Kartini, Emansipasi dan Islam
Raden Ajeng Kartini, adalah tokoh emansipasi wanita yang namanya akan selalu diingat, teristimewa di bulan April.
Banyak yang berpandangan miring jika mengaitkan perjuangan R.A Kartini dari segi agama. Bahkan di masa kekinian, seringkali tokoh emansipasi dan persamaan gender, yang biasa disebut tokoh feminis dianggap menabrak dan bertentangan dengan norma agama.
Sebagai seorang perempuan, saya menghargai jasa dan perjuangan Raden Ajeng Kartini. Yang merintis jalan bagi kaum perempuan untuk berekspresi dan mengembangkan diri sesuai keinginan. Tentu saja sesuai norma dan agama. Bukan semaunya, hedonis dan meninggalkan nilai-nilai yang menjadi batasan moral dalam kehidupan.
Sesungguhnya, Rasulullah SAW bersabda, "Jika seorang wanita menunaikan shalat lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, menjaga kehormatannya dan menaati suaminya; niscaya akan dikatakan padanya: "Masuklah ke dalam surga dari pintu manapun yang kau mau". (HR. Ahmad)
Dalam hal ini, seorang muslimah, yang mentaati agama, akan melaksanakan kewajiban seorang muslim dengan menjalankan shalat 5 waktu dan berpuasa di bulan ramadan.
Menjaga kehormatannya, ini berkaitan dengan kesucian dan menjaga pergaulan, yang di era sekarang banyak diabaikan dan menjadi fenomena yang membuat miris. Perselingkuhan, dan zina merajalela karena banyak perempuan yang mengabaikan kehormatannya dan mengejar nafsu semata.
Perempuan-perempuan berlaku tak terkendali dan menganggap dirinya bebas melakukan apa saja. Apalagi ketika kemandirian dan kemampuan memenuhi kebutuhan nya sendiri sudah diraih. Tanpa pengetahuan agama dan akhlak yang baik, akan mengacaukan peradaban.
Tentu saja Kartini berbeda. Pemikiran Kartini yang ingin terus belajar dan memperbaiki nasib kaumnya yang saat itu terkungkung dalam belenggu adat dan norma yang mengasingkan dari pengetahuan yang membuatnya turun tangan.
Tidak hanya belajar membaca dan menulis, bahkan bertanya tentang agama pun dilarang. Padahal di masa sekarang kita tahu, mempelajari ilmu agama itu hukumnya fardhu a'in. Dan menuntut ilmu umum itu hukumnya fardhu kifayah.
Kartini mungkin saat itu belum mendalami agama, tapi beliau telah melaksanakan syiar menuntut ilmu. Mengajak kaumnya untuk belajar, dan maju. Itu tidak hanya dianjurkan dalam Islam. Tapi diwajibkan.