(Kolom Donasi) Sambal Belut dan Sawah yang Hilang
Mudik, mudik dan mudik yang memuhi berbagai artikel dan tulisan sempat membuat saya jenuh dan sejenak "melarikan diri " mencari suasana lain.
Tapi tak bisa dipungkiri, di saat-saat terakhir ramadan, kata mudik menjadi kata yang paling viral dan familiar. Apalagi sudah 2 kali lebaran mudik tidak dianjurkan, bahkan dilarang, membuat acara mudik kali ini seperti euforia anak panah yang dilepaskan dari busurnya.
Mudik tak bisa dipisahkan dari kampung halaman dan kenangan yang menyertai nya. Di samping bersilaturahmi terhadap sanak saudara, teman dan handai taulan, acara mudik biasanya diisi dengan mengunjungi tempat kenangan dan mencicipi kuliner unik yang menjadi kenangan.
Di dekat rumah saya, di salah satu pojok kabupaten Purworejo, terhampar sawah yang luas. Dulu, sawah-sawah itu selalu basah tergenang air yang melimpah. Air mengalir deras dari Sungai Kedung putri, ke sungai sekunder, dan mengalir ke parit-parit saluran tersier hasil kerja padat karya yang menjadi program pemerintah jaman dahulu kala.
Meski perempuan, saya suka sekali memancing belut. Berbekal pancing belut yang hanya berupa senar yang dipilin, dengan mata pancing di ujungnya, saya siap mengganggu kedamaian para belut dengan umpan ikan melik (sejenis ikan kecil yang banyak hidup di sawah, dan biasa dijadikan umpan untuk memancing belut).
Terkadang kalau ketahuan bapak saya dimarahi dan di panggil pulang. Itu kalau memancing belut nya pas siang dan panas. Mungkin bapak khawatir kalau aku sakit. Tapi kalau sore hari saat hari mulai teduh, biasanya diperbolehkan. Atau saat itu bapak bertugas mengajar sore hari di sekolah swasta, jadi aku bebas berburu belut, hihihi...
Belut ini sejenis ikan tinggi protein. Bahkan ikan sidat, sejenis belut yang bersirip, sangat terkenal di Jepang dengan nama unagi. Ada jenis lumbon, belut berukuran besar. Biasanya lubangnya terletak di air mengalir di pinggir sungai. Pokoknya memancing belut penuh keasyikan dan menjadi nostalgia tersendiri bagi saya.
Terkadang perolehan belut hanya beberapa ekor. Kalau digoreng jadinya mengecil dan jadi sedikit sekali. Sebab ikan belut lebih enak digoreng krispi dan dimakan sekalian durinya.
Salah satu cara mengolah belut agar cukup dibuat lauk adalah di sambal pedas dengan bumbu kencur dan bawang putih. Lebih cocok kalau belut nya dibakar, sehingga dagingnya lunak, disuwir-suwir, kemudian disambal. Lombok nya memakai cabe rawit yang pedasnya nampol. Dimakan bersama nasi putih hangat. Wow.. Wow.. Wow.. Rasanya tak terkatakan lezat dan nikmatnya.
Sekarang sawah di samping rumah saya masih ada, tapi banyak yang mengering, dan sebagian lagi sudah ditanami bangunan untuk rumah, toko, maupun tempat usaha lainnya.
Meski sawah itu mungkin akan hilang, tapi mudik dan kerinduan akan kampung halaman tak akan pernah sirna.
Senandung mudik itu begitu indah dan menyelusup ke setiap kenangan yang takkan pernah terlupakan.
Untuk mengobati kerinduan, kebetulan ada sisa ikan bandeng yang tak habis untuk berbuka. Jadi kubuat saja sambal ikan bandeng untuk makan sahur.
-Satu ekor ikan bandeng, ambil dagingnya saja.
-5 buah cabe rawit, dan 3 buah cabe tampar.
-1/4 sdt garam
-setengah jari kencur
-1 siung bawang putih
Haluskan semua bumbu, masukkan daging ikan bandeng, uleg lagi.
Sambal ikan bandeng siap dinikmati dengan nasi dan lalap. Duri yang tersisa pun gampang diambil dan disisihkan.
Selamat menikmati Sambal ikan bandeng.
Selamat berpuasa. Semoga puasa kita lancar dan berkah. Aamiin..