Lilik Sukmawati
Lilik Sukmawati Mahasiswa

Saya adalah seorang mahasiswa sosiologi yang memiliki ketertarikan dengan isu sosial terutama isu perempuan dan anak, gender dan isu terkini lainnya. Di sini saya mencoba menuangkan opini dan pendapat saya dalam melihat berbagai fenomena/isu di masyarakat.

Selanjutnya

Tutup

TRADISI Artikel Utama

Mudik Lebaran, Menuju Panggung "Social Climber" di Acara Kumpul Keluarga

15 April 2023   13:49 Diperbarui: 19 April 2023   15:45 1258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mudik Lebaran, Menuju Panggung "Social Climber" di Acara Kumpul Keluarga
ilustrasi pulang kampung, mudik. (Sumber: KOMPAS/HERYUNANTO)

Mudik dapat diartikan sebagai “pulang kampung”, secara harfiah berasal dari kata “udik = desa”, sehingga arti mudik dapat diterjemahkan sebagai pulang ke kampung halaman yang sudah menjadi tradisi masyarakat Indonesia. 

Fenomena mudik hadir seiring berkembangnya urbanisasi masyarakat desa ke kota. Tradisi ini turun menurun sejak lama, dimulai sekitar tahun 1970-an, ketika kota-kota  berkembang sebagai  simpul  sumber  penghidupan sekaligus  tempat singgah bagi para pendatang yang berasal dari berbagai daerah. 

Tak hanya itu, perkotaan menjadi incaran para pelajar untuk menuntut ilmu. Momentum lebaran Idul Fitri menjadi waktu yang tepat bagi para urban kembali ke desa untuk berkumpul bersama keluarga setelah menjalani aktivitas yang penat dan melelahkan di padatnya perkotaan sekaligus menikmati berlebaran di kampung halaman. 

Meleburnya nilai - nilai budaya dengan nilai - nilai agama yang menjadikan tradisi mudik lebaran memicu mobilisasi besar-besaran dalam satu waktu bersamaan. 

Terlebih, ketika tahun 2020 dan 2021 masyarakat tidak bisa melakukan mudik karena pandemi Covid-19 dan di tahun 2022 pun mobilitas masih terbatas dengan persyaratan perjalanan masih terbilang cukup ribet. 

Memasuki mudik lebaran di tahun 2023 ini, akan diperkirakan semakin riuh dan padat  seperti tahun - tahun sebelum pandemi karena sudah tidak ada lagi kekhawatiran masyarakat melakukan perjalanan jauh dan tidak perlu memenuhi banyak persyaratan. 

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengatakan pemerintah telah resmi menetapkan waktu Cuti Bersama Lebaran 2023 pada tanggal 19-25 April 2023. 

Momentum mudik lebaran selalu menjadi agenda meriah mengingat akan berkumpul bersama keluarga untuk silaturahmi dan menikmati romantisme nuansa kampung halaman. 

Ditambah lagi, bayang-bayang takbir raya aidilfitri, berziarah ke makam, makan opor dan agenda lainnya menjadi bagian yang paling dinantikan. 

Namun, di balik sakralnya ramadhan dan meriahnya mudik saat lebaran ada beberapa bagian momen berkumpul keluarga besar yang dibumbui “Social Climber” atau ajang pamer kesuksesan. 

Pasalnya, mereka yang mudik dari rantauan berusaha menciptakan status sosial yang lebih tinggi di dalam keluarga dan menunjukkan bahwa telah berhasil mencapai kesuksesan. 

Obrolan tentang pencapaian-pencapaian, kamuflase pamer jabatan suami/istri, prestasi anak yang mewarnai ruang keluarga. 

Pulang kampung menggunakan mobil mewah, baju lebaran dengan brand yang berkelas, paling terdepan dalam membagikan uang THR sebagai salah satu bentuk simbol aktualisasi diri. 

Fenomena Social Climber di acara kumpul keluarga merupakan fenomena yang biasa terjadi di masyarakat. Hal ini didasari bahwa dalam kenyataan kehidupan sosial terdapat stratifikasi masyarakat yang terbentuk baik secara sadar maupun tidak. 

Sejalan dengan teori Max Weber tentang pengelompokan masyarakat di fase sekunder bahwa seseorang merasa naik kelas ketika status sosialnya meningkat karena beberapa aspek seperti kekayaan, pendidikan, kepopuleran, jabatan, gaya hidup dan lainnya. 

Jadi masyarakat selalu mengidentifikasi dan menyesuaikan diri di masyarakat. Ketika mudik lebaran potensi terjadi momentum yang kurang menyenangkan saat silaturahmi keluarga menjadi bagian yang sudah diterima masyarakat. 

Belum lagi, saat kumpul keluarga besar di momen lebaran yang hanya terjadi setahun sekali, ada hal-hal sensitif yang seringkali dipertanyakan anggota keluarga seperti “Kapan nikah?”, “kapan lulus kuliah, sekarang kerja apa dan di mana?”, “gajinya berapa”, dan banyak pertanyaan lain yang membuat adanya ketidaknyamanan dalam kumpul keluarga.

Bahkan, dalam tradisi mudik lebaran muncul budaya eufemisme, yaitu penuh kepura - puraan. Masyarakat yang mudik ke kampung halaman memaksakan diri, belanja dan konsumsi melebihi batas kemampuan untuk memenuhi ekspektasi keluarga di kampung halaman. 

Di luar sisi itu semua, tetap ada niat baik dalam silaturahmi mudik lebaran dari keluarga yang merantau yang sudah lama merindukan orang tua dan kampung halaman. 

Hal yang perlu diingat adalah bahwa tidak perlu memaksakan membawa sesuatu hal yang baru dan selalu bernilai komersial untuk dibawa pulang agar bisa diterima. 

Keluarga dan daerah asal selalu menerima apa adanya dan marilah menjadikan lebaran sebagai momen mencapai kemenangan spiritual. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun