Ibunya Lalaki Langit ,Miyuni Kembang,dan Satria Wicaksana serta Seorang Penulis berdaster
Mengambil Filosofi dari Jempol Kejepit
Masih ingat momen konyol itu. Saya terburu-buru keluar mobil sambil membanting pintu dengan kekuatan penuh,tapi jempol tidak terkontrol sehingga akhirnya terjepit.
Kebayang itu sakitnya kayak apa? Awal kejadian masih tertutup rasa kaget sehingga kadar sakitnya masih bisa belum terasa.
Namun lama-lama cenat-cenut kian kuat. Puncaknya di malam hari saya tak bisa tidur karena sakit kian hebat.
Mata bisa terpejam setelah jempol dikompres air es.Besoknya penampakan jempol membiru ,ungu lalu menghitam. Sedihnya yang kena jempol kanan.
Berkuranglah kemampuan tangan kanan saya dalam bekerja jika titik tumpunya adalah jempol.
Kegiatan seperti menulis ,mengupas atau mengiris itu bikin saya meringis.Hanya jempol ,satu bagian jari namun sakitnya nyaris seluruh badan .
Toh saya masih bersyukur, untung jempol yang kena,coba kalau jari telunjuk ,maka hilanglah kenikmatan saya saat akan mengupil.
Ada proses perubahan yang terjadi di kuku saya kemudian. Nyaris 3/4 daging di bawah jempol tangan menghitam.
Beberapa lama kemudian kuku tersebut lepas perlahan di mulai dari bagian paling bawah.Untuk menghindari kuku tersangkut saat beraktifitas, kuku teresebut sedikit sedikit saya gunting.
Ketika pertama kali saya gunting, saya melihat sudah ada lapisan kuku baru di sana.
Kini lapisan kuku baru sudah nyaris menggantikan kuku lama semua. Namun kuku lama belum lepas sepenuhnya.
Kuku yang sempat jelek rupa kini sudah mulai cantik kembali.
Jika boleh saya mengambil filosopi jempol kejepit itu, maka kondisi kita yang terpukul akibat covid 19 seperti halnya ketika kuku baru saja terluka.