predikat sebagai anak yatim bukan halangan menuju kesuksesan.
Adzan Maghrib berkumandang. Waktu berbuka telah datang. Anak-anak gembira berseru. Mereka antre makanan satu per satu. Telah hilang rasa haus, dan urat-urat telah basah, serta pahala telah tetap, in syaa allaah.
Setelah berbuka, anak-anak balik lagi ke panti. Mobil telah siap menanti. Mereka harus segera melaksanakan salat maghrib. Kemudian bersiap-siap untuk salat isya dilanjutkan dengan salat tarawih.
Meskipun sekira 2 jam saja bersama anak-anak yatim ini, kata hati saling terpatri. Saat teraba hati mereka terluka, saya merasakan hal yang sama. Ketika rona bahagia terpancar di raut wajah mereka, merekalah sejatinya obat bahagia saya.
Anak-anak panti memang telah pergi. Namun, kehadiran mereka selalu di hati. Bukber kali ini sungguh berarti. Kenangannya tak akan pernah mati. Semoga pahalanya abadi.
Bukber hemat, tetap nikmat, in syaa allaah berkah melekat.
***