Nama : M al Mujahid Khalid Prodi : Komunikasi Penyiaran Islam Fakultas : Dakwah Dan Komunikasi Kampus : Uin AR - Raniry =
Makmuegang, Tradisi Turun Temurun Masyarakat Aceh Menyambut Bulan Suci Ramadan
Pagi Tadi saya berkeliling di Pasar dekat rumah saya di daerah calue kecamatan,indrajaya. sambil menikmati tradisi turun temurun kami , Muegang, Uroe Muegang.
Sejarah makmeugang diawali pada masa kerajaan Aceh dengan memotong hewan dalam jumlah yang banyak dan dibagikan secara gratis kepada msyarakat, hal ini dilakukan sebagai rasa syukur dan terimakasih atas kemakmuran Aceh, saat ini tradisi makmeugang terus dilakukan oleh masyarakat seluruh Aceh dalam menyambut hari-hari besar suci umat islam.
Tradisi "uroe makmeugang" atau meugang di Aceh memang unik dan memiliki nilai-nilai tradisional yang kuat. Meugang merupakan tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Aceh untuk menyambut bulan suci Ramadan serta hari raya Idul Fitri dan Idul Adha.
Tradisi ini merupakan bagian penting dari budaya dan identitas masyarakat Aceh.Menyambut bulan Ramadan atau Hari Raya/Lebaran tanpa Meugang akan terasa kurang lengkap bagi masyarakat Aceh. Tradisi ini bukan hanya tentang makanan semata, tetapi juga tentang mempererat hubungan antarwarga dan antarkerabat.
Meugang dilakukan sebanyak tiga kali dalam setahun:
1. Meugang Puasa: Dilakukan menjelang bulan Ramadan dimulai. Meugang puasa adalah persiapan masyarakat Aceh untuk memasuki bulan suci Ramadan
2. Meugang Uroe Raya Puasa: Dilakukan menjelang hari raya Idul Fitri, setelah selesai menjalankan ibadah puasa Ramadan. Meugang uroe raya puasa juga merupakan bagian dari persiapan untuk merayakan hari kemenangan setelah menjalani bulan Ramadan.
3. Meugang Uroe Raya Haji: Dilakukan menjelang hari raya Idul Adha atau hari raya Haji. Meugang uroe raya Haji adalah persiapan masyarakat Aceh untuk merayakan hari raya kurbannya dengan penuh kesadaran akan arti pentingnya pengorbanan dan keikhlasan dalam beribadah.
Bagi pasangan pengantin baru yang baru menikah, tidak membeli daging kerbau atau sapi pada hari meugang bisa dianggap sebagai kehilangan martabat atau kehormatan di mata keluarga besar dan mertua.
Oleh karena itu, banyak dari mereka yang berasal dari Aceh, terutama yang merantau jauh, memilih untuk pulang ke kampung halaman pada hari meugang. Mereka pulang untuk berkumpul bersama keluarga , menikmati hidangan daging meugang yang disajikan dengan penuh kasih oleh Mak tercinta.