Yudho Sasongko
Yudho Sasongko Freelancer

narahubung: https://linkfly.to/yudhosasongko

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Iluminasi Ramadan dan Waisak di Belantara

7 Mei 2020   06:35 Diperbarui: 7 Mei 2020   06:47 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Iluminasi Ramadan dan Waisak di Belantara
Dok. Pribadi

Hari Raya Waisak 2564 Buddhis Era (BE) atau Tahun Buddha (TB) jatuh bersamaan dengan pelaksanaan puasa Ramadan tahun ini. Semoga makin memperindah toleransi umat beragama di Indonesia. 

Tiada ucapan yang istimewa dari keduanya kecuali "damai abadi selalu". Ramadan dan Hari Raya Waisak inti ajaran dan hikmahnya sama-sama mencari pencerahan (iluminasi). 

Ketika Puasa Ramadan bersifat menahan diri dari syahwat, makanan, dan minuman, maka Hari Raya Waisak juga mengajarkan tentang menahan diri seperti proses ritual Semadi (berdiam dan berdoa). 

Hari Raya Waisak mempunyai hikmah dan tahap-tahap penting kehidupan Buddha yang menjadi inti perayaan tersebut. Adapun tahapannya  adalah tentang kelahiran, pencerahan dan kematian. Ketiga tahap ini disebut dengan Trisuci Waisak. 

Ketika Trisuci Waisak mengajarkan proses-proses atau tahapan dalam pengendalian diri, maka Ramadan juga mengajarkan tentang tiga tahapan dalam puasa. Adapun tahapan pengendalian Ramadan  adalah 10 hari pertama berupa kasih sayang, 10 hari kedua adalah ampunan dan 10 hari terakhir berbentuk pembebasan.

Ramadan dan Waisak sama-sama menjunjung tinggi sebuah tahapan. Ini menandakan ajaran kedua agama tersebut manusiawi. Tahapan-tahapan atau jenjang adalah ciri khas sebuah proses pendidikan. 

Tahapan atau jenjang juga merupakan ciri khas sebuah bimbingan. Agama sangat memahami tentang pentingnya pemahaman tahapan agar segalanya meresap dengan baik. Tahapan adalah normal sebuah tumbuh kembang. Artinya, kedua agama tersebut tidak mengajarkan hal-hal yang bersifat ektrem dan instan. 

Ramadan dan Waisak adalah wahana pendidikan mental yang bertingkat.  Masing-masing tahapan akan mengeluarkan sinar-sinar atau cahaya batin yang gemerlap (iluminasi). 

Tahapan atau jenjang dalam prosesnya bisa dilihat ketika Puasa Ramadan mulai diperkenalkan oleh Rasulullah Saw. Oleh karena puasa adalah sesuatu hal yang sangat berat, maka Allah Saw baru memerintahkan kewajiban berpuasa Ramadan pada tahun ke dua setelah hijrah Madinah. 

Model tahapan Ramadan diawali dengan mewajibkan Puasa 'Asyura pada 10 Muharam yang sehari saja itu. Kemudian secara bertahap dan pelan-pelan hingga turunlah perintah berpuasa sebulan penuh di Bulan Ramadan.

Secuil pengalaman kami berinteraksi dengan mereka, para pendaki Buddha ketika bertemu dalam pendakian di Bulan Ramadan. Perkenalan kami di Base Camp pendakian di Baderan Bondowoso adalah awal simbiosis lintas agama yang sungguh berkesan ini. Begitu hangat, ketika kami para pendaki disatukan oleh alam tanpa memandang perbedaan keyakinan dan selalu saling menghormati. 

Terik matahari yang menyengat tak surutkan semangat Puasa Ramadan kami. Tetap semangat melangkah bersama kawan-kawan pendaki Buddha. Setelah beberapa jam menembus hutan lebat, mereka baru sadar bahwa kami telah berjibaku mempertahankan puasa Ramadan. 

Saat yang lain segar dengan tegukan air dari tempat minum masing-masing, kami berempat hanya mematung.  Tak bisa kami sembunyikan tanda-tanda dehidrasi seperti mimik wajah pucat khas dan kelupasan epidermis mukosal bibir yang membiru.

"Kalian puasa?"
"Iya."

Setelah saling susul dengan rombongan mereka, akhirnya kami berhenti di sekitar titik HM 67, atau beberapa meter lagi pos mata air 2 Cemoro Lawang Gunung Argopuro. 

Waktu berbuka akan segera tiba. Kami segerakan berbuka dengan mempersiapkan makanan ala kadarnya. Hingga akhirnya kawan kita menyusul, sambil sebagian ikut nimbrung melihat kami persiapkan berbuka.

"Ini ada air lebih. Silahkan ambil," tawar mereka.
"Alhamdulillah,"respon salah seorang dari kami. 

Seorang dari mereka yang cantik ingin lama nimbrung. Sambil geleng-geleng melihat logistik untuk berbuka yang sangat sederhana, jauh dari 4 sehat 5 sempurna. 

Berhubung kode etik semi diklatsar pengembaraan yang mengharuskan disiplin ala moving together, si cantik terpaksa beranjak menyusul teman-temannhya menuju pos mata air 2. Kedisiplinan tetap terjaga walau terlihat santai.

Untuk kedua kalinya kami bertemu lagi di pos mata air 2. Dalam remang api unggun, si cantik datang lagi sambil membawa hantaran lezat perkedel sosis yang hangat. Kami melahapnya, begitu lezat! Selezat hormat dan toleransi kalian kepada kami. Ketika kami tahu bahwa kalian berusaha sembunyi-sembunyi  saat teguk air tadi siang. 

Jauh di dalam belantara sana, toleransi terbangun begitu kuat. Tak seribut gaya mengemis  ta'dzim (penghormatan) antara orang berpuasa dan tak berpuasa di keramaian. Begitu sederhana dan cemerlang. Kami penempuh rimba belajar toleransi dari alam.

Ya jibalu awwibi ma'ahuuwatthoiro, hai gunung-gunung dan burung-burung, bertasbihlah berulang-ulang bersama Daud. 

Wahai kalian yang terhormat, terima kasih kudapan dan airnya.  Rabbaniyyatul mashdar wal rabbaniyyatul ghayah, semoga tercurahlah dari Allah dan berakhir karena Allah.

Referensi:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun