Kartika E.H.
Kartika E.H. Wiraswasta

... penikmat budaya nusantara, buku cerita, kopi nashittel (panas pahit kentel) serta kuliner berkuah kaldu ... ingin sekali keliling Indonesia! Email : kaekaha.4277@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Artikel Utama

Belajar dari Paribasa Banjar, "Filter" Kearifan Lisan Urang Banjar dalam Berbicara

29 April 2022   23:23 Diperbarui: 1 Mei 2022   20:29 1898
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Belajar dari Paribasa Banjar, "Filter" Kearifan Lisan Urang Banjar dalam Berbicara
Pasar Terapung, Ruang Publik Sekaligus Ruang Ngobrol Paling Intens di Lingkungan Urang Banjar | @kaekaha

Dari ribuan paribasa Banjar yang sampai sekarang masih tetap eksis menjadi referensi sekaligus media kontrol sosial bagi Urang Banjar dalam berkehidupan bersosial dan bermasyarakat sehari-hari, ada ratusan diantaranya yang telah di kodifikasi dan didokumentasikan dalam bentuk buku atau karya tulis lainnya, salah satunya adalah karya dari duo budayawan Banjar, Ahmad Makkie dan Syamsiar Seman yang berjudul "Peribahasa dan Ungkapan Tradisional Bahasa Banjar" yang terbit pada tahun 2006 silam.  

Baca Juga :  Ritual Mudik Serasa Berpetualang di Jalur Tradisional dan Legendaris Hulu Sungai Barito

Diantara sekian banyak paribasa Banjar yang sampai sekarang masih sering terdengar dalam proses komunikasi masyarakat sehari-hari, beberapa diantaranya ternyata masih sangat relevan menjadi semacam "pemandu" bagi Urang Banjar dalam berkomunikasi atau berbicara dengan siapa saja, termasuk dalam hal memilih "menu" obrolan yang tepat, terlebih dengan orang lain di luar suku Banjar. 

Berikut rinciannya, 

Masjid Tempat Berlebaran | @kaekaha
Masjid Tempat Berlebaran | @kaekaha


Banganga Dahulu, Hanyar Baucap 

Banganga atau menganga merupakan sebuah analogi pada tindakan "diam dan mendengarkan untuk memperhatikan", jadi makna umum dari paribasa di atas adalah dengarkan atau perhatikan dulu yang dibicarakan baru bicara. 

Paribasa ini mengingatkan kita semua perlunya kehati-hatian dalam berbicara atau lebih tepatnya perlunya menjaga kualitas omongan yang keluar dari mulut kita, mengiringi sikap dan perilaku positif kita. Sehingga dimanapun kita berada bisa selalu menyesuaikan diri dengan situasi sekitar.  Apalagi dalam paribasa Banjar, mulut adalah perlambang dari kecerdasan, 

Situasi ini sepertinya menjawab sebuah analogi ungkapan yang menyebutkan, "Teko hanya akan mengeluarkan isinya! Jika isinya air comberan yang keluar dari mulutnya ya air comberan, begitu juga jika isinya kopi pahit, maka jika dituang ke dalam cangkir yang keluar ya kopi pahit.

Kaya Siput Dipais dan Bujur Pandiam, Sakali Baucap Pas Luput

Arti peribahasa pertama adalah bagai siput dipepes yang maknanya adalah seseorang yang memiliki sifat sangat pendiam atau sengaja tidak mau bicara. Sedangkan peribahasa kedua mempunyai arti dan makna lugas sebagai seseorang yang memang pendiam tetapi sekali bicara langsung salah 

Kedua paribasa diatas pada dasarnya merupakan antitesis bagi ungkapan terkenal, "diam itu emas" dan memberikan pesan bahwa, tidak selamanya orang yang diam itu pandai atau baik, semua tetap harus melihat situasi dan kondisinya. Kalau dihubungkan dengan tradisi dan karakter Urang Banjar pada umumnya, maka paribasa Banjar ini mendorong siapa saja untuk berani bicara sesuai dengan porsinya, tidak boleh kurang apalagi lebih. 

Ngobrol Lebaran di Pasar Hewan | @kaekaha
Ngobrol Lebaran di Pasar Hewan | @kaekaha

Pandir Kaya Buak

Arti paribasa ini adalah berbicara seperti Buak! Buak adalah sebutan Urang Banjar untuk sejenis burung nocturnal atau burung yang lebih aktif di malam hari yang secara fisik tidak lebih besar dari genggaman tangan orang dewasa. Burung dengan warna dominan abu abu pada bulunya ini tidak bisa terbang tinggi dan hanya bisa berlari serta melompat rendah saja. Dinamai burung buak karena suara nyaringnya yang berbunyi buak...buak...buak. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun