(Mantan) Musisi, (mantan) penyiar radio dan (mantan) perokok berat yang juga penyintas kelainan buta warna parsial ini, penikmat budaya nusantara, buku cerita, sepakbola, kopi nashittel, serta kuliner berkuah kaldu ... ingin sekali keliling Indonesia! Email : kaekaha.4277@yahoo.co.id
Lho Mbah, Arah Kiblat Sholatnya Kok ke Arah Barat?
Menunaikan ibadah umrah dan haji sudah tentu menjadi cita-cita semua umat Islam di seluruh dunia, selain karena besarnya balasan pahala yang dijanjikan Allah SWT, faktanya menjadi tamu Allah SWT untuk singgah di dua kota suci Makkah dan Madinah terbukti tidak pernah gagal memberikan pengalaman penuh hikmah yang begitu menakjubkan. Berjuta rasanya!
Itu juga yang pernah saya rasakan ketika mendapatkan rejeki menjadi tamu Allah SWT, sekaligus mengawal dua simbah-simbah alias nenek-nenek lansia yang sudah pasti beda banget frekuensinya!
Ajibnya, dari sekitar 60-an jamaah yang berangkat kali ini hampir semuanya lansia. Praktis hanya saya, Raihan anak saya yang masih kanak-kanak, dua "pengawal" seperti saya dan dua pendamping dari pihak travel penyelenggara yang berusia relatif muda alias tidak lansia.
Bisa membayangkan riweuh-nya perjalanan kami selama di Makkah dan Madinah? Apalagi kalau bulan Ramadan yang jamaahnya selalu penuh sesak? Kenyataanya memang bukan hanya riweuh saja kawan, tapi memang berjuta rasanya! He...he...he... Penasaran kan?
Baca Juga Yuk! Bertemu Bintang Sepakbola di Masjidil Haram
Dari sekian banyak pengalaman seru yang berjuta rasanya itu, pengalaman tersesat selepas Isya bersama para lansia yang ketinggalan makan malam di kepadatan "kampung" Syib Amir, merawat nini-nini (nenek-nenek;bahasa Banjar) seorang paurutan atau tukang pijat yang mempunyai gampiran alias jin pendamping yang sedang kesurupan dan juga diusir askar penjaga pintu masjid Haram karena ketahuan membawa belanjaan nini-nini dari Bin Dawood super market berggambar makhluk hidup yang memang dilarang, jelas tak akan terlupakan!
Eiiits tunggu dulu, karena ada satu lagi yang paling unik! Tahu kenapa, karena berhubungan erat dengan tradisi dan budaya kita ssebagai orang indonesia! Apa itu?
Entah kenapa, mungkin karena peak season hingga nggak dapat hotel. Selama di Kota Makkah, rombongan kami tidak tinggal di hotel seperti selayaknya, tapi di sebuah flat atau semacam apartemen tua di kepadatan kawasan Syib Amir, sekitar 800 meter di utara Masjidil Haram. Meskipun bagi saya masih cukup nyaman, tapi tetap lumayan jauh untuk para jamaah lansia.
Karenanya, simbah-simbah yang saya kawal ini dan sebagian besar jamaah lainnya, karena keterbatasan fisik beliau yang juga sedang berpuasa, tidak bisa tertib salat 5 waktu berjamaah di masjid Haram. Apalagi, suhu siang hari di musim panas bulan Juli saat itu, rata-rata jatuh diatas 40 derajat. Sayang sih, tapi mau gimana lagi?
Biasanya, untuk ibadah salat Zuhur dan Asar, simbah-simbah ini lebih sering melaksanakannya di penginapan, sedangkan Maghrib, Isya dan Subuhnya sebagian besar tetap berjamaah di Masjid Al Haram. Dari sinilah cerita-cerita unik nan kocak dimulai dan ini salah satunya...
Khusus untuk shalat Duhur dan Asar, saya dan Raihan anak saya bisa lebih leluasa melaksanakan salat berjamaah di Masjid Al Haram, karena tidak ada tanggungan pengawalan, karena duo simbah memilih salat di penginapan dan ini hampir berlaku diseluruh hari kami selama di Makkah.
Lho mbah, arah kiblat salatnya kok ke sana, ke arah barat?
Di malam terakhir, saya memutuskan untuk tidak beritikaf sampai pagi di masjid seperti hari-hari sebelumnya, karena Raihan merasa kurang enak badan. Betapa kagetnya saya, ketika melihat duo simbah ini ketika salat tahajud di sepertiga malam terakhir atau sesaat sebelum sahur di penginapan.
Ternyata, arah kiblatnya ke arah barat, persis seperti tradisi kita di Indonesia yang selalu menarasikan arah kiblat salat kita ke arah barat. Betul? Padahal, seharusnya arah kiblat kita ke Kabah di Masjidil Haram yang dari penginapan saya di Syib Amir, harusnya ke arah selatan. Waduh Mbah!
Mendengar pertanyaan saya, betapa kagetnya duo simbah itu! Tapi lucunya, kagetnya duo simbah ini sambil terpingkal-pingkal saling tunjuk. Kok bisa nggak kepikiran babar blas saat ini sedang di Makkah bukan di Indonesia! Itu artinya, selama seminggu lebih salat Zuhur, Asar dan Tahajud beliau tidak mengarah ke Kabah.
Geleng-geleng kepala saya jadinya! Eh iya, kira-kira darimana ya referensi arah barat yang diambil beliau berdua untuk salat?
Tapi nggak apa-apa kok mbah, selama dalam keadaan khilaf dan sudah berniat lillahi ta'ala, kemanapun arah kiblat salat kita, Insha Allah akan diterimaNya. Wallahu A'lam Bishawab (BDJ4325)
Semoga Bermanfaat
Salam Matan Kota 1000 Sunagi, Banjarmasin nan Bungas!
Content Competition Selengkapnya
MYSTERY TOPIC
Bercerita +SELENGKAPNYA
Ketemu di Ramadan

Selain buka puasa bersama, Kompasiana dan teman Tenteram ingin mengajak Kompasianer untuk saling berbagi perasaan dan sama-sama merefleksikan kembali makna hari raya.
Info selengkapnya: KetemudiRamadan2025