Muhammad Adib Mawardi
Muhammad Adib Mawardi Lainnya

Profesiku adalah apa yang dapat kukerjakan saat ini. 😊

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Merenungi Arti Kemenangan di Hari Raya Idul Fitri

19 April 2024   08:08 Diperbarui: 19 April 2024   08:10 764
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Merenungi Arti Kemenangan di Hari Raya Idul Fitri
Ilustrasi ketupat lebaran oleh Mufid Majnun (Unsplash)

Pada hari raya idul fitri, kita seringkali mendapatkan pesan-pesan permohonan maaf yang biasanya teriring dengan doa, minal 'aidin wal faizin. Lantas, apa makna sebenarnya dari doa ini. Doa ini mengandung maksud agar kelak kita dijadikan oleh Allah sebagai golongan hamba yang kembali suci selayaknya bayi yang baru saja dilahirkan dari rahim ibu kita, setelah dosa-dosa kita diampuni oleh Allah SWT. 

Selain itu, dalam doa tersebut juga terdapat harapan agar kita diberikan rahmat oleh Allah, sehingga termasuk dalam golongan orang-orang mendapatkan kemenangan maupun keberuntungan dari Allah SWT.

Dosa-dosa kita berkesempatan mendapatkan maghfirah atau ampunan dari Allah sebab sebelumnya kita juga berikhtiar untuk memohon ampunan kepada Allah dengan setulus-tulusnya dengan memanfaatkan hadirnya bulan Ramadhan kemarin dengan sebaik-baiknya, sebagaimana penjelasan Baginda Nabi Muhammad SAW dalam HR Bukhari Muslim berikut:

"Barang siapa yang beribadah (menghidupkan) Bulan Ramadhan dengan penuh keimanan dan semata-mata mengharap ridha dari Allah, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu."

Selain memohon ampunan kepada Allah, pada kesempatan hari raya Idul Fitri ini kita juga tidak merasa segan untuk saling bermaafan dengan sesama kita setelah sebelumnya baik secara sengaja maupun tidak sengaja kita telah berbuat kesalahan.

Alhamdulillah, kita sangat bersyukur kepada Allah, sebab di dalam khazanah budaya kita, kita difasilitasi dengan tradisi halal bihalal. Tradisi saling berkunjung satu dengan yang lain untuk mengakui kesalahan sekaligus saling bermaafan. 

Meski sebenarnya tradisi saling bermaafan ini tidaklah harus selalu menunggu hadirnya momentum halal bihalal tiba, akan tetapi setidaknya melalui tradisi ini setidaknya kita sudah mendapatkan pondasi yang sangat baik yakni melalui pembiasaan dalam menyambung tali silaturrahim yang selanjutnya dapat kita jaga dan kita pertahankan pada waktu-waktu lainnya.

Berikutnya, berkait dengan doa yang menghendaki kita agar termasuk dalam kategori orang-orang yang memperoleh kemenangan atau keberuntungan. Orang yang memperoleh kemenangan di sini bukanlah orang yang mampu menundukkan pihak lain, melainkan dalam arti yang lebih dari itu. Pemenang yang sejati adalah mereka yang sanggup menundukkan dirinya sendiri. Mereka yang sanggup menundukkan hawa nafsunya sendiri sehingga dia tidak diperbudak olehnya.

Kemenangan dalam menundukkan hawa nafsu ini tidaklah bersifat mutlak atau permanen. Sebab bisa saja seseorang mampu mengendalikan hawa nafsunya pada saat ini, namun di masa mendatang ia justru diperbudak olehnya lantaran ia lalai dan tidak waspada dengan keberadaannya.

Dengan demikian, ikhtiar untuk menundukkan hawa nafsu sendiri ini harus diupayakan setiap waktu agar kita termasuk dalam kategori orang-orang yang memperoleh keberuntungan. Orang-orang yang memperoleh keberuntungan adalah siapa saja yang memiliki keimanan di dalam hati mereka dan mereka senantiasa berusaha untuk melaksanakan apa saja diperintahkan oleh Allah dengan sebaik-baiknya. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan di dalam QS Al-Mukminum 1-11 berikut:

. . . . . . . . . . .

"Sungguh, beruntunglah orang-orang yang beriman, (yakni) orang-orang beriman itu adalah mereka yang senantiasa khusyuk di dalam shalatnya, mereka yang meninggalkan (perbuatan dan perkataan) yang tidak berguna, mereka yang menunaikan zakat, mereka yang senantiasa menjaga kemaluannya, kecuali atas istri-istri mereka sendiri maupun atas hamba sahaya yang mereka miliki. Karena sesungguhnya mereka tidak akan menjadi tercela (karena menggaulinya). Maka, siapa saja yang mencari (pelampiasan syahwat) kepada selain mereka itu, mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. (Sungguh beruntung pula) orang-orang yang senantiasa memelihara amanah dan janji mereka. Dan mereka yang senantiasa menjaga shalat-shalatnya. Mereka (yang beriman itulah) orang-orang yang akan mewarisi, (yakni) orang-orang yang akan mewarisi (surga) Firdaus, (dimana) mereka akan kekal di dalamnya."

Marilah kita selalu bermuhasabah dan mengoreksi diri kita masing-masing. Apakah benar kita sudah mampu memenuhi apa saja yang dicirikan sebagai orang yang beriman sebagaimana yang diterangkan di dalam QS Al-Mu`minun ayat 1-11 tadi? Apakah benar kita sudah berusaha semampu kita agar mampu menemukan kekhusyukan ketika sedang menunaikan shalat? Apakah benar kita sudah mampu menghindari perkataan maupun perbuatan yang tidak memiliki manfaat dalam keseharian kita? Apakah kita sudah memberikan zakat kepada mereka yang berhak menerimanya dari lebihnya harta yang dititipkan oleh Allah pada kita? Apakah kita mampu menjaga pandangan kita dari hal-hal yang mampu membangkitkan syahwat kita? Apakah kita mampu memelihara amanah yang dititipkan pada kita dengan sebaik-baiknya? Dan apakah kita mampu menjaga shalat lima waktu dengan sebaik-baiknya?

Mengapa kita harus senantiasa memperhatikan dan menjaga tanda-tanda orang-orang yang beriman tadi? Sebab janji Allah begitu luar biasa manakala kita mampu memenuhi tanda-tanda orang yang beriman tadi, yakni dengan rahmat-Nya kita akan dimasukkan oleh Allah ke dalam Surga Firdaus dan kita akan kekal di dalamnya.

Semoga Allah SWT senantiasa membimbing langkah-langkah kita, memberikan hidayah dan 'inayah-Nya kepada kita, sehingga kita dapat menjalankan peran kita sebagai orang yang beriman dengan sebaik-baiknya. (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun