Takjil War, Perang Baju Lebaran, dan Sikap Umat Islam
Begitu menjamurnya aksi pembuatan konten "peperangan" ini selama Ramadan. Para pembuat konten sengaja membagikan konten inspiratifnya tersebut melalui gambar, tulisan hingga video viral.
Hal demikian menyadarkan kita betapa fenomena takjil war dan perang baju lebaran mampu menggeser "sikap kaku" pada bangsa yang majemuk ini. Melalui kreativitas yang dibumbui kelucuan, para pembuat konten mengingatkan pentingnya toleransi antarumat beragama dengan tindakan yang tanpa menyinggung perasaan pemeluk agama lain.
Sikap saling tolong-menolong, saling menghormati dan menghargai, tercermin dalam kegiatan fenomenal ini.
Lalu, dimana letak toleransinya?
Akan bernilai kebaikan karena memberikan manfaat yang dapat mengukuhkan hubungan kemanusiaan asal tidak keluar pada koridor keagamaan.
Sebaliknya, akan menimbulkan mudharat apabila memicu sebuah tindakan negatif. Misalnya memborong atau membeli takjil pada pukul 3 sore dan dinikmati bersama teman-teman di ruang atau tempat terbuka sebelum waktu berbuka.
Contoh lainnya, mereka membeli baju lebaran sebagai ajang pamer atau bentuk tren di media sosial. Sungguh tidak ada manfaatnya, sehingga hal demikian dapat menimbulkan suasana tidak menyenangkan serta memicu timbulnya kesalahpahaman.
Mengingat definisi toleransi antarumat beragama adalah bentuk pengamalan nilai Pancasila pertama dengan tujuan untuk menciptakan kerukunan antar umat beragama dan percaya akan Tuhan Yang Maha Esa.
Feedback Umat Muslim
Islam adalah agama yang sangat terbuka menyangkut kebaikan dari mana pun sumbernya. Sejak awal masa Islam, hal tersebut terlihat, sekian banyak adat istiadat jahiliah yang diterima baik oleh Islam salah satunya yaitu kedermawanan.
Umat Islam akan selalu menghargai keberagaman, selagi umat non muslim tersebut tidak mengganggu keharmonisan, mengajak kemaksiatan, dan negatif lainnya. Hidup rukun berdampingan dalam keragaman, tetap mengutamakan nilai-nilai kemanusiaan.