Tutur Kata dan Dampaknya bagi Mereka yang Mendengar
Sebagai makhluk sosial, kita tentu tidak mungkin lepas dari aktivitas bercengkerama, di mana tujuan dari kegiatan bertutur kata ini adalah untuk menyampaikan pesan pada pihak lain maupun untuk menanggapinya.
Berkait dengan akhlak/etika dalam bertutur kata ini, agama Islam telah mengajarkan dan mengajak kepada setiap pemeluknya untuk memperoleh kemaslahatan dalam segala hal, baik itu kemaslahatan pada saat berproses hingga pada hasil akhir dari setiap usaha yang diupayakan.
Dengan demikian, sudah dapat dipastikan bahwa keburukan dari suatu perbuatan, baik itu mulai dari proses hingga pada muara tujuan akhirnya merupakan hal yang sepatutnya dihindari oleh siapa saja yang memegang teguh nilai-nilai ajaran dari agama Islam ini.
Secara konkritnya, bentuk ajaran kebaikan dalam agama Islam tentang bertutur kata ini adalah anjuran untuk sebisa mungkin menjaga lisan kita agar dapat memilih tutur kata yang baik pada saat berkomunikasi dengan siapa pun.
Sebab tutur kata yang baik itu ibarat sebuah tanaman yang sedang tumbuh dengan suburnya, di mana akar dari tanaman itu menancap kuat di dalam lapisan tanah, sementara batang dan cabangnya dapat terus tumbuh menjulang dengan setinggi-tingginya.
Dan andai saja pohon yang dimaksud adalah sejenis pohon yang berbuah, maka sudah barang tentu pohon atau tanaman yang baik tersebut akan mampu menghasilkan buah-buahan yang dapat dinikmati oleh siapa saja.
Hal ini disebabkan oleh baiknya kondisi pertumbuhan dari pohon tersebut, sehingga ia pun mampu menghasilkan buah-buahan yang siap untuk dipanen pada setiap musim berbuahnya tanaman.
Adapun pohon yang tumbuh dengan subur ini merupakan sebuah ilustrasi atau gambaran tentang kebaikan tutur kata atau ucapan yang disampaikan oleh seseorang kepada orang lain.
Tutur kata yang baik ini ternyata memiliki potensi untuk membentuk dan mencetak kebaikan mental dari mereka yang mendengar dan menerimanya, sehingga dengan mental yang telah terbangun dengan baik akibat dari tutur kata itu, maka orang lain pun akan begitu mudahnya melakukan amal-amal kebaikan.
Hal ini dikarenakan perkataan yang baik tersebut dapat menunjukkan orang lain untuk memahami jati diri sekaligus potensi diri mereka, sehingga mereka pun tidak menyia-nyiakan segala bentuk potensi tersebut sebagai bentuk rasa syukur atas karunia Allah yang telah dititipkan kepada mereka.
Adapun gambaran mengenai hal ini sebagaimana yang telah diterangkan di dalam QS Ibrahim ayat 24-25 berikut:
Tidakkah kamu memperhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik itu laksana pohon yang baik, dimana akarnya dapat menancap kuat dan batangnya dapat menjulang ke langit. Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Dan Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia agar mereka selalu mampu untuk mengingat.
Di sisi yang lain, sepatutnya bagi siapa saja untuk menghindari tutur kata yang buruk manakala berinteraksi dengan orang lain. Sebab tutur kata yang buruk itu ibarat pohon yang tumbang, di mana akar dari pohon yang tumbang itu telah tercerabut, sehingga ia tak lagi menancap kuat ke dalam tanah.
Sekalipun pohon yang telah tumbang itu mungkin saja masih memiliki kemampuan untuk bertahan hidup, tumbuh dan berkembang, akan tetapi sudah pasti pertumbuhan pohon tersebut tidak akan sempurna.
Sebab posisi akarnya tidak lagi tertancap sempurna di dalam tanah, sehingga pohon yang roboh itu pun tidak mampu menyerap dengan sempurna kandungan nutrisi yang ia butuhkan dari dalam tanah. Ia mungkin saja masih akan tumbuh, akan tetapi ia hanya akan tumbuh dengan dahan-dahan kecil yang menempel di batangnya.
Gambaran mengenai dampak dari tutur kata yang buruk ini sebagaimana telah dijabarkan dalam QS Ibrahim ayat 26 berikut:
Dan perumpamaan kalimat yang buruk itu seperti pohon yang buruk, dimana akar-akarnya telah tercerabut dari permukaan tanah; sehingga pohon itu pun tidak lagi dapat menegakkan dirinya sedikitpun.
Dengan memahami begitu luar biasanya dampak dari setiap tutur kata yang baik maupun yang buruk bagi mereka yang mendengar, maka sepatutnya bagi kita untuk dapat memilah perkataan mana saja yang sekiranya dapat memberi manfaat pada orang lain, sehingga kita pun akan mampu menghindari bentuk-bentuk ucapan yang berkemungkinan akan meruntuhkan mental siapa saja.
Akan tetapi, jika pada kondisi tertentu kita masih dalam keraguan apakah kita akan sanggup untuk mengeluarkan tutur kata yang baik ataukah justru tutur kata yang buruk yang akan kita sampaikan, maka sepatutunya kita bersikap diam sampai kita benar-benar yakin bahwa apa yang akan kita sampaikan itu akan membawa kemaslahatan bagi mereka yang mendengar.
Hal ini sebagaimana yang telah dianjurkan oleh Rasulullah SAW melalui hadits berikut:
"Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah ia bertutur kata yang baik atau hendaknya ia diam." (Muttafaqun 'alaih).
Berbekal kesadaran kita atas perihal ini, barangkali inilah yang juga melandasari sikap dari kakek, nenek atau orang tua kita yang tak jarang memanggil keturunan mereka dengan panggilan-panggilan baik, sekalipun anak cucu mereka pada waktu itu berbuat kenakalan.
Sebab mereka meyakini bahwa kenakalan mereka pada waktu itu adalah karena masih kurangnya pemahaman mengenai akibat dari perbuatan mereka di masa kelak.
Selain itu, jika mengutip penjelasan dari dua ayat di atas, panggilan yang baik tersebut merupakan bagian dari harapan kepada Allah agar kelak anak cucu mereka memperoleh bimbingan atau hidayah dari-Nya, sehingga anak cucu mereka pun akan mendapat kebaikan sebagaimana panggilan yang telah mereka sematkan pada waktu itu.
Marilah kita senantiasa berhati-hati dalam menggunakan lisan kita, sebab dari setiap tutur kata yang kita sampaikan akan memiliki dampak bagi mereka yang mendengarnya. (*)