Elegi Perang Sarung
Ada banyak faktor penyebabnya. Secara internal remaja karena krisis identitas dan/atau kontrol diri yang lemah. Diperparah dengan faktor eksternal seperti kurangnya perhatian orang tua, kurang paham agama, pengaruh lingkungan sekitar atau pergaulan.
Di masa saat ini, faktor sosial yang sangat mempengaruhi adalah efek gaung media sosial.
Para remaja krisis identitas yang lemah pengendalian emosinya merasa keren dan ikutan trend perang sarung dengan kekerasan ini.
Lihat saja bagaimana masifnya peristiwa gambar dan video anarkisnya perang sarung di Facebook, Twitter, Instagram, TikTok, dan WhatsApp.
Remaja-remaja ini ikut-ikutan sebagai wujud keinginannya untuk mendapat pengakuan di masyarakat, terlebih untuk eksis di media sosial. Makin runyam dalam kesehariannya hidupnya remaja sangat lekat dengan media sosial dengan kemampuan literasi yang sangat minim.
Remaja sering mendapat stereotip dengan berbagai penyimpangan, baik gangguan emosi ataupun penyimpangan penyimpangan.Umumnya remaja dalam hidupnya hanya ingin mendapat pengakuan dari bagian masyarakat, terutama teman-teman yang dipercayainya.
Jika dulu perang sarung adalah hal yang menyenangkan karena memang secara pergaulan hanya untuk bersenang-senang bersama teman-teman. Sekarang sudah jauh bergeser, menjadi ajang kedok tawuran yang dapat saja disebabkan inginnya pengakuan lebih luas di media sosial.
Mati dem asal ngetop. ( Demi terkenal, mati pun gak masalah).
Sedih sekali jika di masa tua nanti, Nostalgia Masa Kecil di bulan Ramadan hanya berisikan kenangan kekerasan tawuran berkedok tradisi perang sarung.
Menjadi tugas kita bersama untuk membersamai anak-anak kita. Kita semua tahu itu tidak mudah dengan perubahan sosial yang semakin kuat. Tapi kitalah sebagai orang tua benteng terkuat yang membentengi anak-anak kita dari berbagai pengaruh buruk di lingkungan sekitar, termasuk membantengi patogen juvenile delequency.
di bulan ramadan ini momentum tepat untuk mengikat batin dengan anak-anak kita dengan kita. Bersama-sama menjalankan ibadah, baik di rumah maupun di masjid. Bukan, sama sekali bukan untuk mengawasi mereka tetapi kita sebagai orang tua menjadi fasilitator yang mengingatkan ibadah di bulan ramadan pada hakikatnya untuk ikhlas bertaqwa kepada Allah.