Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta
Segelas Milkshake untuk Belahan Jiwa
Stick drum itu terlempar. Pria berpostur sedang namun berwajah perpaduan Jawa dan Arab itu tersenyum meremehkan.
"Mana Calvin? Katanya dia mau battle piano sama saya." ujarnya sinis.
Gadis cantik bergaun floral itu resah. Menyimpan tanya mengapa pria belahan hatinya ingkar janji. Lelaki blasteran Jawa-Arab itu berteriak.
"Dinda, katakan pada Calvinmu itu! He's a looser!"
Setelah melempar kata penuh kemenangan, si lelaki angkat kaki. Merasa di atas angin karena telah menjatuhkan seseorang. Sesaat Dinda berdiri terpaku di tempatnya. Apa yang terjadi dengan Calvin? Kalau tak ingat sedang berpuasa, ingin rasanya ia marah dan menangis detik itu juga.
Tergesa-gesa Dinda meraih tasnya. Berjalan meninggalkan studio musik. Urusan ini benar-benar konyol. Persaingan bisnis telah merambah dunia musik juga.
**
Suram, itulah kesan yang selalu dirasakan Dinda tiap kali bertamu ke rumah megah bercat putih di puncak bukit. Rumah Calvin selalu saja menawarkan kesunyian dan kesuraman. Layaknya mausoleum, aroma kesuraman tercium di sudut-sudutnya.
"Dimana Tuan Calvin?" Dinda mencegat seorang asisten rumah tangga yang kerepotan membawa tongkat pel dan alat pembersih lainnya di lantai bawah.
"Tuan di rumah sakit, Nona."
Kemarahan Dinda lenyap tanpa bekas. Rumah sakit? Oh God, pikirnya. Tentu saja. Mengapa dirinya begitu bodoh? Pastilah Calvin sedang terapi.