Penulis Buku ‘Jabal Rahmah Rendesvous Cinta nan Abadi’, 'Catatan kecil PNPM-MPd', 'Menapak Tilas Jejak Langkah Bung Karno di Ende', 'Sekedar Pengingat', 'Mandeh Aku Pulang' (Kumpulan Cerpen) dan 'Balada Cinta di Selat Adonara' (Kumpulan Cerpen). Ayah. Suami. Petualang. Coba berbagi pada sesama, pemilik blog http://www.iskandarzulkarnain.com
Catatan Pulang Kampung, Kasus Bus ALS
Bus ALS baru saja meninggalkan Pool nya di Klender. Tujuan perjalanan pulang kampung kali ini menuju kota terbesar di Sumatera. Kota Medan.
Kota yang akan dituju, merupakan ibu kota dari Sumatera Utara. Kota terbesar ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya. Perjalanan yang direncanakan akan menempuh jarak sekitar hampir dua ribu kilometer ini, akan ditempuh selama tiga hari tiga malam, perjalanan non stop.
Kebayangkan bagaimana lelah yang akan dialami.
Mengapa mudik menggunakan Bus dengan perjalanan yang sangat melelahkan? Bukankah ada moda transportasi lain. Dengan pesawat atau kapal laut, misalnya.
Pertanyaan pertama, jawabannya, karena harga tiket yang tidak masuk akal. Harga tiket pesawat naik tiga ratus persen. Sebuah kalkulasi yang sulit dianalisa dengan nalar sehat.
Bagaimana menjelaskan fenomena ini? Harga tiket ke Medan, akan lebih murah, ketika perjalanan dilakukan dengan rute ke Malaysia terlebih dahulu, lalu, berganti armada pesawat Batik untuk kemudian kembali ke Medan. Sungguh sebuah nalar yang terbalik.
Dulu, ketika kita memiliki cukup banyak uang, kita ke luar negri. Kini, justru karena ketiadaan uang, makanya kita ke luar negri. Lucukan? Nalar yang dibangun sungguh sulit untuk dijelaskan.
Benarkah uang yang dihemat signifikan ketika melalui negeri Jiran? Jika dihitung dengan jumlah yang dikeluarkan untuk membeli tiket pesawat thok. Jawabannya benar. Namun, ada aturan yang dilakukan oleh negeri Jiran kita, bahwa perjalanan dapat dilanjutkan setelah stay tujuh jam di negeri Jiran tersebut. Penantian selama tujuh jam inilah yang menghabiskan banyak uang. Pengeluaran yang luput dari perhatian mereka yang menggunakan moda tersebut. Sehingga, ketika jumlah pengeluaran ditotal secara keseluruhan. Maka, jumlah nominal yang dikeluarkan, sebelas dua belas dengan penerbangan lokal yang kenaikannya hingga tiga ratus persen itu.
Bagaimana dengan Kapal laut? Dengan kapal laut, jika dilihat service yang dilakukan selama perjalanan, Pelni dalam hal ini, sebagai penyelenggara jasa angkutan laut perlu diacungkan jempol. Namun, justru kelemahan yang sangat vital dilakukan Pelni dengan tidak memanfaatkan tekhnologi kekinian. Untuk memperoleh tiket kapal laut, tidak semudah ketika kita memesan tiket pesawat.
Jasa traveloka, tiket.com, dll belum merambah ke tiket kapal laut. Pemesanan tiket masih setengah hati. Kita masih harus datang ke kantor Pelni di daerah yang bersangkutan. Sudah cukup? Ternyata belum. Jadwal keberangkatan kapal Pelni suka berubah, ditambah lagi dengan kapasitas tempat yang tersedia dengan jumlah penumpang tidak balance. Sehingga, untuk memperoleh tiket, sungguh sulit diperoleh.