Senyuman Ponakan yang Saya Rindukan
Senyum cerah ibunda menyambut kedatangan kami sore itu. Di kursi teras ia terduduk. Sebentuk kacamata dengan model lawas bertengger di punggung hidungnya. Ibu terlihat segar bugar di usianya yang telah melenggang dari angka tujuh puluh.
Kami mencium tangannya, berharap keberkahan darinya. Dari sepasang telapak tangan beliau tak terhitung kebaikan yang dilakukannya bagi kami. Kami tumpahkan rasa rindu kepadanya seolah ini pertemuan yang terakhir.
Selanjutnya datang adiku Lenny dan dua anaknya. Mereka tinggal di rumah ibu bagian belakang. Rumah ibu berbentuk memanjang seperti kereta. Si kecil Sulthan keponakan kami begitu riang melihat kami berkumpul di sini. Ia tak sabar ingin pergi jalan-jalan naik mobil uwanya.
Tak berselang lama keluarga A Dadang tiba. Ia datang bersama istri dan dua gadis cantiknya. Mereka tinggal sedikit jauh dari rumah ibu dan dipisahkan oleh wilayah administratif yang disebut RW, yang berbeda.
Ibunda lantas menyajikan ketupat yang disiram sayur buah pepaya muda, kari ayam, dan rendang. Tak ketinggalan kerupuk udang yang menggiurkan. Ibu tahu benar kegemaranku makan kerupuk, karenanya ibu sedikit cerewet bila "si rangu" ini belum hadir di meja. Orang Sunda memilih kata rangu sebagai ganti kata "kres".
Ketupat olahan ibu dipersiapkan A Dadang. Sehari menjelang hari Lebaran ia berjibaku di halaman belakang rumah yang lega. Di sana terdapat tungku kayu bakar besar, tempat menggodok ketupat. Berjam-jam ia membolak- balik ketupat dalam panci jumbo. Satu hal yang ia lakukan untuk memperoleh ketupat dengan kematangan yang sempurna, tekstur yang lembut, dan kekenyalan yang baik. Ketupat yang tahan disimpan dengan digantung selama dua hari.
A Dadang mewarisi cara membuat ketupat dari mendiang Bapak. Beliau sudah terbiasa dari tahun ke tahun mengolah ketupat dengan metode seperti itu. Latar belakang Bapak sebagai tentara, yang sering memasak di lapangan, menginspirasi dalam memasak sajian Lebaran bernama ketupat.
Putar-Putar Kota
Lebaran adalah hari gembira. Setiap muslim merasakan kebahagiaan di hari ini. Bahagia karena telah berhasil menjalani ibadah di bulan Ramadan. Bahagia telah sampai di hari kemenangan, hari raya Idul Fitri. Bahagia dapat bersilaturahmi dengan tetangga, karib kerabat, dan handai taulan. Bahagia atas nikmat-yang dikaruniakan Allah SWT.
Kebahagiaan hari Lebaran tampak jelas pada anak- anak. Mereka mengenakan baju, celana, dan sepatu atau sandal yang baru. Mereka dihujani amplop berisi uang yang disebut angpau. Ayah dan ibu, nenek, paman dan bibi, serta para tetangga menyisipkan angpau dalam saku pakaian mereka.
Di tempat ibunda terdapat anak-anak dalam beragam tingkatan usia. Ada Sulthan yang masih balita, Andini yang duduk di kelas 2 SMP, serta Salma dan kakaknya Fitria yang bersekolah di SD dan SMK. Ditambah Aqila dan Murteza dua anak kami yang berusia sebaya dengan saudara-saudaranya. Jadilah rumah ibunda ramai, hangat oleh tawa riang dan celoteh mereka.