Isur Suryati
Isur Suryati Guru

Mengajar di SMPN 1 Sumedang, tertarik dengan dunia kepenulisan. Ibu dari tiga anak. Menerbitkan kumpulan cerita pendek berbahasa Sunda berjudul 'Mushap Beureum Ati' (Mushap Merah Hati) pada tahun 2021. Selalu bahagia, bugar dan berkelimpahan rejeki. Itulah motto rasa syukur saya setiap hari.

Selanjutnya

Tutup

TRADISI Pilihan

Tradisi Unik Masyarakat Sunda Menjelang Puasa, Masihkah Dilakukan?

31 Maret 2022   21:23 Diperbarui: 31 Maret 2022   21:27 1322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tradisi Unik Masyarakat Sunda Menjelang Puasa, Masihkah Dilakukan?
Ilustrasi mesjid di awal puasa |Pexels.co/ Rhyan Stark

"Sebelum puasa, kita pulang dulu ke Kuningan, ya Ma! Bapak mau nyekar dulu ke makam bapak dan Mimih" Ucap suami. Dia mengungkapkan hal tersebut, pada sore hari. Tepat tiga hari lagi menjelang dimulainya bulan suci Ramadhan tahun ini. 

Dengan senang hati, keesokan harinya saya sekeluarga pun mudik ke Kuningan, Jawa Barat. Sebagai informasi, suami saya berasal dari Kuningan, sedangkan kampung halaman saya adalah Sumedang. Karena, saya dan suami tinggal dan memiliki pekerjaan di kota Sumedang. Maka, mudik bagi kami adalah pulang ke Kuningan.

Sudah menjadi kebiasaan suami, bila ada hal yang istimewa, umpama hari-hari besar seperti bulan Ramadhan, hari raya Iedul fitri, iedul adha, akan melaksanakan kenduri seperti khitanan anak, selamatan rumah, dan akan melakukan hal yang bersifat penting bagi keluarga. 

Maka, nyekar ke makam ibu dan bapaknya adalah tradisi yang tidak boleh ditinggalkan. Secara psikologis, hal itu mampu membuatnya tenang, damai, dan percaya diri ketika melakukan suatu hal yang dianggap penting dan besar tersebut. Jadi, tidak hanya saat akan puasa saja, ya. 

Sepanjang perjalanan, saya mengamati air muka suami yang tampak ceria, sumringah, dan sangat bahagia. Bagaimana tidak? sudah hampir tiga tahun, dia tidak bisa pulang ke kampung halamannya. Pandemi telah merenggut kebiasaan uniknya, yaitu meluapkan rasa rindu pada ayah dan ibunya dengan nyekar atau nadran ke pusara.

Saya dan suami berasal dari suku bangsa yang sama, yaitu Sunda. Oleh karena itu, tradisi kami dalam menghadapi awal puasa tentu saja tidak ada perbedaan. Ketika suami nadran atau nyekar ke makam orang tuanya. 

Maka, saya pun akan melakukan hal yang sama. Mengunjungi pusara nenek dan kakek di kampung halaman. Hal itu saya lakukan secara ramai-ramai dari pihak keluarga besar, ada bapak dan ibu saya, adik dan keluarganya, kakak dan keluarganya serta saudara-saudara dari pihak bapak dan ibu. 

Sebenarnya, selain nadran atau nyekar ada beberapa tradisi unik lainnya yang biasa dilakukan oleh masyarakat Sunda, sebelum melaksanakan ibadah puasa. Apa sajakah tradisi unik tersebut. Masihkah dilakukan oleh generasi-generasi saat ini?

Nyekar ke makam atau Nadran

Nyekar dalam bahasa Jawa berasal dari kata sekar yang artinya bunga. Dalam bahasa Sunda, nyekar disebut ngembang atau menaruh bunga di atas pusara.

 Dalam prakteknya, nyekar memang ada kegiatan menaburkan bunga ke atas pusara. Bunga yang ditaburkan biasanya terdiri dari segala macam jenis bunga, alias boleh bunga apa saja. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun