(Mantan) Musisi, (mantan) penyiar radio dan (mantan) perokok berat yang juga penyintas kelainan buta warna parsial ini, penikmat budaya nusantara, buku cerita, sepakbola, kopi nashittel, serta kuliner berkuah kaldu ... ingin sekali keliling Indonesia! Email : kaekaha.4277@yahoo.co.id
Basambang Menyusuri Sungai Tatah Belayung, Mamutiki Ikan dari Tampiray
Basambang menyusuri Sungai Belayung, mamutiki ikan dari tampirai
Ngabuburit menyusuri Sungai Belayung, memetik/memanen ikan dari jebakan ikan
Begitulah kira-kira terjemahan bebas dari judul tulisan diatas. Basambang atau ada juga yang menyebutnya basasambang, merupakan kosakta bahasa Banjar yang mempunyai makna sepadan atau sama dengan ngabuburit dalam bahasa Indonesia. Sedangkan kosakata mamutiki dalam bahasa Banjar maknanya adalah memetik (jamak/banyak) atau mengumpulkan, sedangkan tampiray adalah sejenis alat untuk menjebak ikan di rawa-rawa atau tepian sungai.
Kota 1000 Sungai, Banjarmasin nan Bungas!
Merujuk pada julukannya sebagai Kota 1000 Sungai, tentu masyarakat nusantara dan dunia sudah mafhum dengan fakta unik topografis dan juga geografis Kota Banjarmasin, Ibu Kota Propinsi Kalimantan Selatan.
Kota dataran rendah dengan ketinggian rata-rata daratannya hanya -60 sampai -80cm dpal atau 60-80 cm dibawah permukaan air laut ini menyebabkan sebagian besar daratannya didominasi oleh perairan darat berupa daerah aliran sungai (DAS) atau rawa-rawa. Banyaknya rawa dan aliran sungai yang membelah daratan kota inilah asal muasal julukan Kota 1000 Sungai kelak melekat menjadi identitas Kota Banjarmasin.
Baca Juga : Sedapnya Olahan "Tedas Anis", Sahur Booster ala Kota 1000 Sungai
Dari sekian ratus sungai yang membelah daratan Kota Banjarmasin menjadi layaknya pulau-pulau kecil jika dilihat dari udara, 2 (dua) diantaranya adalah sungai besar dan terbesar di Kalimantan Selatan dan juga di Indonesia, yaitu Sungai Martapura (lebar sekitar 100 m, panjang 37 km) dan Sungai Barito (lebar 650-850 m, panjang sekitar 900 km).
Keunikan Budaya Sungai
Persentuhan antara Urang Banjar dengan ekosistem perairan darat, berupa rawa-rawa dan sungai yang telah berlasung selama berabad-abad lamanya, kelak menghadirkan berbagai kearifan lokal yang diidentifikasi khalayak sebagai budaya sungai.
Salah satu kearifan lokal budaya sungai Urang Banjar yang sampai sekarang masih eksis dan terbukti bisa ikut menjaga kelestarian ekosistem sungai dan rawa adalah teknik maiwak atau cara menangkap ikannya yang sangat ramah lingkungan.
Uniknya, dari cara dan alat maiwak ini kita juga bisa menentukan target ikan yang akan diburu!
Salah satu teknik maiwak yang paling populer karena mudah, sederhana, tidak perlu skill khusus dan bisa setiap hari dipanen sebagai pasif income adalah teknik maiwak dengan cara memasang tampiray, sejenis alat untuk menjebak ikan di lokasi-lokasi strategis di pinggiran sungai atau rawa-rawa.
Target dari teknik maiwak menggunakan tampiray ini umumnya ikan sepat (Trichopodus trichopterus) dan kadang-kadang ada juga ikan Sepat Siam (Trichopodus pectoralis), Papuyu (Anabas testudineus) bahkan juga haruan atau ikan gabus (Channa striata) dan juga belut (Monopterus albus ) yang masuk jebakan dan tidak bisa keluar lagi dari tampiray.
Menyusuri Sungai Belayung
Ditengah PSBB atau Pembatasan Sosial Berskala Besar yang diberlakukan di Kota Banjarmasin, tentu cara basambang atau ngabuburit warga Kota 1000 Sungai juga harus menyesuaikan dengan protokoler PSBB yang berlaku. Apalagi setelah pasar wadai, episentrum keramaian khas banua yang selama beberapa dekade terakhir menjadi ikon tempat basambang paling favorit masyarakat selama ramadan, tahun ini resmi tidak dibuka oleh Pemko Banjarmasin. Tapi nggak usah kuatir, show must go on!
Baca Juga : Pesan Bijak di Balik "Runtuhnya" Eksistensi Pasar Wadai Ramadan di Banjarmasin
Sebagai orang sungai, kami masih mempunyai banyak aktifitas menarik yang tidak kalah serunya dengan model-model basambang yang sudah biasa atau lazim dilakukan orang, salah satunya yang paling saya suka adalah umpat kai basambang menyusuri Sungai Tatah Belayung, mamutiki iwak dari tampiray (ikut kakek ngabuburit, menyusuri Sungai Tatah Belayung, memanen ikan dari alat jebakan ikan). Yuk ikutan!
Oya, sekedar informasi saja! Pada nama "Sungai Tatah Belayung", sebenarnya ada pengulangan kata dengan makna yang setara atau relatif sama walaupun kosakatanya berbeda, yaitu pada kata sungai dan tatah. Dalam pemahaman asli Urang Banjar, kata tatah artinya adalah saluran air/canal buatan yang muaranya ke sungai atau Anjir (saluran air/canal yang tingkatannya lebih besar dari tatah tapi lebih kecil dari sungai) yang dibuat untuk menyalurkan air ke lahan pertanian milik kelompok atau bubuhan tertentu.
Biasanya, kami umpat kai (ikut kakek) tapi dengan menaiki jukung (perahu kecil khas Banjar) sendiri, terpisah dengan jukung kai untuk basambang memanen ikan-ikan Sepat (Trichopodus trichopterus) dari dalam tampiray ini, karena sidin (beliau;bahasa Banjar) lah yang mengetahui spot-spot lokasi tampiray diletakkan di sepanjang Sungai Tatah Belayung yang totalnya lebih dari 50 (lima puluh) buah.
Sungai Belayung atau Sungai Tatah Belayung yang melintasi kampung kai ini, lebarnya antara 2-3 meter saja dan akan melebar sampai puluhan meter ketika mendekati muaranya di Sungai Martapura. Kiri kananya, selain sebagian besar merupakan lahan sawah rawa lebak, juga terdapat rawa-rawa dangkal dan sedang yang biasa ditumbuhi tanaman-tanaman rawa berdaun hijau segar seperti Jariangau (Acorus calamus L. Acoraceae), batang talipuk atau batang bunga teratai (Nymphae pubescens Willd), Genjer (Limnocharis flava), Kalakai atau pakis (Stechnolaena palustris), supan-supan (Neptunia oleracea) dan banyak lagi yang lainnya.
Tampiray milik kai yang terbuat darai kawat ram yang dilengkapi dengan pelampung berupa botol minuman kosong yang sebenarnya merupakan bentuk modern dari bubu yang terbuat dari bambu itu dipasang semi permanen, artinya tetap diletakkan dilokasi tersebut tanpa dipindah-pindah lagi, kecuali jika beberapa kali mamutiki ternyata tampiray tidak menghasilkan ikan, maka tampiray akan dipindah ke lokasi lain yang diperkirakan ada ikannya.
Hebatnya, kai tidak memerlukan catatan untuk mengingat spot-spot lokasi tampairay diletakkan disepanjang sungai!
Biasanya, kai mamutiki ikan dari tampiray ini pada pagi hari setelah shalat Dhuha dan sore setelah Ashar, tapi kalau keuyuhan (kecapekan;bahasa Banjar) biasanya sekali saja mamutiki-nya, bisa pagi atau sore. Nah, waktu mamutiki sore hari inilah yang paling asyik untuk basambang!
Hanya saja, husus untuk memanen sore ini, jika hasilnya banyak maka tidak semua tampiray diangkat untuk dipanen ikannya, karena waktunya pasti tidak cukup. Bagi Kai, pantang untuk melanggar waktu shalat lima waktu. Masha Allah!
Menurut saya, momen paling seru dari basambang ikut kai ini adalah saat mengangkat tampiray yang mengapung di permukaan sungai atau rawa, apalagi jika banyak ikan yang terjebak di dalamnya. Wooooow, ini baru yang namanya basambang alias ngabuburit gaes! Selain itu, menikmati perjalanan di sepanjang sungai yang disuguhi hijaunya vegetasi tanaman rawa yang khas dan unik, juga bisa bikin fresh mata dan pikiran lho. Seru banget dah!
Untuk hasil perolehan ikannya, jika hari panas dan banyu surut, dalam sehari kai bisa mendapatkan ikan 6-7 kg, bahkan pernah juga sampai 10 kg, tapi kalau habis hujan deras atau banyu tinggi seperti hari ini, dari 50-an tampiray yang dipasang biasanya menurut kai bisa dapat 2-3 kg ikan, Alhamdulillah!
Baca Juga : Kisah Demam Harga, Anomali Sayur "Carter" Pesawat dan Ikan Haruan Seharga Daging Sapi
Ikan-ikan yang didapat kai setiap harinya, selain dikonsumsi untuk lauk makan sehari-hari ada juga yang dijual segar kepada pembeli yang biasanya datang langsung ke rumah dan sebagian lagi dikeringkan untuk stok simpanan maupun dijual dalam bentuk ikan sepat kering Banjar yang memang terkenal gurih dan renyah. Sedaaaaaaap!
Mau coba ngabuburit ala Kota 1000 Sungai? Yuk, basasambang ke Banjarmasin, masih banyak rawa dan sungai lainnya yang tak kalah menarik untuk dijelajahi!
Semoga bermanfaat!
Salam dari Kota 1000 Sungai, Banjarmasin nan Bungas!